Share

CHAPTER 08 | MOMEN INTIM DI MOBIL

Author: Langit Parama
last update Last Updated: 2025-08-20 12:37:04

“Dok, kenapa pagi-pagi Anda datang ke sini? Ada perlu sama Mas Kaveer, ya?” tanya Yessa, suaranya terdengar gugup dengan jantungnya yang berdebar cepat.

Isandro menggeleng singkat, “Saya mau ambil jam tangan saya yang ketinggalan di kamar mandi semalam.”

Dahi Yessa mengernyit, sebelum teringat sesuatu. “O-oh, itu punya dokter, ya? Saya kira punya Mas Kaveer. Sebentar, saya ambil dulu ya di dalam.”

Yessa lantas berbalik badan, kembali masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Isandro seorang diri berdiri di depan pintu tanpa dipersilahkan masuk.

Tak lama kemudian, Yessa kembali membawa jam tangan mahal milik Isandro. Pagi tadi, dia memang sempat bertanya-tanya pada jam tangan mahal yang dia temukan di kamar mandinya itu, ia ragu itu milik suaminya.

Dan benar saja, jam tangan mahal itu milik Isandro.

“Ini dok, jam tangannya,” Yessa menyerahkannya dengan sangat hati-hati, tak ingin sampai dia tak sengaja menjatuhkannya, karena harganya sangat mahal jika dia harus mengganti rugi.

Isandro menerimanya, dan matanya sempat melirik ke dalam rumah yang belum sepenuhnya ditutup. “Kaveer belum bangun?” tanyanya sambil memakai jam tangannya.

Yessa menelan ludahnya berat, “Sudah, dok. Tapi Mas Kaveer tidur lagi. Katanya, dia mau keluar nanti ada janji mau interview kerjaan,” ucapnya berdusta.

Mendengar itu Isandro hanya tersenyum tipis, “Bagus kalau begitu,” ia mengangkat tangan kirinya, “Terima kasih karena sudah menyimpan jam tangan saya. Kalau begitu, saya permisi.”

“Iya, sama-sama, dok.” Balas Yessa sambil mengulas senyum manis.

Isandro menatapnya sejenak sebelum berbalik badan menuju mobilnya yang diparkir di depan pagar rumah Yessa. Sementara Yessa menutup pintu rumahnya, lalu mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek online.

“Yessa!” seru Isandro dari tempatnya berdiri.

Yessa mengangkat pandangannya dan mendapatkan pria itu melambaikan tangan, memintanya untuk menghampirinya. Cepat-cepat Yessa membawa langkahnya ke sana.

“Ada apa lagi, dok?”

“Berangkat dengan saya,” ujar Isandro, bukan menawarkan melainkan memberi perintah. Ia membukakan pintu penumpang depan, samping kemudi untuk Yessa.

Untuk beberapa saat Yessa terdiam, ia menelan ludahnya dengan susah payah mendengar tawaran itu. Kepalanya terangkat menatap pria yang tingginya menjulang tersebut.

“Nggak, dok. Saya bisa pesen ojek online,” tolak Yessa halus.

“Kenapa tidak dengan saya saja? Kita searah.”

“I-iya, tapi ... kita ini senior dan junior, dok. Gak enak kalau saya naik mobil dokter. Apa kata orang-orang di rumah sakit nanti, kalau saya keluar dari mobil dokter?” sahut Yessa hati-hati.

“Memangnya mereka akan bilang apa?” Isandro melipat kedua tangannya di dada.

Yessa terdiam, haruskah dia menjelaskan hal itu pada Isandro yang seharusnya sudah paham? Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Dok, begini ... saya dan dokter ini kan senior dan junior. Terus, saya sama dokter sama-sama sudah berkeluarga ....”

“Hm,” sahut Isandro singkat, kepalanya mengangguk. “Lalu?”

“Bukannya itu terkesan buruk ya, dok? Gimana kalau nanti orang-orang mikir, kalau—“

“Kalau apa?” potong Isandro, tangan kirinya terangkat memeriksa arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. “Saya dan kamu tidak punya banyak waktu mengobrol di sini. Kita bisa telat, dan kalau telat, kamu yang akan dihukum, bukan saya.”

Isandro membuka pintu mobil lebih lebar, lalu sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Yessa. “Mau masuk sendiri, atau perlu saya bantu?” tanyanya dengan suara tenang. Tangan besarnya sudah terulur, seakan siap menggenggam lengan Yessa.

Yessa menelan ludahnya, jantungnya berdegup cepat. Gengsinya berteriak untuk menolak, tapi rasa takut terlambat membuatnya tak bisa banyak berpikir. Dalam hati, ia juga tak benar-benar keberatan—selama Isandro tidak menganggapnya merepotkan.

“Baik, dok, saya ikut,” putus Yessa pada akhirnya, dia dengan cepat masuk ke dalam mobil Isandro dan duduk dengan tenang di kursi samping kemudi.

Isandro menutup pintu, lalu mengitari mobil menuju kursi kemudi. Setelahnya, dia membawa mobil mewahnya meninggalkan kawasan rumah Yessa dan melaju dengan kecepatan rendah.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit, tak ada percakapan yang keluar dari mulut mereka berdua. Isandro fokus mengemudi, sementara Yessa menatap ke luar jendela untuk menghilangkan kejenuhan.

Hening sesaat, kemudian Isandro membuka suara. “Semalam itu bukan jatuh dari ranjang, kan?”

Yessa sontak menoleh pada Isandro yang menatap lurus ke jalan raya. “Maksud dokter?”

“Maaf kalau saya terkesan ikut campur, tapi semalam saya tidak sengaja mendengar pertengkaran kalian.”

Yessa meremas kedua tangannya di atas pangkuan, tubuhnya langsung menegang. Ia tak bisa mengelak, itu sudah jelas dan Isandro bukan pria yang mudah dikibuli.

Tepat saat itu, lampu lalu lintas berubah merah. Mobil pun melambat lalu berhenti sempurna di garis pembatas jalan, menciptakan jeda hening yang membuat ucapan Isandro terasa semakin menekan.

Dalam keheningan itu, Isandro akhirnya menoleh, menatap Yessa dengan sorot mata yang tenang tapi menusuk. “Kamu nggak perlu pura-pura kuat, Yessa.”

Tangannya terulur meraih tangan Yessa yang berada di pangkuan, lalu mengusapnya lembut dengan ibu jari. “Saya ada, kalau kamu butuh,” lanjutnya, suaranya rendah.

Yessa menggigit bibirnya, menatap Isandro dengan sorot mata yang bergetar di antara ragu dan dorongan yang tak bisa ia kendalikan. “Dok ….”

“Hm,” sahut Isandro singkat, suaranya berat dan serak, sekaligus menggetarkan dada Yessa.

Keheningan di antara mereka kian pekat, seperti ada sesuatu yang tak kasat mata mendorong keduanya semakin dekat. Jantung Yessa berdegup kencang, ia memejamkan mata, pasrah pada gejolak yang membuncah.

Detik berikutnya, Isandro menautkan bibirnya pada bibir Yessa—sebuah ciuman lembut dan menuntut. Membuat suara cecapan dari ciuman mereka menjadi latar keheningan kabin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 182 | BERHENTI MAKSA

    “Si-siapa, El?” suara Shofia terbata, ingin memastikan kalau dirinya tidak salah dengar. Yessa. Nama itu, bukankah itu nama wanita yang menjadi selingkuhan Isandro? Seorang perawat di rumah sakit milik keluarga suaminya, dan sudah di-blacklist. “Yessa, tante,” ulang Ella lagi. “Intinya, Isandro bilang sama aku buat gak berharap sama hubungan yang ingin tante bangun antara aku sama dia.” “San bilang kalau dia udah punya pengganti Aurora. Dan wanita perawat itu, Yessa—kebetulan dia ada di sana.” “Waktu aku bahas soal aku sama San kedepannya, di hadapan Yessa. Tante tahu ...?” mata Ella kembali berkaca-kaca. Shofia hanya diam, menunggu kelanjutan ucapan Ella. “San marah sama aku, tante. San bilang ke aku, suruh aku jagat mulut—jaga bicara di depan Yessa. Siapa lagi kalau bukan dia?” suaranya bergetar karena kecewa. Kedua tangan Shofia meremat pakaian mahal yang dia kenakan. Jantungnya masih berdetak cepat, karena ternyata selama ini dia sudah bertemu dengan Yessa. Wanita y

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 181 | SHOFIA TAHU

    “Jaga mulut kamu di depan Yessa,” Ella mengerutkan kening, matanya melirik antara Isandro dan sosok perempuan di belakang. “Kenapa dengan perawat itu?” tanyanya sinis. “Apa masalahnya? Sekarang urusannya aku sama kamu, bukan sama dia.” Udara di dalam mobil tiba-tiba terasa menegang. “Kamu harus tahu, kalau Yessa—“ Isandro hendak membuka suara, bibirnya sudah bergerak untuk mengatakan sesuatu yang jelas bukan untuk telinga Ella. Namun sebelum kata itu keluar, Yessa buru-buru menimpali, suaranya sedikit bergetar. “Dok, jangan berantem, ya? Mending mobilnya jalan dulu, nanti kita bisa telat ke klinik.” Isandro menatap Yessa sekilas lewat kaca spion tengah. Tatapan itu seperti sebuah pesan diam, tak ingin Isandro memberitahu hubungan mereka di masa lalu. Ia menarik napas panjang, menahan semua yang ingin diucapkan. Tangan kirinya kembali ke kemudi, dan tanpa kata lagi, mobil itu melaju perlahan di jalanan desa yang berdebu, meninggalkan suasana hening yang menyesakkan di antara

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 180 | JAGA MULUT KAMU

    “Calon istri?” gumam Fika dengan kening mengernyit. Bukannya Isandro sudah punya istri? Dan istrinya melahirkan anak prematur? Tapi wanita di hadapannya ini mengaku sebagai calon istrinya. Apa Isandro sudah bercerai karena kehilangan sang anak, pikirnya. “Iya,” balas Ella cepat, penuh percaya diri. “Di mana kamar Isandro?” Fika langsung membawa pandangannya ke kamar Isandro yang terletak di sebelah kanan kamar Yessa. “Itu dia. Sepertinya dokter Isa lagi sarapan.” Ella mengangguk paham. “Saya ke sana dulu, ya? Terima kasih sudah memberitahu.” “Sama-sama,” balas Fika masih heran, seharusnya sebagai calon istri—Ella tahu di mana letak kamar sang calon suami. Begitu Ella berjalan meninggalkan Fika, dan hendak menuju kamar kos Isandro. Tepat saat itu juga, Isandro keluar dari kamarnya dan terkejut menemukan Ella di sana. “Ngapain kamu ke sini?” suaranya masih terdengar dingin dan menusuk. “Kita berangkat bareng ke klinik.” “Aku udah janjian dengan orang lain,” balas Isandro datar,

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 179 | CALON ISTRI

    “Ah, maaf. Saya ... maksud saya, kalau kamu tidak suka tidak apa-apa. Em, mau saya cari nama lain?” tanya Isandro sedikit kikuk, karena menyarankan namanya mirip dengan nama Yessa. Fika sedikit tercengang, nama ‘Yessy’ yang direkomendasikan oleh Isandro sama sekali tidak buruk. Toh, aslinya kan ini memang anaknya Yessa. Isandro ingin mengumpat dirinya dalam hati, entah kenapa dia keceplosan memberikan nama Yessy karena membayangkan itu anak Yessa dan dirinya. Dia hampir gila rasanya. “Fika, mungkin ... panggil saja namanya Eci? Panggilan saja, kan? Kalau ayahnya suatu saat kembali, kamu bisa menggunakan nama pemberian ayah kandungnya.” Kata Isandro lagi. Fika langsung tersenyum lebar. “Gak, dok. Udah bagus kok. Yessy, terus panggilannya Eci, ya?” “Tapi ...,” Isandro menghela napas ringan, merasa tak enak. “Namanya sedikit mirip nama teman kamu, Yessa.” “Nggak apa-apa, ini kan juga anaknya Yessa. Kami berbagi. Anakku, anak Yessa juga, dan begitu juga sebaliknya,” balas Fika penu

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 178 | BERIKAN NAMA

    “Mas Isa yang undang dokter Ella ke sini?” tanya Yessa sambil menatap wanita itu yang tampak mencari seseorang di klinik. Isandro menggeleng pelan, dia juga tidak tahu Ella datang dalam rangka apa. Tak ada pemberitahuan. Tapi setelah dipikir-pikir, ini pasti ada sangkutannya dengan sang ibu. “Buka kuncinya, Mas. Saya mau turun!” desis Yessa, suaranya dingin dan menusuk. “Mau turun ke mana?” “Saya mau pulang, saya capek dan butuh istirahat,” balas Yessa masih dengan nada dinginnya. Tapi lebih dari itu, dia ingin segera menemui anaknya dan menyusuinya. Tak mungkin dia terus membiarkan anaknya dirawat Fika yang sebenarnya masih butuh bimbingan psikologis. “Tunggu sebentar, biar saya turun dulu untuk menemui Ella,” kata Isandro sambil membuka pintu dan turun dari mobil. Namun dia tak tahu saja Yessa masih sama keras kepalanya. Saat Isandro menghampiri Ella, Yessa mengambil kesempatan untuk kabur. “El,” panggil Isandro pada mantan kekasihnya dulu itu. Ella menoleh ke sumber suara,

  • Gairah Terlarang: Sahabat Suamiku, Nafsu Rahasiaku   CHAPTER 177 | KEDATANGAN ELLA

    Ruang perawatan siang itu terasa lengang. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar di antara aroma antiseptik dan cahaya putih dari lampu. Yessa duduk di kursi dekat meja administrasi, kedua tangannya menggenggam erat pulpen, tapi matanya kosong. Pandangannya tak benar-benar fokus pada berkas-berkas pasien yang tergeletak di hadapannya. Kata-kata Isandro terus bergema di kepalanya—‘Ada syaratnya.’ Nada suaranya terlalu tenang untuk diabaikan, tapi juga terlalu dingin untuk tidak membuat jantungnya berdegup cepat. Syarat? Apa yang dimaksud Isandro dengan, syarat? Yessa menggigit bibir bawahnya. Bayangan wajah pria itu terlintas jelas di benaknya—tatapan tajam, senyum miring yang seolah menyimpan sesuatu. Ia tahu, Isandro tidak akan pernah memberi sesuatu tanpa maksud tersembunyi. Entah kapan pria itu akan memberitahunya. “Yessa?” panggil salah satu perawat lain, membuatnya tersentak kecil. “Eh? Iya?” “Dari tadi kamu melamun. Ada pasien yang minta kamu ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status