Sandra yang refleks memeluk Arya, segera melepaskan pelukannya. Pipinya memerah, ia jadi salah tingkah.
"Maaf, aku tidak seharusnya melakukan ini."Jari telunjuk Arya menyentuh bibir Sandra dengan lembut."Ssstt! Jangan katakan apapun. Aku mencintaimu. Aku mencoba berkali kali menepis perasaan ini. Tapi aku tidak bisa."Austin berlutut di depan Sandra. Ia mengulurkan tangannya, mirip seperti seseorang yang akan melamar kekasihnya."Aku ingin ada dalam hidupmu. Biarkan aku menjadi bagian dari hatimu. Apa kau mengizinkannya?"Sandra jadi membeku. Ia tak menyangka, jika Arya akan meminta hal seperti ini."Kenapa diam? Jangan palingkan wajahmu. Aku di sini menunggu jawabanmu."Sandra masih saja diam. Ia merasa dilema. Namun, ia tak bisa menyangkal, jika dirinya merasa nyaman di dekat lelaki itu."Kenapa kau ciptakan sekat di antara kita?Seakan kau tahu, jika sekat itu dilepas, air bukan hanya akan mengalir deras tapi mampu merobohkan dinding bendungan yang ada." Arya melanjutkan ucapannya.Sandra menatap Arya, lekat lekat. Bibirnya masih tak bisa bergerak. Bahkan tangan dan kakinya juga ikut mematung."Sekarang katakan dengan jelas, apa kau tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang aku rasakan untukmu?" Arya bertanya aembari menaikkan kedua alisnya.Kakek tua penjual bunga yang sejak tadi mengamati mereka berdua, mendadak ikut berbicara."Nak, kesempatan untuk sesuatu hal, bisa saja datang berkali kali. Tapi cinta dari seseorang yang tulus seperti itu, tak mungkin kau dapatkan kedua kalinya.""Dia yang berlari ke arahmu dan ikut menangis bersamamu ketika kamu terluka, tak perlu ditanyakan seberapa besar rasa cinta di dalam hatinya untukmu."Kata - kata Kakek tua membuat Sandra semakin dilema. Sebab ia masih memikirkan Rayhan dan juga kedua anaknya."Tapi bagaimana dengan anak anak dan juga."Belum selesai Sandra bicara, Arya menyela pembicaraan."Kita akan hadapi bersama. Kita tak akan melukai siapapun. Aku bersamamu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. I love you." Arya mencium kening Sandra.Sandra yang sejak awal merasakan hal tak biasa ketika berada di dekat Arya, hanya bisa menerima ciuman lelaki itu dengan pasrah.Kakek penjual bunga mengira pasangan itu bertengkar. Dia merasa lega melihat keduanya sudah akur dan bisa saling menerima. Kakek penjual bunga, berjalan meninggalkan Arya dan Sandra.Arya yang melihat Kakek berjalan pergi segera memanggilnya kembali."Kakek! Mau kemana? Aku belum membeli bunga kan?""Kakek mau pulang Nak.""Tunggu Kek, ini uang untukmu. Aku beli semua bunganya." Arya menyodorkan lembaran uang."Terima kasih sudah menjaga wanita spesialku." Arya bicara lagi.Arya mengambil sekuntum bunga tulip warna putih dan memberikan bunga itu kepada Sandra."Aku ingin bahagia, membahagiakanmu dan dibahagiakan olehmu.""Untuk apa kamu membeli beragam jenis bunga sebanyak ini?" Sandra bertanya dengan heran."Untuk menghias Villa dan taman di depannya."Arya membantu Kakek mendorong gerobak berisi bunga. Mereka berjalan pulang ke Villa.Sampai di depan Villa, terlihat Rayhan sedang berdiri di depan pintu rumah. Ia berjalan mendekati Florist. Matanya melihat ke kanan dan ke kiri."Kalian pergi bersama?" Rayhan meraih tangan istrinya lalu meremasnya dengan kuat."Lepaskan aku, Mas!" Sandra gemetar.Arya berjalan mendekati Rayhan. Keduanya saling menatap seakan ingin saling menerkam satu sama lain."Tidak! Jangan lakukan ini lagi!" Sandra panik.Mendengar kabar kecelakaan yang menimpa Sandra, Ayunda langsung berpikir jika semuanya itu berkaitan dengan Novi.Maka ia berinisiatif untuk menelepon Novi. Nada sambung terdengar, Ayunda menanti dengan wajah penasaran. Tapi si pemilik telepon, tak mau menjawab.Bahkan hingga lebih dari 3 kali Ayunda menelepon, Novi tak menjawab."Kenapa dia tidak mengangkat teleponnya?" Ayunda tampak kesal.Saking fokusnya dengan benda pipih yang ia pegang, ia tak menyadari jika Dani sudah pulang. Dani berdiri di dekat kursi sofa, tempat Ayunda sedang duduk."Ada apa Ma? Mama menghubungi siapa? Kelihatannya penting banget ya?" Ucapan Dani membuat Ayunda terjingkat. Ia menoleh dan menatap lurus ke arah suaminya."Papa! Bikin Mama kaget aja!""Mama kenapa? Kok kelihatan panik?" tanya Dani penuh curiga."Panik apa? Mama nggak apa apa kok!" Ayunda mengelak. Ia tak ingin membicarakan mengenai kecelakaan yang dial
"Nggak ada yang cari ikan hari ini, Pak?" tanya seorang polisi."Tidak ada. Pada takut ke danau, kalau hari jumat. Banyak memedi soalnya," jawab Pak Aris, seorang warga lokal yang sangat percaya akan legenda di Desa tempat tinggalnya tersebut.Rayhan dan Arya berbicara, keduanya sepakat untuk melibatkan tim penyelamat. Tim penyelamat, langsung menerjunkan beberapa penyelam untuk mencari sampai ke dalam Danau."Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Rayhan pelan karena dadanya terasa sesak."Dia bilang akan menjemput Levin sendiri ke Mini Zoo Seruni. Aku tak tahu kenapa tiba tiba rem mobilnya tidak berfungsi." Arya menjelaskan sekenanya."Jadi Levin dimana sekarang?" Rayhan makin was was."Mini Zoo Seruni." Rayhan menelepon pihak sekolah dan menanyakan keberadaan anaknya. Pihak sekolah menjawab jika Levin sudah pulang dari Mini Zoo dan sudah di jemput oleh Pak Man di sekolah."Bagaimana Levin? Maaf aku lupa jika dia
Sementara di dalam rumah, akhirnya Sandra berhasil membujuk Ana. Ana akhirnya paham dengan apa yang dibicarakan oleh ibunya. Ia setuju untuk tidak ikut menjemput kakaknya.Sandra berpamitan dengan putri kecilnya. Ia melambaikan tangan ke arah putrinya sambil menginjak pedal gas. Sandra melihat tatapan sedih putrinya. Tapi ia tetap berlalu meninggalkan Ana di rumah."Mama akan segera pulang sayang." Sandra menutup kaca mobilnya.Sandra menyetir pelan. Ia menyalakan musik dan menikmati pemandangan.Mini Zoo Seruni terletak di Desa Mranggi. Desa yang berada di daerah perbukitan Ranggi. Terdapat Danau yang cantik juga di sana.Mobil Sandra berbelok ke kanan dan memasuki kawasan Desa Mranggi. Merasa bosan mendengarkan musik, ia mengambil ponselnya dan menelepon Arya."Ya sayang. Bagaimana harimu?" tanya Arya dari sebrang telepon." LAku sekarang sedang berada di Desa Mranggi.""Desa itu kan cukup jauh dari kota. Untuk apa kamu ke sana?" Arya agak khawatir. "Levin semalam minta dijemput la
"Tentu saja. Lagi pula aku sudah kangen menyetir mobil sendiri." Sandra mengangguk mantap.Sandra meminta Arya untuk masuk ke dalam. Mereka berbicang serius mengenai mimpi yang semalam dialami oleh Sandra. Ia juga menceritakan kejadian buruk yang hampir dialami oleh putranya."Mendengar ceritamu membuatku takut. Aku jadi makin ragu membiarkanmu menyetir seorang diri," ucap Arya."Semoga itu hanyalah firasat saja.""Ingat untuk selalu berdoa sebelum keluar dari rumah.""Kata katamu sama seperti kata kata Ibuku." Sandra tersenyum tipis.Malam semakin larut, akhirnya Arya berpamitan pulang. Sebelum pulang ia memastikan Sandra agar menyetir dengan hati hati, besok pagi."Apa kau tahu, jika aku sangat mengkhawatirkan dirimu? Tolong jaga dirimu baik baik. Selalu berikan kabar padaku jika kau butuh bantuan," ucap Arya seraya masuk ke dalam mobilnya dan pergi pulang.Sandra masuk ke dalam rumah. Ia menyuruh Liya untuk m
"Ehmmm... Mas Rayhan masih tidur. Ibu nggak usah khawatir, mulai sekarang Sandra akan sangat hati hati. Lagipula di sini banyak yang menjaga Sandra kok," ucap Sandra berbohong."Rayhan masih tidur? Tapi ini kan sudah sangat siang. Apa dia tidak pergi ke kantor hari ini?" "Pergi Bu. Tapi emang Mas Rayhan mau bangun agak siang hari ini. Sudah dong Bu, khawatirnya." Sandra terus beralasan."Iya ya... Ibu percaya. Putri Ibu, sekarang sudah dewasa. Sudah mandiri. Ya sudah Ibu tutup teleponnya. Jangan lupa biasakan baca doa sebelum keluar dari rumah." Sulastri menutup telepon.Selesai bercakap dengan ibunya di telepon, Sandra kembali ke dapur. Ia menyiapkan makanan untuk anak anaknya.Anak anak makan dengan cepat. Setelah makan, mereka pamit berangkat ke sekolah bersama dengan Pak Man."Titip anak anak ya Pak.""Siap Non," ucap Pak Man.Sandra kembali ke dalam rumah, setelah melihat anak anaknya pergi ke sekolah dengan aman bersama Pak Man.Sandra melanjutkan pekerjaan rumah tangga seperti
Melihat wajah majikannya yang sangat tegang, Darti berusaha untuk menghibur." Mungkin masih tidur. Ini masih pukul 2 pagi lho, Bu," ucap Mbok Darti sembari menunjuk ke arah jam dinding. Jam dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Udara di dalam ruangan juga terasa lebih dingin dari biasanya."Tapi tak biasanya Sandra mematikan ponselnya, meski saat ia sedang tidur," tukas Sulastri."Mungkin Non Sandra lupa nggak mengisi daya batere ponselnya. Jadi ponselnya tidak menyala." Darti terus mencoba menenangkan dengan memberikan alasan logis yang masuk akal."Mungkin saja ya... Aku akan duduk di sini lagi dan mencoba menghubunginya lagi jam 4 pagi." Sulastri bersikeras."Kemarin bukannya Ibu sudah teleponan sama Non Sandra? Pasti Non Sandra baik baik saja, Bu. Ada suaminya dan juga Pak Dani yang menjaga dia." Darti menasehati."Iya kamu benar. Pak Dani nggak akan mungkin membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Sandra." Sul