Rayhan melepaskan tangan Sandra. Ia membuang wajahnya. Terlihat raut wajahnya yang kesal tapi ia berusaha untuk menahan emosi.
"Begitu banyak bunga 1 gerobak penuh. Untuk apa bunga bunga itu dibawa ke sini?" Rayhan bertanya sembari menatap sinis ke arah bunga bunga itu."Yang pasti, untuk ditanam. Tidak mungkin untuk kita makan. Karena kita bukan kambing." Arya mencoba untuk mencairkan suasana yang sempat memanas.Rayhan yang mendengar jawaban tersebut, tersenyum kecil."Konyol sekali jawabanmu itu!"Mereka menata bunga di seluruh penjuru taman yang ada di Villa. Kakek penjual bunga juga sudah berpamitan pulang. Hanya ada mereka bertiga di taman.Rayhan mendekati Sandra, mencoba menyentuh lengan istrinya. Tapi sebelum berhasil disentuh, Sandra pergi menghindari suaminya."Maaf aku permisi dulu. Aku ingin mandi. Badanku terasa kotor." Sandra bicara kepada dua lelaki di depannya."Tentu." Arya dan Rayhan, menjawab dengan kompak.Sandra berlalu meninggalkan kedua lelaki itu."Dimana anak - anak?" Arya bertanya kepada Rayhan.Rayhan tidak menjawab pertanyaan sahabat karibnya itu malah balik bertanya dengan sorot mata yang tajam."Dimana kau temukan istriku?""Di dekat Jembatan Blue Bell. Dia duduk di sana dengan penjual bunga. Itu sebabnya aku membeli semua bunga yang dijual, sebagai ucapan terimakasih.""Kamu terlalu berlebihan. Tak perlu sampai membeli bunga sebanyak ini. Dan tak perlu ikut campur dalam kehidupan rumah tangga kami terlampau jauh." Rayhan menyahut dengan satu sisi bibir yang terangkat.Arya mengeryitkan kening, membuat kedua alisnya bertemu di tengah. Ia tak menyukai ucapan sahabatnya."Terkadang memang diperlukan orang ketiga untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di antara kalian."Mereka berdua menyelesaikan pembicaraan dan kembali ke kamar masing-masing. Saat makan malam, Arya tidak ikut bergabung dengan Rayhan dan keluarganya.Di dalam kamar, Rayhan memeluk tubuh istrinya dari belakang sambil berbisik."Maafkan aku.""Kau terlalu sering meminta maaf." Sandra menjawab pelan.Rayhan mengecup bahu istrinya. Menyisir helai demi helai rambut istrinya menggunakan jemarinya sendiri."Mas, aku tidak ingin melakukan 'itu' denganmu malam ini. Aku masih tidak enak badan." Sandra bicara dengan suara bergetar, ia takut suaminya kembali marah."Aku tidak ingin bercinta. Aku hanya ingin tidur dengan belaian tanganmu." Rayhan bicara dengan mata sayu karena mengantuk.Sandra membelai rambut suaminya, tak butuh waktu lama untuk Rayhan tertidur pulas. Ia pun segera beranjak meninggalkan suaminya, menuju ke dapur.Sandra menyiapkan makanan, dan segera mengantarkan makanan itu ke kamar Arya."Tok! Tok!"Arya membuka pintu, senyum di wajah tampannya mengembang sempurna. Ia mempersilahkan Sandra untuk masuk ke dalam kamarnya.Sandra masuk ke kamar Arya, ia meletakkan nampan berisi makanan di meja dekat tempat tidur. Arya berjalan ke arah pintu dan menguncinya."Apa yang kau lakukan?" Sandra bingung."Deg!" Degup jantung Sandra terdengar jelas.Tangan Arya meraih tubuh Sandra. Mereka berpelukan."Aku mencintaimu. Terima kasih telah menerimaku menjadi bagian dari hidupmu." Arya menatap lekat lekat wanita pujaannya.Sandra yang kalut tak dapat mengendalikan pikirannya. Ia terbawa suasana romantisme dengan teman suaminya. Bibir keduanya dengan cepat saling bertaut.Tangan Arya meraih kancing baju Sandra. Sandra tampak makin gugup."Kita tak akan melakukannya sampai kamu siap." Arya berbisik.Tak disangka, Sandra malah melepaskan seluruh kain yang ia kenakan. Ia berdiri tanpa kain di hadapan teman suaminya.Arya melongo kaget melihat pemandangan indah yang ada di hadapannya."Tok! Tok!" Tiba tiba suara ketukan pintu membuat keduanya, kaget."Siapa yang datang ke sini?" Arya bingung."Apa mungkin Mas Ray melihatku, saat aku masuk ke dalam kamar ini?" Sandra gemetar.Johan sudah sampai di depan kamar pembantunya. Suara Asih dan Viko terdengar makin jelas di telinganya. "BRak!" Johan menendang pintu kamar pembantunya. Membuat sepasang sejoli itu menghentikan aktivitas panas mereka.Keduanya tertangkap b4$ah sedang melakukan perbuatan terlarang. Wajah Asih dan Viko tampak memerah. Keduanya bahkan tak bisa bergerak atau sekedar memberikan penjelasan.Asih hanya bisa menyembunyikan dirinya di dalam selimut. Ia membiarkan rambut panjangnya yang acak acakan menutupi wajahnya. Viko dengan cepat memakai celananya. Lalu berdiri dengan tegak menghadap ke arah Johan. "Sejak kapan kalian melakukan hal ini?" Johan mulai menginterogasi Viko dan Asih."Itu Pa. Anu, kami hanya bermain main sedikit saja." Viko menjelaskan dengan gugup. Suaranya terbata bata. Wajahnya menunduk melihat lantai tak berani menatap mata ayahnya."Anu itu! Apa? Viko, Papa sudah ingatkan kamu! Jangan sampai kamu menyakiti
Aurelia menarik tangan Divya. Ia ingin berdiskusi sedikit dengan Ibunya. "Ma, aku ingin bicara sebentar." "Bicara apa? Bicara saja di sini." "Tidak bisa Ma, ini rahasia." Aurelia berbisik. Divya mengikuti Aurelia ke sisi belakang restoran. "Ma... aku sudah belikan sepasang cincin untuk Ana dan Viko. Jika pertunangan mereka dipercepat, apa pendapat Mama?" "Dipercepat kapan? Sekarang?" "Iya sekarang, malam ini juga." Aurelia mengangguk. "Mama sangat setuju. Jangan menunda waktu, untuk meresmikan hubungan mereka." "Aku harus bicara dengan Viko lebih dulu. Akhir akhir ini dia jadi pembangkang karena bergaul terlalu dekat dengan Asih." "Asih siapa? Pembantu di rumah kamu itu?" tanya Divya. "Iya!" Aurelia mengangguk. "Jangan jangan Viko dan Asih sudah melakukan hubungan suami istri! Mama sudah sering mengingatkan kamu. Tapi kamu nggak pern
Resto Night Golden Empress sudah dipenuhi dengan keluarga calon besan. Ayunda dan Rayhan tampak kompak mengenakan busana batik.Helena dan Aland duduk di dekat kolam kecil bersama dengan Agatha dan juga Dimas.Sulastri ditemani oleh Arnold juga hadir di sana. Semua keluarga besar Ana hadir, untuk memberikan dukungan.Aurelia dan Johan menatap semua keluarga Ana dengan penuh senyuman ramah. Aurelia berjalan ke arah Sandra. Mereka saling berpelukan sembari mengucapkan salam. Seluruh anggota keluarga duduk bersama."Apa kita akan melangsungkan acara pertunangan? Kenapa acaranya semewah ini?" ucap Rayhan."Tentu saja acaranya harus mewah. Karena ini adalah penyatuan keluarga besar kita. Kita tak bisa mengadakan acara yang biasa biasa saja," sahut Johan."Viko ayo ke sini," ucap Divya yang tidak senang saat melihat Viko memainkan ponsel di tangannya."Iya Nek." Viko mengangguk."Viko, jangan memegang ponsel terus men
Saat sampai di dapur, Aurelia tak melihat siapapun kecuali Asih yang sedang berdiri dengan wajah ketakutan menatap ke arahnya. Aurelia memperhatikan bibir Asih yang basah. Rambut pembantunya juga terlihat sedikit berantakan. Satu kancing bajunya juga terbuka. "Apa yang terjadi Asih?" Aurelia bertanya sambil melihat ke arah sekelilingnya dengan cepat. "Saya tidak sengaja menyenggol gelas, Nyah." Asih tampak gugup saat menjawab. "Kenapa kau tidak fokus saat bekerja?" Aurelia melirik ke arah kamar mandi kecil yang ada di dekat dapur. Ia dapat menangkap bayangan seseorang yang sedang bersembunyi di balik pintu kamar mandi. "Siapa yang sebenarnya sedang kau sembunyikan?" ucap Aurelia penuh curiga. "Menyembunyikan apa Nyah? Tidak ada. Saya tidak menyembunyikan siapapun." Asih menggelengkan kepala. Aurelia dengan marah menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Saat ini, Viko sudah berhasil
Keesokan harinya, Arya menghubungi Johan melalui telepon kantornya. Ia mengatakan jika ingin segera mengatur hari pertunangan Ana dan Viko.Kabar baik ini tentu saja disambut dengan tangan terbuka oleh Johan. Johan mengajak keluarga besar Arya untuk menghadiri acara makan malam.Arya juga mengabarkan hal baik ini kepada Rayhan. Rayhan tertawa senang mendengar anak gadisnya mau menuruti ucapannya. "Jadi malam ini kita akan bertemu dengan keluarga Johan?" "Ya! Malam ini kita akan datang untuk bertemu mereka. Aku harap, kau juga bisa ikut hadir dalam pertemuan penting nanti malam." "Tentu saja aku akan hadir! Ana adalah putri kandungku. Siapa lagi yang akan menikahkan dia, kalau bukan aku, ayah biologisnya!" Rayhan mematikan sambungan telepon. *****Mata Asih mulai memerah. Air di sudut matanya tak dapat lagi ia bendung. Ia menangis sesenggukan di pojokan dapur. Namun Asih tak bisa larut dalam kesedihan terlalu lama. Karena Aurelia, Nyonya rumahnya sudah memanggilnya. "Asih! Asih!""
Ana tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja, menghilang dari pandangan Andrew. Ana meminta asisten rumah tangganya untuk mengatakan pada Andrew, jika dirinya tak mau bertemu dengan siapapun. Ana juga meminta asisten rumah tangga itu untuk mengatakan jika Andrew tak perlu datang lagi untuk menemuinya.Sang asisten rumah tangga dengan patuh mengikuti semua perkataan majikannya tanpa banyak bertanya. Sandra yang melihat hal itu, menegur sikap putrinya yang menurutnya terlalu kasar. "Tidakkah lebih baik kau temui Andrew? Dan selesaikan semuanya dengan baik? Ana, masih ada waktu jika kau mau membatalkan semuanya! Mama akan bicara pada papa." "Tidak Ma. Sudah aku bilang tidak. Aku ingin berbakti kepada Papa." Ana bersikeras.Asisten rumah tangga berdiri di depan Andrew. Ia mengatakan persis seperti apa yang dikatakan oleh Ana.Mendengar semuanya itu, Andrew merasa kecewa. Tapi ia tak bisa berbuat apa apa selain keluar dari rumah mewah itu.*****Hari ini, Abel mulai masuk ke kantor untuk