Mendengar suara seseorang, keduanya kompak menoleh ke arah sumber suara.
"Ayah," ucap Silvi sambil tersenyum. Ya, orang itu adalah Pak Budi ayahnya Silvi, sekaligus mandor perkebunan tersebut.Jaka yang ditatap langsung mencoba menjelaskan maksud kedatangannya. "Begini Pak, kedatangan saya ke sini untuk menanyakan tentang pekerjaan," jawabnya."Pekerjaan?" ucap Pak Budi, mengulang kata-kata Jaka."Iya Pak, saya datang ke sini untuk menanyakan pekerjaan, Bapak saya bilang, kalau Pak Budi sedang membutuhkan seorang pekerja, dan Bapak saya, meminta saya untuk menggantikannya," ucap Jaka."Oh jadi kamu bersedia menggantikan Pak Agus, untuk bekerja di perkebunan, ini," tanya Pak Budi memastikan."Iya Pak, saya datang ke sini, memang untuk menggantikan pekerjaan Bapak saya," ucap Jaka.Mendengar ucapan Jaka, Pak Budi dan Silvi tersenyum senang. Khususnya Silvi, gadis itu sangat senang, karena akhirnya pemuda yang disukainya itu sebentar lagi akan bekerja di perkebunan, itu artinya jika setiap hari ia akan bertemu dengan lelaki pujaan hatinya tersebut."Keputusan yang bagus, baiklah, kalau kamu sudah siap bekerja di sini, kamu bisa memulainya besok, bagai mana?" tanya Pak Budi."Baiklah Pak," jawab pemuda berkulit hitam manis tersebut."Oya Silvi, kamu kenapa datang sepagi ini?" tanya Pak Budi, sambil menatap ke arah putrinya."Eh, itu Yah, aku tadi mau bertanya sesuatu, tapi apa ya? aku tiba-tiba saja lupa,"ucap Silvi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, padahal gadis itu hanya beralasan saja agar bisa bersama dengan Jaka, pujaan hatinya tersebut. Kapan lagi bisa jalan berduaan seperti tadi, pikirnya.Sedangkan Pak Budi, hanya menggelengkan kepalanya, ia sangat tahu kalau putrinya itu hanya beralasan saja."Kalau begitu ayo biar sata antar untuk melihat-lihat, agar kamu tahu mana saja yang nantinya akan kamu kerjakan," ucap Pak Budi."Baik Pak, sebelumnya terimakasih," ucap Jaka. Dan ketiganya pun langsung beranjak untuk berkeliling, dan melihat para pekerja di sana.***"Nak, bagai mana? Apa kamu sudah berhasil membuat gadis itu, menerima lamaran kita?" tanya seorang wanita paruh baya, kepada putranya."Belum Bu, sepertinya sangat susah untuk meyakinkannya," jawab sang putra, yang tidak lain adalah Ciko dan ibunya, Bu Lela."Loh kamu ini bagai mana sih, Nak? Masa menaklukan satu gadis saja tidak bisa, kamu itu kan tampan, ibu yakin Neng Ayuna juga menyukaimu, mungkin kamunya saja yang kurang usaha," ucap Bu Lela, yang sedikit menyalahkan putranya.'Huh, Ibu tidak tahu saja bagai mana usahaku untuk mendapatkan gadis itu, tapi ibu tenang saja, aku akan tetap berusaha untuk mendapatkan cintanya, walau bagai manapun caranya.' batin Ciko."Sudahlah Bu, Ibu tenang saja, cepat atau lambat Ciko pasti akan bisa membuat Ayuna menjadi milik Ciko, jadi Ibu tidak perlu risau seperti itu okey," ucap Rama meyakinkan Lela."Benar ya Nak, ibu itu sudah terlanjur suka dengan Neng Ayuna, dan ibu sangat ingin melihat kamu dan dia menikah," ucap Lela penuh harap."Iya, Ibu tenang saja, ya sudah kalau begitu Ciko pamit mau ke rumah Lola, ada yang ingin Ciko bicarakan dengan dia," ucap Ciko berpamitan pada sang ibu.Sesampainya di rumah Lola, Ciko langsung tersenyum, sebab ia melihat gadis pujaan hatinya tenyata juga berada di sana. Dengan langkah lebar, Ciko langsung bergegas untuk mendekati kedua wanita cantik itu, yang saat ini terlihat berada di teras rumah, sangkin asiknya mereka berbicara, hingga tidak menyadari kedatangan Ciko."Lagi pada membicarakan apa sih? Seru banget sepertinya," ucap Ciko, yang seketika membuat kedua wanita itu langsung mengalihkan perhatian mereka."Ciko, bikin kaget saja kamu," ucap Lola sambil mendengus."Hehe,, maaf. Habisnya kalian sepertinya seru banget, memangnya lagi membahas, apa sih?" tanya Ciko penasaran."Lagi membahas kamu," tiba-tiba Ayuna bersuara, namun dengan nada terdengar sinis. Sebenarnya Ayuna merasa kesal, saat dirinya dan Lola sedang membahas sesuatu yang penting, tiba-tiba diganggu oleh Ciko."Benarkah? Memangnya kalian sedang bahas apa, tentang aku?" tanya Ciko terlihat antusias, padahal tadinya Ayuna hanya bercanda saja, saat mengatakannya."Ayuna tanya, kapan katanya kamu melamarnya," ucap Lola, sambil melirik ke arah Ayuna dengan senyum menyeringai. Sedangkan Ayuna langsung melotot kan matanya, saat sahabatnya itu berkata seperti itu pada Ciko, sudah dapat dipastikan, jika pemuda itu akan semangkin gencar mengejarnya."Serius Ay, kalian sedang membahas itu?" tanya Ciko dengan mata berbinar. Saat ini pemuda itu sudah duduk dihadapan kedua wanita cantik tersebut."Iya, kami dan Lola sedang membahas, bagai mana caranya agar kamu, terutama Ibumu itu, tidak lagi mengharapkan aku, untuk menjadi menantunya," ucap Ayuna, membuat semangat Ciko seketika pudar."Ayuna kenapa kamu bicara seperti itu sih? Wajar dong jika Ibuku ingin yang terbaik buatku, dan bagiku hanya kamu yang terbaik saat ini," ucap Ciko yakin.Mendengar penuturan pemuda tampan yang ada di depannya, membuat Ayuna hanya bisa mendengus. Berbeda dengan Lola yang terlihat menyunggingkan bibirnya. Wanita itu salut dengan kegigihan sepupunya itu, yang walaupun setiap saat ditolak oleh Ayuna, namun tetap saja ia tidak menyerah."Kenapa kamu tersenyum seperti itu, Lo?" tanya Ayuna sambil mengerutkan dahi. Membuat Ciko replek mengarahkan pandangannya ke arah sepupunya tersebut."Tidak ada, memangnya salah kalu aku tersenyum," ucapnya menatap jengah ke arah sang sahabat.'Ih, nyebelin banget sih, si Lola.' batin Ayuna menggerutu.Ciko melirik ke arah Lola, terlihat pemuda itu memberikan isyarat pada sepupunya tersebut. Lola yang paham, langsung menganggukan kepala, ia akan memberikan kesempatan untuk sepupunya itu agar bisa bicara dengan sahabatnya."Aduh ya ampun, aku lupa," ucap Lola sambil menepuk jidatnya."Ada apa, Lo?" tanya Ayuna sedikit kaget dengan tingkah sahabatnya tersebut."Feri, tadi dia minta aku buat jemput dia di rumah bibinya," jelas Lola, padahal itu hanya alasan wanita itu saja."Ya sudah kalau begitu, aku pulang saja kalau kamu mau menjemput kak Feri," ucap Ayuna."Eh, jangan! Jangan! Aku hanya sebentar kok, lagi pula kan ada Ciko. Gimana Ko, kamu mau kan temani Ayuna sebentar? Tidak lama, hanya sebentar kok," ucap Lola lagi."Tidak masalah Lo, ya susah kamu pergi saja, jangan sampai Feri menunggu lama, ada aku yang akan menemani Ayuna di sini." ucap Ciko sambil melirik ke arah gadis cantik yang berada di depannya.Setelah kepergian Lola, Ciko langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ayuna." Ayuna boleh aku bertanya, sesuatu?" ucap Ciko sambil menatap gadis itu."Tentu, bicaralah," jawab Ayuna."Apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku menjadi kekasihmu?""Maksudmu apa? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakannya padamu, jika aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun, sama kamu?" ucap Ayuna."Aku tahu, tapi apa tidak bisa kamu memberikanku kesempatan sekali saja Ay, aku beneran cinta sama kamu, dan aku rasa tidak ada laki-laki yang rasa cintanya, sebesar aku mencintaimu," ucap Ciko meyakinkan."Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memberikan aku kesempatan," ucap Ciko, berharap Ayuna akan memikirkan permintaannya."Tidak bisa Ko, sebaiknya kamu cari gadis lain, kamu bukan tipeku, dan lagi pula, aku tidak memiliki perasaan sama kamu, jadi aku tidak bisa memberikan harapan palsu," ucap Ayuna.Ciko mengepalkan tangannya dibawah meja, sungguh harga dirinya seperti sangat direndahkan oleh gadis yang ada didepannya ini, tapi walaupun begitu, Ciko tetap mencoba untuk mengendalikan emosinya. Sebenarnya selama ini Ciko berusaha untuk mengendalikan dirinya, agar tidak bertindak sembarangan yang nantinya akan membuat Ayuna seman
Lola melangkah masuk kedalam rumahnya, yang memang tidak tertutup rapat. Seketika matanya membola, saat melihat adegan yang ada di depan matanya.Ayuna yang melihat kedatangan Lola, dengan sedikit panik gadis itu langsung saja menarik kakinya dari pangkuan Ciko, Ayuna tidak ingin sahabatnya itu berpikir yang tidak-tidak tentang mereka. Walaupun Ayuna sempat merasakan gelenjar aneh karena sentuhan Ciko di kakinya tadi."Sedang apa kalian?" tanya Lola, membuat Ciko langsung menoleh ke arah sumber suara. Berbeda dengan halnya Ayuna, yang mencoba tetap bersikap biasa."Jangan mikir yang aneh-aneh deh Lo, itu tadi aku lagi dipijat oleh sepupumu," jelas Ayuna, yang tahu arti dari tatapan sahabatnya itu."Memangnya kenapa tuh kaki, kok sampai memar gitu?" tanya Lola, lalu mengambil posisi duduk disebelah Ayuna."Ayuna tadi terpeleset saat berada di kamar mandi, aku hanya membantunya untuk memijat kakinya, agar mengurangi rasa sakit dibagian kakinya," jelas Ciko."Kok bisa sih? Makanya hati-h
Ayuna menatap tajam ke arah keduanya, entah kenapa rasanya hatinya tidak rela saat melihat keduanya sedekat itu."Ternyata Silvi juga mengenalnya, sepertinya mereka sangat dekat, rasanya kok hatiku sakit ya, saat melihat kedekatan mereka," gumam Ayuna, sambil menyentuh dadanya yang terasa sesak.Ayuna terus melihat interaksi keduanya, walaupun tidak suka melihat kedekatan mereka, tetap saja, Ayuna tidak ingin tertinggal sedikitpun dengan sosok pemuda yang ada bersama Silvi, yang tidak lain adalah Jaka. Pemuda yang sudah berhasil mencuri perhatiannya."Iih, kok si Silvi kecentilan banget ya sama Jaka, wah, kayaknya dia suka sama Jaka deh," Ayuna terus menggerutu, matanya terus memperhatikan keduanya, hingga sampai Jaka meninggalkan Silvi, barulah gadis itu melanjutkan kembali kendaraannya.Ayuna langsung melajukan kembali kendaraannya, namun kali ini Ayuna memutuskan untuk menuju rumah milik Lola, dan Feri, sahabatnya. Rasanya gadis itu sudah tidak sabar untuk menceritakan apa saja yan
Ayuna memperhatikan sosok yang memasuki area parkir tersebut. Bahkan gadis itu dan Pak Budi masih berdiri di tempat yang sama."Loh, ternyata Nak Jaka, toh" ucap Pak Budi setelah Jaka melepaskan masker dan helm miliknya."Eh, Pak Budi, selamat pagi Pak," sapa Jaka. Lelaki itu memang tidak melihat keduanya tadi.Jaka melirik ke arah gadis yang berada disamping Pak Budi. Gadis yang saat ini terlihat sedang sibuk memainkan ponselnya, lebih tepatnya, Ayuna berpura sibuk, padahal tidak ada hal penting sama sekali.'Gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana, ya' batin Jaka mengingat-ingat sosok Ayuna.Sementara Ayuna masih diam, dengan menyibukkan dirinya. Bahkan gadis itu sengaja tidak menatap ke arah pemuda itu."Kok malah bengong Jak?" ucap Pak Budi, yang membuat Jaka langsung tersadar."Eh, tidak kok Pak," ucap Jaka, pemuda itu kembali melirik Ayuna, dan kali ini disadari oleh Pak Budi."Eh iya, Neng, ini kenalin Jaka, karyawan baru di perkebunan ini," ucap Pak Budi memp
Ayuna langsung membalikan tubuhnya, saat mendapat tepukan pelan di bahunya. Gadis itu semangkin terkejut, saat melihat siapa orang yang ada dibelakangnya itu."Kamu?" ucap Ayuna sedikit kaget."Eh, maaf Neng, saya tidak bermaksud kurang ajar, hanya saja, sejak tadi saya panggil Neng tidak menyahut, makanya saya menepuk pundaknya Neng Ayuna," ucap Jaka, menjelaskan, agar Ayuna tidak salah paham padanya."Iiya, tidak masalah. Aku hanya kaget saja tadi," jawab Ayuna, lalu menundukkan kepalanya, entah kenapa gadis itu merasa sangat grogi berdekatan dengan Jaka. Padahal biasanya dia tidak seperti ini."Neng, mari biar saya antar untuk melihat kedalam," ucap Jaka."Ah, i-iya. Ayo!" ajak Ayuna gugup.'Duh, kok aku jadi gugup gini ya,' batin gadis itu.Ayuna mencuri lirik, ke arah Jaka. Yang ternyata disadari oleh pemuda tersebut."Ada apa Neng? Apa Neng Ayuna ingin bertanya sesuatu kepada saya?" tanya Jaka. Lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak."Iya, aku mau bertanya, apa kamu lelaki y
Saat kedua gadis itu masih terlibat perbincangan, tiba-tiba terdengar suara seseorang, yang membuat keduanya replek mengalihkan pandangan mereka, ke arah sumber suara."Sedang apa kalian?" tanya orang tersebut, yang ternyata adalah Ciko. Disusul oleh seorang gadis cantik di belakangnya.'Siapa gadis yang bersama Ciko itu,' batin Ayuna, yang langsung merasa penasaran. Sebab selama tinggal di desa, dirinya belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Berbeda halnya dengan Silvi, yang langsung merubah wajahnya menjadi cemberut, saat melihat kedatangan gadis itu, siapa lagi kalau bukan Indah."Indah, kamu jadi datang?" ucap Silvi, lalu melirik ke arah rantang yang dibawa oleh gadis itu, ia yakin itu pasti makan siang untuk Jaka. Seketika gadis itu langsung lemas, Karena pasti sudah tidak akan ada kesempatan untuknya berdekatan dengan Jaka siang ini."Tentu, bukankah sebelumnya aku sudah katakan padamu?" ucap Indah sambil tersenyum. Gadis itu sempat melirik ke arah Ayuna, merasa sedikit penas
Indah menatap tajam ke arah orang tersebut, yang ternyata adalah Silvi, sebenarnya gadis itu tidak sengaja mengatakannya. Itu adalah ungkapan isi hati gadis itu, namun siapa sangka akan terucap keluar dari mulutnya. Tadinya Silvi ingin pulang saja, saat melihat kedatangan Indah, namun ia juga tidak rela melihat Jaka hanya berduaan bersama Indah.Mau tidak mau, Silvi terpaksa ikut bersama mereka, walau dengan mulut yang komat-kamit tanpa suara, gadis itu terus menggerutu. sepanjang jalan mereka menuju gazebo, untuk makan siang, dan di sinilah mereka saat ini sedang menikmati makan siang bersama pekerja lainnya.Silvi terus menggerutu di dalam hati, saat beberapa teman Jaka menggoda pasangan tersebut, dan tentunya membuat hati Silvi marah dan kesal, hingga gadis itu melontarkan kalimat tersebut, yang tanpa disadarinya ternyata ucapannya itu malah keluar dari mulutnya."Apa maksud kamu berkata seperti itu Silvi?" tanya Indah.Indah meneguk ludahnya kasar, saat ini tatapan semua orang seda
"Ay, kenapa kamu bicara seperti itu dengan Ciko?" ucap seseorang dari arah belakang keduanya. Ayuna langsung menolehkan pandangannya, ke arah sumber suara, begitupun dengan Ciko."Paman Wildan,"Sapa Ciko. Saat mengetahui ternyata orang tersebut adalah Juragan Wildan.Sedangkan Ayuna hanya melirik sekilas, tanpa ingin menyapa sang Ayah."Ada apa Ciko? Kenapa wajah gadis itu begitu jelek," tanya Juragan Wildan, kepada Ciko. Yang sebenarnya hanya ingin menggoda putrinya tersebut."Oh, itu, aku juga tidak tahu Paman, mungkin putri Paman itu sedang datang tamu bulanan," jawab Ciko. Pemuda itu membalas candaan ayah dari gadis yang disukainya tersebut. Juragan Wildan yang mendengar jawaban Ciko terlihat mengulum senyum, berbeda dengan halnya Ayuna yang semangkin memperlihatkan wajah masamnya."Tidak usah bicara sembarangan kamu Cik, tidak penting banget sih," ucap Ayuna dengan nada ketus."Nak, kok kamu bicara seketus itu pada Ciko? Dia hanya bercanda," ucap Juragan Wildan saat melihat perub