"Tumben ramai—Lho, Kak Vita? Kapan pulang?"
Perhatian kedua wanita itu teralihkan saat adik perempuan Deryl muncul di tengah-tengah mereka."Ini mau kerja lagi," ucap Kavita sambil menyampaikan tasnya ke bahu dan melangkah pergi meninggalkan rumah.Dari cara adik ipar Deryl yang justru jauh lebih kaget saat melihat kehadirannya, Kavita yakin bahwa keberadaan Yura sudah diakui secara resmi."Kak Deryl! Kak, aku mau ngomong!"Deryl yang sedang makan roti di dapur, refleks menoleh ketika mendengar suara Karin."Ngapain teriak-teriak begitu?""Tadi aku bertemu Kak Vita, dia sudah pulang!""Memang, terus kenapa?""Kak Vita hadap-hadapan sama Kak Yura!""Biar saja, kan mereka berdua memang harus saling kenal biar akrab." Deryl menjawab santai, membuat kening Karin berkerut bingung."Ja—jadi ... Kak Vita sudah tahu kalau Kakak nikah lagi?""Tahu lah! Di mana Vita sekarang?""Kerja katanya ....""Biarlah, nanti juga pulang—kontraknya sama si bos kan sudah habis, dia tidak akan punya pilihan lain kecuali pulang ke rumah ini dan menerima Yura sebagai madunya."Karin hanya bisa terdiam saat melihat Deryl menyantap potongan roti bolu dalam ukuran besar, tampak rakus dan tidak terbebani dengan rasa kecewa yang kini tengah dipikul istri pertamanya.Sedangkan di setiap serat gandum yang Deryl telan, mengalir tetes-tetes keringat Kavita yang dia peras tanpa kenal lelah."Nikmatnya ... istri pertama sudah kembali, istri kedua menanti!"Karin bergidik, dan memilih untuk langsung pergi meninggalkan dapur.Di luar, Kavita menyetop taksi yang lewat dan meminta sopir untuk mengantarnya kembali ke rumah keluarga Danadyaksa. Dia tidak memiliki pilihan lain kecuali kembali ke sana lagi, secara resmi kontrak pernikahannya dengan Ezra baru benar-benar berakhir satu minggu lagi.Kepala pelayan menyambut kedatangan Kavita seperti biasa dan membiarkannya masuk tanpa banyak pertanyaan.Karena telanjur izin kerja selama satu hari, Kavita memutuskan untuk tidak akan muncul di kantor dan memilih berdiam diri di kamar yang sudah hampir satu tahun ini dia huni.Logikanya, menjadi istri kontrak Ezra telah menjadikan kehidupan pribadi Kavita membaik bahkan seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Namun, hal itu tidak menjadikan dia berpaling dari Deryl yang sedang berada di titik jatuhnya.Bahkan dengan penuh kerelaan, Kavita yang membayar cicilan utang suami dengan harapan masa depan mereka bisa menjadi jauh lebih baik lagi.Dan kini, setelah perekonomian mereka sudah mulai kokoh, Deryl justru membalasnya dengan sebuah pengkhianatan.Tidak peduli dengan status Yura dan Deryl yang telah menjadi suami istri, tetap saja bagi Kavita suaminya sudah tega mendua."Kamu kenapa kembali lagi? Bukankah seharusnya kamu sedang berada di rumah suami kamu?"Ezra berdiri tegak dengan tinggi badan menjulang di hadapan Kavita yang tengah duduk termenung di tangga rumahnya yang melingkar megah."Kontrak kamu sebagai istri masih tersisa satu minggu lagi, apa begini cara kamu menyelesaikan pekerjaan?" komentar Ezra dingin.Kavita terperanjat dan buru-buru berdiri untuk menyambut Ezra."Maaf, Pak!" katanya sambil meraih tas kerja Ezra seperti hari-hari biasanya."Sudah kamu siapkan berkas untuk pemutusan kontraknya?" tanya Ezra sembari berjalan menuju ruang kerja diikuti Kavita yang mengikutinya dari belakang."Belum sempat, Pak ....""Belum sempat? Saya kira kamu kembali lagi ke sini karena ingin menyampaikan hal itu."Ezra duduk di kursi kerjanya sementara Kavita terus berdiri hadapan sang bos dengan hanya terhalang meja."Saya ... saya memang ingin menyampaikan sesuatu hal, Pak ..." ucap Kavita hati-hati."Soal pemutusan kontrak kita kan?""Tidak, Pak.""Lalu?"Kavita menarik napas dalam-dalam untuk meredakan detak jantungnya yang berjumpalitan tidak keruan, baru setelah itu dia memberanikan diri bicara."Saya ... saya ingin memperpanjang durasi kontrak pernikahan kita," ucap Kavita sembari menekan harga dirinya sampai ke dasar jurang."Apa?"Kavita tidak berani memandang langsung ke wajah Ezra, sehingga dia dengan sengaja mengalihkan pandangannya ke arah meja."Begitulah, Pak. Saya ingin memperpanjang durasi kontrak pernikahan ini ....""Kamu butuh lebih banyak uang ternyata, terus apa pekerjaan suami kamu itu selama kamu susah payah kerja ikut saya?'Kavita diam, dia tidak menganggap serius pertanyaan Ezra yang biasanya tidak memiliki minat untuk tahu urusan orang lain.Namun, karena ini menyangkut kontrak pernikahan, Ezra seringkali melempar pertanyaan terkait latar belakang Kavita termasuk masalah rumah tangganya.Seperti dulu, ketika Kavita dengan lancang menawarkan kontrak pernikahan untuk pertama kalinya kepada Ezra disertai alasan jujur tentang perbuatan Deryl yang telah menjerumuskannya ke dalam jurang utang yang begitu dalam."Selama saya kerja ... ternyata suami saya itu ... menikah lagi diam-diam tanpa sepengetahuan saya," sambung Kavita dengan terbata-bata. "Dia menambah istri lagi ... tanpa minta izin dulu dari saya ...."Ezra melipat kedua tangannya di dada."Lalu apa yang kamu harapkan dari kontrak pernikahan ini jika diperpanjang lagi? Tidak mungkin kalau tidak ada tujuan di baliknya kan?"Kavita mengangguk, berhadapan dengan orang cerdas seperti Ezra memang tidak membutuhkan banyak basa-basi."Suami pikir saya tidak memiliki pilihan selain menerima keputusannya, jadi ... saya ingin mengambil semua hak saya kembali—saya tidak rela ... hasil kerja keras saya selama ini dinikmati istri muda tanpa perlu susah payah berusaha ...."Ezra melonggarkan tangannya dan menatap Kavita lebih intens."Oke, itu tujuan kamu ke depannya. Kalau untuk saya pribadi, apa keuntungan dari hasil perpanjangan kontrak pernikahan ini?"Kavita diam selama beberapa saat."Tentu saja, keuntungan yang akan Anda dapatkan tidak jauh berbeda seperti dulu ... Di mana saya akan siaga penuh waktu untuk melayani seluruh kebutuhan Anda seperti asisten pribadi. Bagaimana, Pak?""Hanya itu saja? Tidak ada perbedaan atau tambahan keuntungan sama sekali?"Kavita berpikir keras lagi. Celaka! Jika didengar dari nada suaranya, Ezra seakan tidak begitu berminat untuk memperpanjang durasi kontrak pernikahan.Sedangkan di sisi lain, Kavita membutuhkan uang Ezra untuk mewujudkan keinginannya dalam waktu yang relatif cepat."Untuk apa kontrak ini diperpanjang kalau hanya menguntungkan salah satu pihak saja?" komentar Ezra lagi. "Kamu paham prinsip dalam sebuah kerja sama kan?"Kavita mengangguk. "Kerja sama yang baik adalah kerja sama yang saling menguntungkan untuk kedua belah pihak.""Bagus kalau kamu sudah paham, jadi pastikan kamu tahu apa yang kamu lakukan ini." Ezra menekankan. "Saya juga tidak mau rugi, jadi pastikan kamu susun rencana kontrak itu dengan pasal-pasal yang menguntungkan bagi saya."Tidak ada pilihan lain, Kavita harus tetap mewujudkan keinginannya itu apa pun yang terjadi."Baik, Pak. Saya akan susun kontrak itu secepatnya," kata Kavita berjanji. "Saya juga akan menyelesaikan sisa kontrak sebelumnya dengan sebaik mungkin supaya Anda tidak kecewa, permisi."Bersambung—Sebagai ayah pun dia sudah berusaha untuk tidak menghujat takdir yang menimpa putri mereka. “Divta sayang, kamu melamun?”Kavita menunduk dan mendaratkan kecupan di atas kening putrinya yang berbaring di sampingnya.Kepada Divtara sedikit miring ke kanan meskipun Kavita sudah sering membetulkannya dengan perlahan.Setiap kali melihat paras cantik putrinya itu, hati Kavita teriris perih. Dia memiliki kekhawatiran tersendiri tentang masa depan Divtara, terlebih jika sang anak tampil di depan umum.“Ibu sayang kamu, kita hadapi sama-sama ya?” bisik Kavita dengan penuh cinta. Tangan kecil Divtara bergerak-gerak, dan Kavita lantas menghujaninya dengan ciuman bertubi-tubi di pipinya yang menggemaskan.“Anaknya Siska sudah sebesar apa, ya?” gumam Kavita setelah dia selesai menyusui anaknya.“Sebenarnya kapan hari itu Pasha menelepon, dia bilang kalau Siska ingin datang berkunjung.” Ezra memberi tahu. “Tapi aku bilang kalau kamu masih baby blues, jadi belum bisa menerima kunjungan u
“Bisa jadi penyebabnya karena belum bisa menerima kehadiran si kecil sepenuhnya ....” “Tidak, Dok. Kemarin-kemarin istri saya masih bersikap normal dan tetap memperlakukan putri kami dengan baik.” Dokter Amel berpikir sebentar. “Meskipun tidak semua ibu yang baru saja melahirkan mengalaminya, tapi kemungkinan baby blues bisa terjadi, Pak.” “Lalu bagaimana cara mengatasinya, Dok?” “Peran Bapak sangat penting untuk menjaga kestabilan mental Bu Kavita yang baru saja melahirkan, jangan biarkan istri Bapak merasa bersalah terkait dengan kondisi putrinya ....” Ezra mendengarkan penjelasan Dokter Amel dengan saksama. Kavita berubah menjadi pendiam sejak keributan yang terjadi di rumah sakit, Ezra sempat khawatir jika dia akan bersikap tak acuh terhadap putri mereka. Namun, ternyata dugaan buruk Ezra sama sekali tidak terbukti. Kavita tetap memperhatikan bayi mereka dengan penuh kasih sayang, sama sekali tidak terlihat mencurigakan. “Istirahatlah sebentar, kita gantian.” Ezra mengusap
“Dasar istri tidak berguna, ibu yang melahirkan anak cacat sama sekali tidak pantas untuk menyentuh kulitku!” Wajah Kavita terasa perih, tapi itu belum apa-apa jika dibandingkan dengan pedihnya hati akibat kata-kata kejam Yura. “Masih saja kamu mengusik hidupku, apa mau kamu sebenarnya?” bisik Kavita supaya putri kecilnya tidak terbangun karena suara pertengkaran yang tidak semestinya. “Mauku? Aku mau membuat hidup kamu hancur, seperti kamu menghancurkan hidup aku sama Deryl!” Kavita terperangah. “Lihat saja, kamu pasti akan diceraikan suami kamu. Atau ... setidaknya kamu pasti akan diduakan karena anak cacat kalian tidak akan bisa jadi kebanggaan orang tua.” “Tutup mulutmu!” desis Kavita dengan tangan terkepal. “Kamu pikir Pak Ezra akan tahan melihat keturunannya yang cacat?” “Jangan sebut anakku cacat!” “Lalu apa? Tak sempurna?” ejek Yura sinis. “Persiapkan saja diri kamu, Vit. Aku akan menjadi wanita kedua suami kamu dan memberikan keturunan berkualitas untuknya, aku akan m
Kavita meremas kedua tangannya ketika Ezra berlalu pergi dari hadapannya. Seorang perawat masuk sambil mendorong kereta bayi diikuti Ezra yang berjalan di belakangnya. Kavita bangun dan dengan susah payah duduk di tepi ranjang saat perawat itu semakin dekat. “Ini bayinya, Bu. Perempuan,” kata perawat itu sembari mengangkat seorang bayi yang dibungkus rapat dengan selimut dan memberikannya kepada Kavita. “Perempuan ya, Sus?” “Betul Bu, perempuan.” Kavita dan Ezra saling pandang, sementara perawat itu membantu membetulkan letak perlekatan antara ibu dan bayinya. “Coba disusui bayinya dulu, Bu.” “Baik, Sus.” Sampai di titik ini, Kavita tidak melihat ada yang aneh dengan putrinya. Bayi itu menyesap air susunya dengan perlahan, sementara matanya terpejam rapat. “Sebenarnya ... keistimewaan apa yang kamu maksud?” tanya Kavita ingin tahu selagi putri mereka masih menyusu, sementara perawat tadi sudah pergi. “Dokter bilang kalau keistimewaan yang tentunya berbeda dengan bayi kebanya
“Tidak apa-apa, Ad. Cepat sedikit,” pinta Kavita dengan wajah pias. Rasa sakit di perutnya berangsur reda, sehingga dia bisa duduk dengan tenang sementara mobil yang dikemudikan Adya melaju ke kantor Ezra. Bos pemilik Dyaksa Company itu nyaris berlari dan melompat ke dalam mobil ketika Tantri memberi tahu bahwa Adya akan mengantar Kavita ke rumah sakit. “Kamu kenapa? Sudah mau melahirkan sekarang?” tanya Ezra buru-buru sambil mengusap kening Kavita yang berkeringat. “Tidak tahu, tapi ... perut ini sudah sakit ....” “Adya, bisa kamu ngebut sedikit?” Ezra menoleh ke arah Adya yang sedang fokus mengemudi. “Bisa Pak, saya usahakan!” Ezra kembali menoleh ke arah Kavita yang memejamkan mata karena menahan rasa sakit yang sesekali timbul. Tangan Ezra diremas dengan kuat setiap kali Kavita merasakan sakit yang teramat sangat. “Kamu bertahan dulu ....” “Ini sakit sekali, aku ... mau cepat melahirkan ....” “Tunggu sebentar, kita akan sampai rumah sakit.” Ezra mengusap-usap perut buncit
Kavita mengangguk paham. “Tidak apa-apa Dok, yang penting sehat dan tidak berisiko seperti kemarin.” “Kita akan memantau bersama-sama, jangan lupa untuk tetap mengonsumsi makanan bergizi dan vitamin yang saya resepkan.” Ezra tidak berkata apa-apa dan hanya menyimak percakapan yang berlangsung antara dokter dengan Kavita. “Mau mampir ke mana?” tanya Ezra sambil melirik Kavita yang sedang mengunyah roti. “Ke rumah Pak Pasha, aku mau bertemu Siska. Sudah terlalu malam belum?” “Aku akan telepon Pasha sebentar,” sahut Ezra sementara Kavita menunggu dengan antusias. Itu karena dia sudah lama tidak bertemu Siska yang sama-sama sedang mengandung buah hati. “Pasha bilang kalau Siska belum tidur, jadi kita masih bisa mampir sebentar.” Ezra memberi tahu. “Kalau begitu, ayo.” Kavita menyimpan kembali rotinya dan meraih sebotol air mineral untuk melicinkan tenggorokannya. Setibanya di rumah Pasha, Siska menyambut kedatangan Kavita dengan senyum merekah di bibirnya. Mereka berdua berpelukan
“Aku tidak jijik,” katanya sambil memeluk Kavita erat. Pada awalnya Kavita enggan menanggapi, tapi pelukan Ezra yang hangat dan nyaman tak urung membuatnya bahagia sehingga dia balas memeluk dengan erat. “Besok aku akan kerja lagi untuk kalian ....” “Kalian?” “Kamu dan calon anak kita.” Kavita melepaskan diri dari pelukan Ezra. “Kaki kamu bagaimana?” “Kamu lihat kan kalau aku sudah bisa berjalan? Tinggal masa pemulihan saja sambil beraktivitas normal seperti biasa, jadi aku akan secepatnya kerja. Kasihan juga Pasha karena harus membagi fokusnya di dua tempat,” ujar Ezra panjang lebar. Dua bulan kemudian .... “Bagaimana hasilnya, Dokter?” “Istri Anda positif hamil, Pak. Saya ucapkan selamat!” Sepasang suami istri itu saling tatap. “Dugaan aku benar kan, Mon? Kamu itu hamil, aku lega sekali.” Monic berdecak, dia sendiri tidak mengerti kenapa dirinya justru merasakan enggan berbahagia dengan kabar gembira ini. “Aku sempat takut kamu tidak bisa hamil lagi setelah
Mata Ezra mengintip sedikit. “Itu pakai urine?” “Iya ....” “Jorok sekali, singkirkan sana.” Kavita memukul bahu Ezra karena tidak terima dengan komentarnya. “Perkembangan kaki kamu bagaimana, Zra?” tanya Miranti ketika Ezra muncul di kamarnya. “Sudah jauh lebih baik, Nek. Meskipun aku belum bisa berlari, setidaknya sudah bisa berjalan dan tidak perlu kursi roda lagi.” “Syukurlah ... Oh ya, kapan itu kamu teriak-teriak kenapa? Nenek sudah tanya Rita, katanya Kavita pingsan karena kelelahan ....” Ezra mengangguk pelan, dia ingat bahwa dirinya belum memberi tahu kabar kehamilan Kavita kepada Miranti. Baru juga dia akan bercerita, dari sudut matanya Ezra melihat Kavita yang keluar dari kamar dan berjalan menuruni tangga. “Kavita sepertinya mau pergi, Nek. Nanti saja aku cerita!” pamit Ezra sambil berlalu meninggalkan kamar Miranti untuk menyusul kepergian istrinya. Ketika menuruni tangga, Ezra tidak ingin bertindak ceroboh dengan memaksakan kakinya untuk melangkah terburu-buru.
“Rita, aku seperti mendengar sesuatu.” Miranti menatap wanita yang sudah merawatnya bertahun-tahun itu. “Saya tidak dengar apa-apa, Nyonya.” “Rita, cepat ke sini!” Miranti langsung menggoyang lengan Rita. “Itu suara Ezra!” Atas desakan Miranti yang begitu khawatir terhadap cucunya, Rita cepat-cepat berlari menuju kamar Ezra. “Maaf, Pak Ezra ... Ada apa?” “Kavita pingsan, saya tidak tahu apa yang terjadi ....” Rita buru-buru mendekati Kavita yang tergeletak di lantai kamar Ezra, dia berusaha membangunkannya dengan mengguncang bahu dan pipi Kavita bergantian. “Vita, bangun. Vita?” Ezra hanya menyaksikan bagaimana Rita masih berjuang untuk membangunkan Kavita. “Apa dia masih bernapas?” tanya Ezra ragu. Rita mendongak. “Tentu saja, Pak. Mungkin Vita kelelahan atau kurang istirahat ....” Ezra menyipitkan mata, sikap abainya sedikit terbentuk gara-gara melihat Kavita bersama Adya di dapur tadi. Egois? Memang. Rita meminta izin Ezra untuk mencari botol minyak kay