Share

Bab 231

Author: perdy
last update Huling Na-update: 2025-05-19 23:17:09

Mata Sophia menyipit saat ia mengamati Adrian dan Alena dari kejauhan. Mereka tampak bahagia, tangan saling bertaut sementara tawa mereka mengisi udara. Pemandangan itu membuat rahang Sophia mengeras. Sejak awal, Sophia telah yakin Alena hanyalah masalah yang berjalan dalam kehidupan Adrian. Seorang wanita dengan masa lalu yang rumit dan terlalu banyak rahasia.

"Mereka tidak akan bertahan," gumam Sophia pada dirinya sendiri, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kafe tempatnya duduk mengawasi. "Adrian terlalu baik untuk melihat siapa Alena sebenarnya."

Sophia menyesap kopinya yang mulai dingin sambil berpikir. Inilah saatnya bertindak. Setelah berbulan-bulan mengamati dan menunggu, ia melihat celah dalam hubungan mereka. Adrian telah menceritakan tentang proyek penting di kantornya, bagaimana ia harus bekerja lembur untuk memenuhi tenggat waktu. Sementara itu, Alena semakin sering menerima telepon misterius yang membuatnya gelisah.

Sophia merogoh tasnya dan mengeluarkan secarik kertas. Dua h
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 362

    "Alena?"Suara itu mengalun pelan, tapi langsung menembus lapisan hati yang sudah lama membeku. Lebih dalam dari yang ia ingat. Atau mungkin... ia memang sudah terlalu lama tidak mendengarnya. Suara yang menyebut namanya dengan cara paling lembut dan penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang memanggil rumahnya sendiri setelah lama tersesat.Alena menoleh. "Hai, Reno."Langkahnya terhenti di depan bangku taman yang tak banyak berubah sejak terakhir kali mereka duduk bersama. Tangannya gemetar sedikit, tapi senyumnya mencoba tetap stabil."Boleh duduk?""Tentu," jawab Reno sambil bergeser. "Ini... masih bangku kita, kan?"Kata "kita" melayang di udara sore yang mulai teduh, menggantung di antara dua hati yang belum benar-benar sembuh tapi saling mengenal.Mereka duduk bersebelahan, berjarak satu lengan. Tidak terlalu dekat untuk menyentuh luka lama, tapi cukup dekat untuk merasakan kembali getaran yang dulu pernah begitu familiar."Sering ke sini?" tanya Alena sambil menatap pohon ber

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 361

    Studio apartemen yang Alena datangi ternyata lebih kecil dari yang ia bayangkan. Tapi justru itu yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Ruangan mungil itu terasa hangat, jujur, dan menyambut—seperti pelukan yang tak banyak bicara, tapi cukup untuk menenangkan.Ukuran ruang hanya sekitar tiga kali empat meter, tapi sebuah jendela besar menghadap timur terbuka lebar, membiarkan cahaya pagi menyusup masuk dengan lembut. Alena berdiri di tengah ruangan, membayangkan kanvas tergantung di dinding, cat minyak yang mengering di palet, dan dirinya duduk bersila di lantai, melukis dalam keheningan yang damai."Ini sudah termasuk listrik, air, dan Wi-Fi, Mbak. Kalau mau ambil kontrak setahun, bisa saya kurangin harganya sedikit," kata Pak Budi, pemilik unit itu, dengan senyum ramah.Alena mengangguk sambil memandang sekeliling. Dapur kecil dengan wastafel mungil dan kompor portable terletak di pojok ruangan. Tak ada yang mewah, tapi semuanya terasa cukup. Cukup untuk memulai kembali

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 360

    Setelah percakapan panjang dengan Adrian, Alena memutuskan untuk tidak langsung menuju studio apartemen dengan kendaraan. Ia memilih berjalan kaki—menyusuri hiruk-pikuk kota yang biasa ia pandang dari balik kaca apartemen mewah lantai 25. Kini, ia ingin merasakannya… debu, panas, bunyi klakson, dan suara pedagang kaki lima yang bersahutan. Semuanya terasa nyata, berisik… tapi hidup.Langkahnya berhenti saat ia sampai di Taman Suropati. Ada sesuatu yang menggetarkan dadanya, seperti riak kecil yang tiba-tiba mengganggu permukaan tenang danau dalam. Ia duduk di bangku kayu tua di bawah pohon beringin yang rimbun. Bangku yang pernah jadi saksi percakapan penting dalam hidupnya—dengan Reno."Len, kamu pernah merasa kosong nggak? Di tengah keramaian?"Suara itu muncul dalam ingatannya, jernih seperti baru kemarin. Waktu itu mereka baru selesai makan bakso di gerobak pinggir jalan. Reno tiba-tiba mengajaknya duduk di taman ini."Kosong gimana maksudnya?" tanya Alena sambil memainkan daun ke

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 359

    Pagi itu, Alena sedang bersiap untuk melihat studio apartemen barunya. Ia baru saja selesai menggulung lukisan kain kanvas kecil yang akan dibawa sebagai referensi cahaya saat bel pintu berbunyi.Seorang petugas pengantar berdiri di depan pintu, tersenyum canggung sambil menyerahkan tiga buket besar mawar merah.“Untuk Alena,” katanya. “Dari… ‘A’.”Alena mematung. Ketika membaca kartu kecil yang diselipkan di antara bunga-bunga yang segar dan mahal itu, perutnya langsung terasa mual.“Untuk calon pelukis terkenal. Proud of you. – A.”Adrian.Tentu saja. Ia selalu tahu kapan harus muncul. Selalu tahu kapan Alena mulai berdiri tegak, dan selalu datang tepat saat itu, seperti bayangan yang menolak hilang meski matahari sudah tinggi.Buket itu diletakkan begitu saja di meja ruang tamu. Alena hanya memandangi kelopak-kelopak merah yang begitu indah… tapi terasa hambar. Tidak ada makna, tidak ada ketulusan. Hanya simbol dari seseorang yang mengira cinta bisa dibeli dan dikemas dalam tampila

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 358

    Tiga hari setelah ia mengirimkan lukisannya untuk pameran, Alena bangun di tempat yang sama. Di apartemen mewah lantai 25, dengan interior elegan dan pemandangan Jakarta yang gemerlap di kejauhan—semua hal yang dulu membuatnya merasa spesial.Tapi pagi ini, kemewahan itu terasa hampa.Seolah ia tinggal di etalase toko furnitur mahal. Indah, rapi, tapi dingin. Tidak ada jejak kehidupan nyata.Ia melangkah ke dapur yang dipenuhi perlengkapan stainless steel, semua masih tampak baru. Dulu, Reno sering berkata, “Ngapain masak? Kita bisa makan di mana saja.” Dan Alena, yang saat itu masih merasa sedang hidup dalam mimpi, hanya mengangguk setuju.Kulkas sebesar pintu lemari itu kini nyaris kosong. Hanya ada botol air mineral premium, yogurt organik yang sudah basi, dan buah impor yang mulai layu. Ironis, untuk alat sebesar itu, isinya lebih menyedihkan dari warung kecil.Dengan enggan, ia membuat sarapan: roti tawar dengan selai kacang. Murah, sederhana, tapi justru membawa rasa nyaman yang

  • Gairah di Balik Tirai Kehidupan   Bab 357

    Lukisan itu sudah selesai.Alena duduk bersila di lantai kamarnya, menatap kanvas di depannya yang telah menyerap begitu banyak rasa dalam dua minggu terakhir. Sosok perempuan di cermin retak itu kini tampak utuh—bukan karena retaknya hilang, tapi karena setiap pecahan diberi garis emas yang berkilau. Luka-luka itu tidak disembunyikan, malah diubah jadi bagian dari keindahan.Namun, justru itu yang membuat dadanya sesak. Lukisan itu terlalu jujur. Terlalu telanjang. Seolah jiwanya sendiri terpampang di sana, tanpa tirai, tanpa topeng.Ponselnya bergetar.Pesan dari Sarah, kurator pameran:"Len, deadline pengumpulan karya besok siang. Gimana kabarnya lukisan kamu?"Alena menatap layar ponsel, jemarinya menggantung di atas keyboard. Bagian dari dirinya ingin membalas,“Lukisannya sudah selesai. Akan kukirim fotonya sebentar lagi.”Tapi ada suara kecil di kepalanya yang berbisik,“Kamu yakin mau memamerkan ini? Kamu yakin siap dilihat orang-orang dalam keadaan se-rentan ini?”Lalu suara

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status