Viona mengerutkan kening karena bingung dengan pertanyaan tetangga kontrakannya. Ia segera bangkit dan menatap wanita itu.
"Maksud kamu apa, Sin? Berita apa?" tanya Viona.Wanita itu segera mengajak Viona untuk duduk di kursi yang ada di depan kontrakan."Tahap emosimu ya, Vi. Ini lho, beritanya udah nyebar ke grup. Bahkan namamu sama sekali gak di sembunyikan," ucap perempuan itu.Viona semakin kebingungan mendengar tetangga kontrakannya."Ini baca sendiri beritanya, lagian. Kamu kenapa gak ikut join di grup kampung ini," lontarnya.Dia segera meraih handphone wanita tersebut. Lalu segera membaca berita yang ditanyakan tetangga kontraknya, mata Viona membulat membaca deretan itu."Apa-apaan ini? Aku gak nyuri uang Ibu kok," ucap Viona spontan.Perempuan tersebut terkejut dengan kata yang keluar dari bibir Viona. Dia mengelus dada akibat masih terasa kagetnya."Makanya aku nanya ke kamu, gak mau asal telen berita mentah-mentah," sahut Sinta.Istri Dimas itu menarik dan mengembuskan napas. Sedangkan tetangga perempuan tersebut mengelus punggung Viona, sedangkan dirinya menscroll membaca komentar dari semua."Yang sabar Vi, tarik napas dan buang pelan-pelan. Sampe hatimu tenang," nasihat Sinta.Sinta langsung mengambil handphonenya saat di sodorkan oleh Viona. Dia menyimpan benda pipih itu ke saku tidak lupa memencet tombol rekam suara."Sin, berita itu gak bener. Aku gak nyuri uang Ibu, malahan Ibu yang mau rebut uang nafkah pengasih Mas Dimas."Mendengar itu Sinta terkejut, ia mengusap punggung Viona."Tapi kata yang nyebar gosip ini, dia tau dari mulut ibu mertuamu sendiri lho," terang Sinta.Viona menghela napas mendengar perkataan Sinta."Aku salah apa, Sin. Padahal dulu pas belum menikah dengan anaknya dia baik banget, tapi sekarang ....."Dia tidak melanjutkan perkataannya, Sinta yang paham akan hal tersebut mengangguk."Tega bener Ibu mertuamu sama kamu Ra, kamu hebat kuat begini. Kalau aku ngeliat Ibu mertuamu suka ke sini dan ngomelin kamu gak jelas aja aku rasanya gak kuat. Kalau aku jadi kamu mungkin aku udah minta cerai," tutur Sinta."Apalagi sekarang dia fitnah kamu," lanjutnya.Wanita itu hanya mengulas senyum dan bangkit. Ia memegang bahu Sinta dan terus mengulas lengkungan di bibir."Insyaallah aku kuat, kecuali kalau Mas Dimas yang berulas. KDRT atau selingkuh, gak akan ada kata maaf untuk dia," ungkap Viona.Sinta hanya bisa menatap Viona lalu mengangguk dengan senyum kecil. Ia segera bangkit dan menepuk bahu wanita tersebut."Kalau gitu aku pamit dulu ya," kata Sinta.Viona mengiyakan perkataan Sinta, dia melambaikan tangan sang tetangga kontrakannya masuk ke kediaman. Sedangkan wanita tersebut menyeringai lalu lekas ke dalam."Bagus, pasti Sinta kirim rekaman itu ke grup. Aku pengen tau tanggapin nanti semua orang," sinis Viona."Lagian kenapa ngerekam suara aja sih, bagusan kan video. Harusnya dia bawa kabar itu sambil nyuruh orang videoin dari jauh," gerutu perempuan itu.Dia mengetahui jika Sinta merekam karena ia melihat sekilas saat wanita tersebut menyalakan rekam suara itu. Viona memilih mendaratkan ke bokong di kursi dan memejamkan mata."Ampun ... lagian baru aja pulang, itu gosip malah udah nyebar. Pasti Ibu yang cerita ke orang, biang gosip di sana kan Mpok Nisa."Wanita yang berstatus istri Dimas itu terus berbicara sendiri. Sedangkan di kediaman Sinta, dia tengah mengirim rekaman suara tadi ke grup yang berisi orang kampung sini. Banyak komentar yang langsung mencecar ibu mertua Viona, karena tega menfitnah sang menantu sendiri. Ada juga tidak suka cewek menjadi bahan gosip ini dan masih mencelanya.[Lagian pelit banget ke mertua, pasti dia gak pernah ngasih uang. Makanya mertuanya fitnah begitu,] - Wati[Ih ... jahat banget sih Ibu mertuanya, Mbak Nisa lain kali jangan sebar gosip yang gak pasti kebenarannya, Mbak! ] - Julega[Iya bener! Kita jadi ngefitnah Mbak Vio.] - Santi[Kan udah aju bilangin, jangan main asal telen gosip mentah-mentah!] SintaDan masih banyak lagi komentar yang bertebaran. Hasil rekaman Sinta tersebut begitu cepat, kini Mila tengah mendengar dan mengepalkan tangan dengan penuh amarah."Sialan! Dasar menantu gak ada akhlak, dia pengen menjelekan aku," geram Mila.Ia langsung menaruh handphone miliknya dan beberapa kali meninju sofa meluapkan emosi. Menyimak banyak komentar yang mengatai membuat penuh kemurkaan."Awas aja, aku kasih pelajaran kamu Vio!"Wanita paruh baya itu segera meninju sofa kembali saking emosinya. Ia menoleh ke jam dinding yang menunjukan angka belum sampai waktu istirahat sang anak. Baru saja hendak beranjak mengambil air putih, terhenti karena gedoran pintu yang sangat kencang dan tak sabaran."Siapa sih yang gedor pintu, gak tau apa moodku ancur gini," gerundel Mila.Tadinya ia hendak mengabaikan karena tak kunjung berhenti mengetuk pintu. Wanita itu segera membuka pintu dan langsung disambut tatapan marah seseorang."Ini semua gara-gara kamu, Mbak!" sentak Nisa.Mila mengeryikan alis, melihat reaksi wanita itu. Nisa semakin emosi, dia mendorong bahu Ibu Dimas membuat perempuan tersebut mundur beberapa langkah."Kamu tuh apa-apaan sih! Dateng langsung marah-marah," sentak Mila.Jelas perempuan tersebut tidak terima di perlakukan seperti itu. Ia balik mendorong Nisa, aksi tersebut terus terulang bahkan bertambah saling menjambak. Beruntung ada sekelompok para Ibu-ibu tengah lewat, mereka segera melerai keduanya."Lepas! Aku harus balas jambakan dia. Gak tau aja, anakku baru aja kemaren bawa ke salon buat perawatan rambut," sungut Nisa.Keduanya terus dipegangi, sedangkan yang melerai bingung harus berbuat apa."Kalian itu udah tua, kenapa segala berantem jambak-jambakan gini sih," tegur salah satu dari mereka.Mendengar teguran itu Nisa langsung menyela."Itu gara-gara dia bohong sama aku! Katanya Viona nyuri uang dia, ternyata dia yang pengen rebut duit naskah yang dikasih Dimas buat Viona!""Gara-gara dia aku jadi disalahkan," lanjutnya.Beberapa dari mereka mengusap keduanya agar lebih tenang. Sedangkan dua perempuan itu masih saling menatap tajam dengan penuh emosi."Tenangkan diri kalian, kalian tuh udah tua. Gak pantes dilihat anak-anak yang lewat nanti," nasihat Ibu RT.Wanita itu memang berada di rombongan para Ibu-ibu. Dia langsung memegang bahu Nisa membuat perempuan tersebut menoleh."Lagian kamu juga salah, Nis. Harusnya sebar berita harus tau dengan jelas dulu, udah begini aja kalian saling cekcok."Nisa mendengar sentilan istri ketua RT itu langsung memalingkan wajah. Sedangkan Mila hanya mendengkus."Udah kalian gak usah saling menyalahkan, istropeksi diri aja. Pulang ke rumah masing-masing, jangan lupa minta maaf juga sama Viona," seru Bu RT.Mendengar perkataan istri ketua RT, Mila hanya mendelik. Yang memegang wanita itu segera melepaskan tangan karena perempuan tersebut merontah."Udah lepas! Kalian ganggu banget sih. Lagian Bu RT gak usah ikut campur," sungut Mila.Setelah berkata demikian Mila langsung berlalu masuk ke kediaman. Sedangkan warga yang tadi bersama istri ketua RT. Mengusap punggung wanita tersebut. "Sabar Bu, dia emang gitu."Wanita tersebut menghela napas dan menatap orang yang berbicara. Ia mengulas senyum kecil lalu mengangguk."Kasian Viona ya. Ya udah yuk gak usah ikut campur urusan orang, kita pergi aja," seru perempuan itu.Setelah berkata demikian, ia langsung menatap Nisa. "Kamu juga jangan lupa minta maaf ke Viona, kamu awal yang nyebar gosip itu," nasihatnya.Nisa menganggukan kepala, mereka langsung bubar. Sedangkan Mila yang mengintip di dalam kediaman lewat jendela. Mengepalkan tangan, amarah sangat memuncak di dada."Sial! Ini semua dalang utamanya Viona, dia harus tanggung jawab," geram perempuan itu.Perempuan paruh baya itu segera menutup gorden, ia melangkah ke ruang tamu. Karena sudah tidak tahan ingin menelepon anaknya, wanita tersebut segera menghubungi Dimas. Beberapa kali Mila terus menelepon, sampai ters
Gadis itu mengerutkan kening lalu cemberut. Ia menoleh menatap temannya memanggil karena pesanan mereka sudah matang. Dia mengangguk kepala sebagai jawaban."Nanti ya, aku habis pulang sekolah mau jalan-jalan sama pacarku," balas Hana.Mila menggeram mendengar balasan sang anak. "Gak! Pokoknya kamu bawain dulu itu pesenan Ibu ke rumah, kalau enggak uang jajan kamu distop sampe sebulan," sentak Mila.Hana segera menjauhkan handphone dari telinga saat sang Ibu berteriak. Lalu menempelkan kembali dan menghela napas. "Iya-iya, nanti pulang sekolah aku langsung beli dan anter ke rumah. Udah ya kalau gitu Hana mau makan dulu di kantin," sungut gadis tersebut. Wanita paruh baya itu berdecak kesal mendapati anaknya langsung memutuskan sambungan telepon."Huh, aku terlalu memanjakannya," gerundel perempuan itu.Mila menaruh handphonenya kembali lalu memilih melangkah ke kamar untuk beristirahat. Waktu berlaku begitu cepat, kini Hana baru saja keluar dari sekolah. "Duh ... Aku lupa bilang s
Dimas mengepalkan tangan mendengar cerita Ibunya. Sedangkan Hana menyeringai melihat hal tersebut. "Berani banget dia nyakitin Ibu!" geram Dimas.Tangan lelaki itu terkepal, urat leher sangat terlihat. Bahkan wajah pria tersebut sampai memerah. Melihat reaksi anaknya, Mila sangat ingin bersorak senang. "Iya, Dim. Masa dia malah sebarin ke grup, Ibu jadi disudutkan sama semua orang," adu wanita tersebut.pria tersebut melotot, seperti mata lelaki itu hendak keluar dari tempatnya. Dengan penuh emosi, Dimas memukul kasur karena terlampau marah. "Bener-bener, gak tau diri banget sih. Pasti dia begitu karena gak terima aku kasih uang dikit!"Mila mengerutkan kening mendengar perkataan Dimas. Tetapi ia malas bertanya, yang penting pembalasannya akan segera tersampai bukan?"Aku harus pulang sekarang! Buat beri pelajaran Viona," seru lelaki itu.Lelaki itu langsung bangkit lalu melangkah pergi. Mila dengan gerakan mata menyuruh putrinya untuk mengikuti Dimas."Ajak makan dulu, setelah i
Wanita itu memegang pipi yang di tampar. Sedangkan Dimas masih menatap sangar sang istri karena masih tidak puas. "Dasar, istri sialan!" maki pria tersebut.Viona mendongak menatap Dimas, mata perempuan itu berkaca-kaca. Tangannya memegang pipi yang baru saja ditampar sang suami. "Kamu apa-apaan sih, Mas! Harusnya aku yang marah di sini," sungut wanita itu.Mata lelaki itu melebar seperti hendak keluar dari kelopak. Pria tersebut menarik lengan Viona lalu mendorong ke arah sofa. "Apa kamu bilang! Kamu marah karna apa. Karna aku ngasih uang lima ratus ribu ke Ibu, gitu," hardik Dimas.Setelah berkata demikian, lelaki itu langsung mengambil sapu."Sebenernya pembalas ini belum setimpal dari apa yang kamu lakuin ke Ibuku!" lontar pria tersebut.Dimas langsung memukul Viona dengan batang sapu. Wanita itu memekik kesakitan. Mendengar teriakan perempuan tersebut sangat kencang. Lelaki yang berstatus suaminya, pergi ke ruangan lain. "Akh ... sakit," erang Viona.Wanita itu memegang paha
Dua hari berlalu, Dimas tidak pulang ke kontrakan. Ia sama sekali tidak merasa menyesal telah menyiksa sang istri. Langit kini telah menyemburkan semburat jingga, yang tandanya akan berganti menjadi malam. Viona memakai pakaian panjang agar tidak ada yang tau jika ia terluka."Vio, luka kamu udah sembuh belum?" tanya Sinta. Wanita itu bertanya saat ia tengah bersama beberapa perempuan yang sama penghuni kontrakan. Mendengar pertanyaan Sinta, mereka mengerutkan kening karena bingung. "Emang Viona kenapa, Sin," lontar salah satu dari mereka.Baru aja Sinta hendak menyahuti, Viona sudah menarik wanita itu. "Eh, Sin. Suamimu udah ada di dalam rumah tuh, tadi nyariin kamu lho," seru Viona.Mendengar itu mata Sinta membulat, ia langsung pamit masuk ke kontrakannya. Sedangkan teman bersama wanita itu tadi memilih pergi tidak lupa berpamitan dengan Viona."Vio ... kenapa kamu bohong?" tanya Sinta. Sinta tersadar kala pintu kontrakan masih terkunci. Biasanya sang suami tidak akan mengunci
Viona memegang pipi yang terasa panas sampai sekarang akibat tamparan sang suami."Mas ... kamu nampar aku lagi, bahkan rasa sakit akibat tamparan dua hari yang lalu aja masih membekas, Mas!" Awalnya ucapannya pelan lalu langsung meninggi. Dimas yang mendengar itu melotot, sedangkan Mila masih diam memperhatikan."Kamu masih berani mengeluarkan suara!" sentak Dimas.Dimas yang hendak menyakiti Viona langsung ditahan oleh Mila. Sedangkan wanita itu langsung menunduk dan menutup wajahnya."Jangan berlebihan, Dim. Disini tuh rumah berdempetan. Nanti kedengaran, apalagi sekarang masih sore," ucap Mila.Mila memegang lengan anaknya membuat Dimas menoleh. Lelaki itu menghela napas dengan napas memburu. Sedangkan Viona menatap tak percaya pada sang suami. "Apa kamu gak ingin mendengar penjelasanku dulu, apa yang Ibumu omongin sama kamu! Sampe kamu berani menyakitiku," seru Viona.Wajah lelaki itu memerah, bahkan urat leher sampai terlihat. Tangannya terkepal dan menunjuk wajah Viona. "Ma
Setelah kepergiaan anaknya, Mila mengeryitkan alis. Ia bingung dengan perkataan terakhir Dimas, lelaki itu sama sekali tidak memberitahu. Malah menyuruhnya untuk menunggu."Apa yang dimaksud Dimas sih, jadi gak sabar nunggu besok," gumam wanita itu.Baru saja wanita itu hendak membuka pintu. Suara seseorang membuat ia menoleh. "Itu tangannya kenapa kok diperban? Perasaan tadi gak kenapa-napa lho," lontar seseorang.Mendengar lontaran tersebut, Mila mendelik. Wanita yang bertanya tadi kini berada di hadapannya. "Kepo banget sih, urusin aja urusanmu," sungut Mila.Mendapatkan jawaban seperti itu dari Mila. Perempuan tersebut mendelik, ia memilih pergi tanpa pamit."Mit amit punya tetangga gini amat," ucapnya pelan. Setelah berkata demikian ia segera berlari bergegas masuk ke kediaman. Karena Mila mengambil sapu lalu mendekatinya."Apa yang kamu bilang!" sentak Mila. Wanita itu langsung menggedor-gedor pintu kediaman perempuan yang tadi bertanya. Sedangkan sang empu menghela napas da
"Jadi laki beraninya cuma sama cewek," sinis suami Sinta. Melihat kedatangan Panji yang langsung memegang tangan Dimas yang hendak melayangkan tamparan pada Viona. "Kamu mendingan pergi sana, bawa istrimu sekalian. Ganggu aja," usir Dimas geram. Panji tadi langsung menerobos para wanita yang berdiri tadi. Lalu dengan cepat menahan tangan Dimas, tatapan kesal terus dilayangkan suami Viona."Mas ... udah, jangan berantem," pinta Viona.Wanita itu memegang lengan Dimas, merasakan pegangan tangan Viona. Lelaki tersebut langsung menghempaskan dengan cepat, ia menatap kesal sang istri. "Kamu gak usah ikut campur, ini semua gara-gara kamu juga kan. Makanya jangan berteman sama dia," seru Dimas. Dia menunjuk wajah Sinta, membuat Panji kesal dan menepis tangan suami Viona. "Jaga sikapmu! Main tunjuk-tunjuk aja," sentak Panji.Viona menatap semua orang, ia malu karena masalah rumah tangganya jadi tontonan. Wanita itu segera memegang lengan sang suami kembali. "Mas ... udah ya, aku gak