Viona mengerutkan keningnya, ia menatap sang mertua.
"Minta uang? Bukannya Ibu udah di transfer sama Mas Dimas ya. Lagian uang yang dikasih Mas Dimas buat sehari-hari aja gak cukup, Bu!"Mata Mila melotot mendengar balasan menantunya. Ia langsung menunjuk Viona dengan jari."Kamu ini kurang ajar ya! Ibu lagi sakit lho. Ibu minta uang buat berobat, lagian ... kamu tuh bohong banget. Anakku selalu ngasih uang banyak lho sama kamu, makanya Ibu cuma dikasih dikit," sungut Mila.Viona terkejut dengan perkataan Mila. Ia langsung mengeluarkan uang di tas dan menunjukan pada sang mertua."Uang yang dikasih anakmu itu cuma segini, Bu! Besar dari mana coba, bahkan kebanyakan kurang buat aku jadi kasbon ke warung. Belum bayar kontrakan," balas Viona.Melihat uang yang ditunjukan menantunya, Mila langsung merebut. Viona terkejut dengan gerakan wanita tersebut."Ibu apa-apaan sih! Sini uangnya. Aku gak bisa ngasih Ibu uang, itu aja gak cukup buat kebutuhan aku sama Mas Dimas," seru Viona.Mila melihat menantunya hendak merebut uang tadi langsung menyembunyikan ke belakang tubuh."Kamu ini apa-apaan sih! Bohong aja, udah deh gak usah lebay. Pasti uang ini cuma setengah aja enggak kan dari pemberian anakku. Udah kamu jangan boros-boros, lagian ini kan uang dari anak Ibu. Jadi Ibu berhak mengambil juga."Wanita itu langsung bangkit, begitupun Viona. Dia ikut berdiri dan berusaha merebut uang yang dipegang membuat Mila yang berusaha menghindar jadi terjatuh."Akh ..." pekik Mila.Viona terkejut akan kejadian itu, ia segera membantu Ibu mertuanya bangkit."Aduh sakit banget, ini semua gara-gara kamu, Vi! Pokoknya ini uang buat Ibu," sentak wanita itu."Punya menantu kok gak bisa bahagiain, apalagi ngebanggain," gerutu Mila.Mila mendorong menantunya yang membantu berdiri. Viona mendapatkan perlakuan itu mendengkus."Ibu ini kenapa sih! Katanya sakit, kok kuat banget dilihat gak ada lemes-lemes. Kalau gitu aku pulang lagi aja, dan cepet balikin uang itu, Bu!"Mila mendengar ucapan menantunya hanya mendelik lalu menyembunyikan uang tersebut kembali."Ini sebagai ganti rugi kamu udah nyakitin Ibu, ya! Lagian Ibu udah sembuh ngeliat uang ini, Ibu sakit karna gak ada uang buat arisan aja," balas Mila.Viona melotot lalu segera merebut uang tersebut, Mila yang belum siap terkesiap. Ia menatap menantunya dengan mata wanita itu melebar."Kamu apa-apaan sih! Sini uangnya, pelit banget sih. Kamu pasti masih punya uang dan kamu simpen di rumah, kamu cuma mau menjelekkan anakku!" omel wanita paruh baya itu.Wanita itu menghela napas dan memutarkan bola mata malas."Kalau anakmu ngasih uang cukup mah, dandananku gak bakal begini, Bu!" geram Viona.Mila kesal dengan ucapan menantunya, membuat ia dengan kasar mendorong Viona. Membikin wanita itu yang tidak bisa menjaga keseimbangan langsung terjatuh dan kening terbentur ke meja. Sang mertua terkejut akan hal tersebut."Aduh ... keningku."Viona meringis, ia memegeng keningnya. Sedangkan Mila yang terkejut langsung membantu sang menantu bangkit."Kamu gak papa, kan. Udah mendingan kamu pulang aja, kamu di sini juga gak guna," cecar Mila.Perempuan paruh baya itu sedikit mendorong Viona agar melangkah keluar. Sedangkan sang menantu langsung menjauh dari mertuanya dan melangkah menjauh."Huh, gagal dapet uang," gerutu Mila.Sedangkan Viona memegang keningnya, dahi wanita itu berdarah. Ia segera mengeluarkan handphone saat keluar dari kediaman sang mertua. Mila lekas menutup pintu."Elap itu darah di keningmu! Jangan sampe kamu dikata disiksa sama Ibu," sentak wanita tersebut.Setelah berkata demikian, Mila dengan kencang menutup pintu. Sedangkan Viona menatap tidak percaya, ia menghela napas dan mengelap yang berdarah oleh baju pelan-pelan."Euhh ... lumayan dalem juga ini lukanya, huh ...," keluh Viona.Viona lekas mendekati kran air lalu menyalakannya. Ia segera membasuh pakaian lengan lalu mengelap. Yaps daster yang dipakain wanita tersebut berlengan panjang sampai sikut dan lumayan lebar."Untung uangnya gak berhasil di ambil Ibu, kalau misalnya di ambil. Makin pusing aku nyari buat makan, ini aja gak cukup buat sebulan," gumam Viona.Saat sedang mengelap keningnya, seseorang menegur. Membuat wanita itu menoleh, sedangkan yang memanggil mengerutkan dahi melihat Viona yang terluka."Kamu kenapa, Vi? Kok keningnya sampe gitu," seru wanita itu.Mendengar perkataan wanita yang bertanya itu. Mila langsung membuka pintu, perempuan tersebut segera mendekati menantunya."Eh, dia tadi jatuh kebentur meja. Padahal mau saya tolongin, eh dia nolak. Pasti biar saya keliatan jahat," cerocos Mila.Viona menatap mertuanya, kala hendak protes. Wanita itu segera di tarik oleh Mila."Ayo masuk! Biar Ibu obatin itu luka. Lagian lebay banget, cuma segitu juga! Kaya anak kecil aja, kamu tuh udah jadi istri anakku, Vi!" omel Mila.Tidak ingin ikut campur dengan mereka, orang yang tadi bertanya pada Viona memilih pamit. Melihat kepergian manusia itu yang sudah tidak terlihat, Mila langsung memukul tangan menantunya."Aduh, Bu. Kenapa dipukul sih. Ini aja belum kering lukanya lho Bu," keluh Viona.Mila hanya mendelik lalu saat mengingat uang tersebut belum ada di tangannya. Ia langsung menarik tas Viona, dan membuka relsleting."Ibu apa-apaan sih! Padahal udah di transfer dua juta lho sama Mas Dimas. Padahal Mas Dimas ngaku cuma ngasih Ibu lima ratus ribu," sentak Viona.Mata wanita itu melotot, ia masih berusaha merebut uang Viona. Membuat istri anaknya tersebut sekuat tenaga menarik tas sampe tali terputus."Vio ...!" teriak Mila.Dia berteriak karena Viona berlari, ia mengembuskan napas kasar melihat menantunya sangat kencang berusaha menjauh. Seseorang yang ditabrak Viona terkejut, wanita itu hanya meminta maaf lalu kembali lari."Kenapa Vio? Kayanya panik gitu," gumam tetangga Mila.Tetangga Mila itu segera mendekati mertua Viona. Saat wanita tersebut hendak masuk, ditahan oleh perempuan tersebut."Eh, Mbak. Kenapa itu Vio? Lagi sampe segitunya," tanyanya kepo.Mila langsung membalikan badan menatap tetangganya. Ia terdiam sebentar lalu ide jahat terlampir di otak."Itu lho, Nis. Dia curi uangku, terus kabur saat kepergok sama aku, Nis," papar Mila.Wanita tersebut terkejut dengan penjelasan Mila. Mereka langsung berbincang agak lama dan perempuan itu pamit masuk ke kediaman. Sedangkan mertua Viona menyeringai."Rasain kamu, Vio. Lagian berani-berani kamu jelekin anakku," batin Mila.Dia segera masuk ke kediaman, sedangkan tetangga wanita itu langsung berteleponan dengan orang untuk membicarakan Viona. Berita tersebut segera tersebar luas, sedangkan perempuan yang dibicarakan kini tengah duduk menunggu ojek ditumpangi sampai mengantarkan ke kontrakan."Udah sampe, Mbak."Viona mengangguk lalu segera membayar ojek tersebut. Sesampai di kontrakan ia langsung menjatuhkan bokong ke kursi, seseorang yang berada di samping kediaman segera mendekat."Vio, apa bener berita itu?" tanya wanita itu.Viona mengerutkan kening karena bingung dengan pertanyaan tetangga kontrakannya. Ia segera bangkit dan menatap wanita itu. "Maksud kamu apa, Sin? Berita apa?" tanya Viona.Wanita itu segera mengajak Viona untuk duduk di kursi yang ada di depan kontrakan."Tahap emosimu ya, Vi. Ini lho, beritanya udah nyebar ke grup. Bahkan namamu sama sekali gak di sembunyikan," ucap perempuan itu.Viona semakin kebingungan mendengar tetangga kontrakannya. "Ini baca sendiri beritanya, lagian. Kamu kenapa gak ikut join di grup kampung ini," lontarnya.Dia segera meraih handphone wanita tersebut. Lalu segera membaca berita yang ditanyakan tetangga kontraknya, mata Viona membulat membaca deretan itu."Apa-apaan ini? Aku gak nyuri uang Ibu kok," ucap Viona spontan.Perempuan tersebut terkejut dengan kata yang keluar dari bibir Viona. Dia mengelus dada akibat masih terasa kagetnya. "Makanya aku nanya ke kamu, gak mau asal telen berita mentah-mentah," sahut Sinta.Istri Dimas itu menarik dan mengembuskan
Setelah berkata demikian Mila langsung berlalu masuk ke kediaman. Sedangkan warga yang tadi bersama istri ketua RT. Mengusap punggung wanita tersebut. "Sabar Bu, dia emang gitu."Wanita tersebut menghela napas dan menatap orang yang berbicara. Ia mengulas senyum kecil lalu mengangguk."Kasian Viona ya. Ya udah yuk gak usah ikut campur urusan orang, kita pergi aja," seru perempuan itu.Setelah berkata demikian, ia langsung menatap Nisa. "Kamu juga jangan lupa minta maaf ke Viona, kamu awal yang nyebar gosip itu," nasihatnya.Nisa menganggukan kepala, mereka langsung bubar. Sedangkan Mila yang mengintip di dalam kediaman lewat jendela. Mengepalkan tangan, amarah sangat memuncak di dada."Sial! Ini semua dalang utamanya Viona, dia harus tanggung jawab," geram perempuan itu.Perempuan paruh baya itu segera menutup gorden, ia melangkah ke ruang tamu. Karena sudah tidak tahan ingin menelepon anaknya, wanita tersebut segera menghubungi Dimas. Beberapa kali Mila terus menelepon, sampai ters
Gadis itu mengerutkan kening lalu cemberut. Ia menoleh menatap temannya memanggil karena pesanan mereka sudah matang. Dia mengangguk kepala sebagai jawaban."Nanti ya, aku habis pulang sekolah mau jalan-jalan sama pacarku," balas Hana.Mila menggeram mendengar balasan sang anak. "Gak! Pokoknya kamu bawain dulu itu pesenan Ibu ke rumah, kalau enggak uang jajan kamu distop sampe sebulan," sentak Mila.Hana segera menjauhkan handphone dari telinga saat sang Ibu berteriak. Lalu menempelkan kembali dan menghela napas. "Iya-iya, nanti pulang sekolah aku langsung beli dan anter ke rumah. Udah ya kalau gitu Hana mau makan dulu di kantin," sungut gadis tersebut. Wanita paruh baya itu berdecak kesal mendapati anaknya langsung memutuskan sambungan telepon."Huh, aku terlalu memanjakannya," gerundel perempuan itu.Mila menaruh handphonenya kembali lalu memilih melangkah ke kamar untuk beristirahat. Waktu berlaku begitu cepat, kini Hana baru saja keluar dari sekolah. "Duh ... Aku lupa bilang s
Dimas mengepalkan tangan mendengar cerita Ibunya. Sedangkan Hana menyeringai melihat hal tersebut. "Berani banget dia nyakitin Ibu!" geram Dimas.Tangan lelaki itu terkepal, urat leher sangat terlihat. Bahkan wajah pria tersebut sampai memerah. Melihat reaksi anaknya, Mila sangat ingin bersorak senang. "Iya, Dim. Masa dia malah sebarin ke grup, Ibu jadi disudutkan sama semua orang," adu wanita tersebut.pria tersebut melotot, seperti mata lelaki itu hendak keluar dari tempatnya. Dengan penuh emosi, Dimas memukul kasur karena terlampau marah. "Bener-bener, gak tau diri banget sih. Pasti dia begitu karena gak terima aku kasih uang dikit!"Mila mengerutkan kening mendengar perkataan Dimas. Tetapi ia malas bertanya, yang penting pembalasannya akan segera tersampai bukan?"Aku harus pulang sekarang! Buat beri pelajaran Viona," seru lelaki itu.Lelaki itu langsung bangkit lalu melangkah pergi. Mila dengan gerakan mata menyuruh putrinya untuk mengikuti Dimas."Ajak makan dulu, setelah i
Wanita itu memegang pipi yang di tampar. Sedangkan Dimas masih menatap sangar sang istri karena masih tidak puas. "Dasar, istri sialan!" maki pria tersebut.Viona mendongak menatap Dimas, mata perempuan itu berkaca-kaca. Tangannya memegang pipi yang baru saja ditampar sang suami. "Kamu apa-apaan sih, Mas! Harusnya aku yang marah di sini," sungut wanita itu.Mata lelaki itu melebar seperti hendak keluar dari kelopak. Pria tersebut menarik lengan Viona lalu mendorong ke arah sofa. "Apa kamu bilang! Kamu marah karna apa. Karna aku ngasih uang lima ratus ribu ke Ibu, gitu," hardik Dimas.Setelah berkata demikian, lelaki itu langsung mengambil sapu."Sebenernya pembalas ini belum setimpal dari apa yang kamu lakuin ke Ibuku!" lontar pria tersebut.Dimas langsung memukul Viona dengan batang sapu. Wanita itu memekik kesakitan. Mendengar teriakan perempuan tersebut sangat kencang. Lelaki yang berstatus suaminya, pergi ke ruangan lain. "Akh ... sakit," erang Viona.Wanita itu memegang paha
Dua hari berlalu, Dimas tidak pulang ke kontrakan. Ia sama sekali tidak merasa menyesal telah menyiksa sang istri. Langit kini telah menyemburkan semburat jingga, yang tandanya akan berganti menjadi malam. Viona memakai pakaian panjang agar tidak ada yang tau jika ia terluka."Vio, luka kamu udah sembuh belum?" tanya Sinta. Wanita itu bertanya saat ia tengah bersama beberapa perempuan yang sama penghuni kontrakan. Mendengar pertanyaan Sinta, mereka mengerutkan kening karena bingung. "Emang Viona kenapa, Sin," lontar salah satu dari mereka.Baru aja Sinta hendak menyahuti, Viona sudah menarik wanita itu. "Eh, Sin. Suamimu udah ada di dalam rumah tuh, tadi nyariin kamu lho," seru Viona.Mendengar itu mata Sinta membulat, ia langsung pamit masuk ke kontrakannya. Sedangkan teman bersama wanita itu tadi memilih pergi tidak lupa berpamitan dengan Viona."Vio ... kenapa kamu bohong?" tanya Sinta. Sinta tersadar kala pintu kontrakan masih terkunci. Biasanya sang suami tidak akan mengunci
Viona memegang pipi yang terasa panas sampai sekarang akibat tamparan sang suami."Mas ... kamu nampar aku lagi, bahkan rasa sakit akibat tamparan dua hari yang lalu aja masih membekas, Mas!" Awalnya ucapannya pelan lalu langsung meninggi. Dimas yang mendengar itu melotot, sedangkan Mila masih diam memperhatikan."Kamu masih berani mengeluarkan suara!" sentak Dimas.Dimas yang hendak menyakiti Viona langsung ditahan oleh Mila. Sedangkan wanita itu langsung menunduk dan menutup wajahnya."Jangan berlebihan, Dim. Disini tuh rumah berdempetan. Nanti kedengaran, apalagi sekarang masih sore," ucap Mila.Mila memegang lengan anaknya membuat Dimas menoleh. Lelaki itu menghela napas dengan napas memburu. Sedangkan Viona menatap tak percaya pada sang suami. "Apa kamu gak ingin mendengar penjelasanku dulu, apa yang Ibumu omongin sama kamu! Sampe kamu berani menyakitiku," seru Viona.Wajah lelaki itu memerah, bahkan urat leher sampai terlihat. Tangannya terkepal dan menunjuk wajah Viona. "Ma
Setelah kepergiaan anaknya, Mila mengeryitkan alis. Ia bingung dengan perkataan terakhir Dimas, lelaki itu sama sekali tidak memberitahu. Malah menyuruhnya untuk menunggu."Apa yang dimaksud Dimas sih, jadi gak sabar nunggu besok," gumam wanita itu.Baru saja wanita itu hendak membuka pintu. Suara seseorang membuat ia menoleh. "Itu tangannya kenapa kok diperban? Perasaan tadi gak kenapa-napa lho," lontar seseorang.Mendengar lontaran tersebut, Mila mendelik. Wanita yang bertanya tadi kini berada di hadapannya. "Kepo banget sih, urusin aja urusanmu," sungut Mila.Mendapatkan jawaban seperti itu dari Mila. Perempuan tersebut mendelik, ia memilih pergi tanpa pamit."Mit amit punya tetangga gini amat," ucapnya pelan. Setelah berkata demikian ia segera berlari bergegas masuk ke kediaman. Karena Mila mengambil sapu lalu mendekatinya."Apa yang kamu bilang!" sentak Mila. Wanita itu langsung menggedor-gedor pintu kediaman perempuan yang tadi bertanya. Sedangkan sang empu menghela napas da