Share

Saatnya Berpisah

Author: TintaMerah
last update Last Updated: 2025-09-05 13:01:49

Aku bangkit dari keterpurukan, memilih tegar meski hatiku sudah setengah luruh. Sebelum nyawa melayang, aku masih bisa berjuang dan tidak akan mau dijadikan budak lagi. Sudah cukup enam bulan ini, ke depannya tidak akan ada lagi Dina yang sabar dan juga pengertian. Tidak akan ada lagi pengeluaran untuk besok dan seterusnya.

Cermin di depanku menunjukkan wajah yang sangat lelah. Untung saja hari ini aku sedang libur kerja dan aku bisa melakukan sedikit pemulihan hati. Aku mentransfer uang yang dari m-banking ke kartu ku yang lain, kartu dari restoran yang tersedia untuk semua karyawan.

Sebenarnya uang di tabungan itu bukan keseluruhan uang yang aku miliki. Gaji selama enam bulan ini belum tersentuh dan aku simpan di kartu karyawan tersebut. Sekarang aku harus ke kantor pengadilan, meminta surat cerai setelah itu pergi dari rumah ini.

Biarlah rumah mendiang ibu ini aku hadiahkan untuk mereka karena selama ini sudah merawatku secara tidak adil. Biar bagaimanapun, aku sudah mendapatkan nama keluarga dari mereka.

Semua bukti aku serahkan, dengan cepat mereka memberikan surat cerai tersebut sebab aku juga menyertakan bukti. Uang yang berkisar lebih dari 70 juta yang Mas Danu gunakan juga aku lampirkan, aku akan membawanya ke persidangan nanti. Setelah aku tahu uang itu di mana digunakan olehnya, tentunya aku akan menuntut hakku.

Setelah selesai dengan surat, aku langsung menuju pabrik untuk meminta tanda tangan Mas Danu. Dengan berat hati, aku masuk ke kawasan yang selama ini aku dilarang datang oleh Mas Danu sendiri.

"Permisi, ruangan Bapak Danuarta di mana ya?" Tanyaku pada salah satu karyawan setelah dipersilakan masuk oleh security.

"Mohon maaf, Kak. Kakak ini siapa ya? Apa sebelumnya sudah membuat janji atau—"

"Saya istri Pak Danuarta, boleh tunjukkan di mana ruangannya?" Potongku langsung.

"Bukannya Pak Danuarta belum menikah? Dan baru minggu depan dia menikah kan? Lagian bukan ini calon istrinya. Calon istrinya itu Bu Sinta dari kantor pemasaran," bisik seorang karyawan dari samping wanita yang aku ajak bicara.

"Mohon maaf, Kak. Pak Danuarta belum memiliki istri. Sebaiknya kakak keluar dulu, nanti saya akan informasikan pada Pak Danu kalau ada orang yang datang mencarinya." Aku mengangguk.

"Katakan padanya, yang datang namanya Dina Kayana." Karyawan itu mengangguk dan langsung pergi. Menunggu beberapa saat di luar, akhirnya orang yang aku ingin temui datang juga.

Mas Danu datang tergesa-gesa, dia menarikku ke samping bangunan dengan tatapan mata tajam terus dia tujukan padaku.

"Kamu kenapa kemari, hah?! Nggak usah ngasih bekal segala, mulai hari ini aku akan makan di kantin," serunya dengan suara tertahan.

"Aku nggak datang buat antar makanan, Mas. Aku datang buat minta tanda tangan kamu. Di restoran akan mengadakan acara minggu depan ini, kami sebagai karyawan akan pergi berlibur selama dua hari. Karena aku punya suami, jadi aku minta izin dari kamu agar bisa ikut," jelasku sambil memperhatikan mimik wajahnya yang tampak takut akan dipergoki.

"Ck! Banyak banget tingkah kamu. Nggak usah minta izin segala. Kapan rupanya aku nggak izinin kamu bersenang-senang? Mana yang harus ditandatangani?" Dia menyodorkan tangan dan aku langsung memberikan tiga lembar kertas yang di bagian paling bawah kertas adalah surat yang baru saja aku ambil dari kantor pengadilan agama.

"Lain kali telepon aku kalau mau datang, nanti atasan aku marah gimana? Bisa-bisa aku dipecat gara-gara hal sepele seperti ini," lanjutnya.

Ketiga kertas itu ditandatangani dengan lancar, tanpa dia membaca ataupun melihat aku membaca.

"Nah! Aku mau lanjut kerja. Tumben kamu nggak bawa makanan, pagi tadi juga kamu kayak ngejauh dari aku," ketusnya.

"Nggak kok, Mas. Aku cuman capek. Ibu minta uangku lagi, kamu tahu kan kalau uang yang kamu kasih kurang dan aku yang nambahi. Tadi malah diminta lagi buat bayar arisan, aku capek kalau mengeluarkan duit terus buat mereka. Sesekali maunya Sinta yang beli perlengkapan rumah, dia kan juga kerja dan uang arisan nanti juga bakalan buat mereka," aku memasang wajah sedih.

Bukannya dielus kepalaku, Mas Danu malah memalingkan wajah ke arah lain.

"Baru enam bulan aja kamu udah ngeluh, gimana kamu yang dibesarkan Tante Reni sejak bayi? Nggak bakalan bisa kamu balas jasa dia itu," aku pikir Mas Danu akan membelaku, padahal sejak dulu akulah yang melengkapi keperluan rumah.

Setelah tamat SMP, aku berjualan ke pasar demi bisa mendapatkan uang untuk kebutuhanku sendiri, mulai dari bayi sampai kelas empat SD aku diasuh oleh nenek dari pihak ibuku.

Ibunya Sinta sama sekali tidak menginginkan aku. Setelah aku kerja di restoran di pinggiran kota, barulah mereka memintaku untuk pulang. Saat itu, nenek juga sudah tidak ada.

Rumah kembaliku hanyalah pada ayah saja. Rupanya tidak semua rumah itu tempat pulang. Kadang rumah hanya bisa menjadi tempat teduh yang di dalamnya tidak ada rasa nyaman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    kejutan

    Handphone Sinta masih berada di genggaman ku, sedikit penasaran dengan isinya, aku membuka handphone tersebut. Ternyata tidak di kunci, mungkin Sinta yakin aku tidak akan mencurigai nya sebab selama ini aku masa bodoh dengan urusannya. Aku tidak pernah ikut campur urusan Sinta, kecuali itu urusan keuangan. Namun, sekarang setelah dia bekerja, aku tidak pernah lagi dia mintai uang. Berganti pada ibuk yang hampir setiap minggu meminta uang dengan alasan arisan dan juga uang iuran. Untuk urusan dapur, mereka tidak pernah ambil pusing. Akulah yang selama ini memenuhi kebutuhan dapur, mengesampingkan perawatan dan juga keperluan badanku demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga. "Astaga!" Seruku dengan suara tertahan, aku refleks menutup mulut saat melihat galeri foto Sinta yang penuh dengan isi gambar terlarang. Begitu banyak, bahkan ada juga beberapa video biru yang diambil secara langsung dari handphone tersebut. Tanganku gemetar melihat gambar-gambar itu, Sinta dengan tak tau malu mem

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Awal Dekat

    Satu hari sebelum pesta yang dikatakan oleh pihak percetakan, aku langsung pergi untuk melihat lokasi yang sudah ditentukan. Gedung mewah yang Mas Danu sewa ternyata begitu ramai, banyak perias ruangan dan juga beberapa staf yang mempersiapkan pesta besok.Aku tahu untuk sewa gedung lantai bawah ini saja kita harus merogoh kocek sebanyak 3 juta dalam satu jam. Pantas saja uang di tabunganku hilang lebih dari setengahnya. Aku mengumpulkan uang itu selama lebih dari dua tahun bekerja di restoran, dengan gaji lima juta sebulan aku harus bisa hemat. Kebutuhan rumah akulah yang mengadakan. Bahkan saat Sinta kuliah, akulah orang yang membiayai kuliahnya.Maka dari itu, selama dia kuliah aku tidak bisa menabung apa pun untuk diriku. Setelah dia selesai kuliah, aku mulai diangkat menjadi manajer di restoran mewah yang lebih dari lima tahun aku huni. Bekerja dari tukang bersih-bersih sampai jadi pelayan sudah aku lakukan. Bahkan aku melakukan pekerjaan mencuci piring sampai sekarang, itu sem

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Ancaman

    "Din, kamu kenapa sih jadi cuek gini? Mas ada salah ya?" Mas Danu mengelus wajahku. Aku merasa jijik melihat tangannya itu, pasti dia sering memegang tangan Sinta. Aku masih penasaran awal pertama mereka dekat bagaimana, perasaan dari dulu Mas Danu terlihat dingin pada Sinta. Mas Danu juga jarang bicara pada Sinta saat di rumah, mungkin cara bermain mereka rapi sampai aku tidak menyadari."Mas jangan pegang-pegang! Tangan kamu kotor itu. Pasti di pabrik kamu sering memegang benda kotor! Siapa tahu kamu juga sering memegang perempuan lagi," ketusku."Enak saja kamu! Kamu pikir aku di pabrik itu kerjanya jadi penghibur istri orang. Kerjaku di pabrik itu cuma melihat-lihat ruangan dan juga pekerja yang membuat kasur, otak kamu yang kotor itu," seru Mas Danu.Pantatnya menjauh sedikit dariku, wajahnya berubah masam dan sesekali melirik aku dengan tatapan tajam."Kamu ini jadi istri tidak pernah mengerti perasaan aku, Din. Selama enam bulan kita nikah, kamu belum pernah berbuat hal yang

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Sakit Hati

    "Kakak yakin kalau ini benar-benar dari Bapak Danuarta?" Tanyaku pada seorang kurir pengantar makanan. Sampai di rumah, bukannya langsung istirahat, aku malah mendapati kurir makanan yang sedang menunggu. Rupanya Mas Danu memesan makanan untuk Sinta, tapi yang membayar malah aku."Iya, Buk. Ini atas nama Bu Dina kan? Tapi di pesan yang dikirim makanannya untuk Bu Sinta. Mungkin ada kesalahpahaman di sini," jawab kurir tersebut. Ting! Sebuah pesan masuk. "Sayang, kamu bayarin makanan yang aku pesan itu dulu ya. Nanti kasih sama Sinta, dia sudah lama minta makanan itu. Katanya kamu tidak mau belikan dia." Pesan dari Mas Danu aku baca dalam hati. Aku langsung membayar biaya makanan dan membawanya masuk.Seonggok mie ayam dengan es yang sedang viral aku tatap dengan perasaan jengkel. Sepertinya hatiku sudah menjadi batu sekarang karena aku tidak sakit hati dengan perbuatan Mas Danu. Lagian untuk apa aku sakit hati? Tuhan sudah baik padaku dengan menunjukkan kebusukan mereka dan seka

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Saatnya Berpisah

    Aku bangkit dari keterpurukan, memilih tegar meski hatiku sudah setengah luruh. Sebelum nyawa melayang, aku masih bisa berjuang dan tidak akan mau dijadikan budak lagi. Sudah cukup enam bulan ini, ke depannya tidak akan ada lagi Dina yang sabar dan juga pengertian. Tidak akan ada lagi pengeluaran untuk besok dan seterusnya.Cermin di depanku menunjukkan wajah yang sangat lelah. Untung saja hari ini aku sedang libur kerja dan aku bisa melakukan sedikit pemulihan hati. Aku mentransfer uang yang dari m-banking ke kartu ku yang lain, kartu dari restoran yang tersedia untuk semua karyawan.Sebenarnya uang di tabungan itu bukan keseluruhan uang yang aku miliki. Gaji selama enam bulan ini belum tersentuh dan aku simpan di kartu karyawan tersebut. Sekarang aku harus ke kantor pengadilan, meminta surat cerai setelah itu pergi dari rumah ini. Biarlah rumah mendiang ibu ini aku hadiahkan untuk mereka karena selama ini sudah merawatku secara tidak adil. Biar bagaimanapun, aku sudah mendapatkan n

  • Gajiku untuk Pernikahan Suamiku    Gajiku untuk Pernikahan Suamiku

    "Dina! Kamu di mana?!" Mas Danu berseru dari luar. Aku buru-buru mengelap wajah dan masuk ke kamar mandi. Aku tidak mau dia melihat kondisiku yang berantakan, bisa saja nanti dia curiga kalau aku sudah mengetahui kelakuan busuknya. Tok-tok-tok! "Sayang, kamu di dalam ya? Aku lanjut pergi kerja ya." Pintu kamar mandi diketuknya. "Iya, Mas! Hati-hati," seruku.Biasanya aku selalu menyalami tangannya saat dia pergi bekerja. Mas Danu juga akan mencium keningku dengan senyum yang terus terukir di wajahnya. Hari ini, bahkan bekal yang selalu aku siapkan tidak dia pertanyakan lagi."Mas, apa ada yang masih kurang dariku?" Aku terduduk di lantai, perlahan tubuhku merosot begitu saja dan badanku kini sudah rebahan di lantai kamar mandi yang masih basah.Berpacaran selama dua tahun dengannya bukanlah waktu yang sebentar. Kami sudah saling mengenal satu sama lain, bahkan aku sering kerumah orang tuanya. Aku pikir dengan hubungan yang terjalin hangat akan membuat kebahagiaan berpihak padaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status