Share

Pertemuan Dengan Ganendra

Author: Lyrik wish
last update Last Updated: 2025-10-15 13:37:37

Beberapa hari kemudian, tibalah hari yang dinanti—malam reuni kampus Universitas Azzura.

Kinanti berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangan dirinya sendiri yang tampak begitu memukau dalam balutan gaun hitam sederhana dengan potongan elegan yang menonjolkan lekuk tubuhnya

Meski desainnya tidak berlebihan, kemewahan tetap terpancar dari setiap detailnya, terutama dari perhiasan berlian yang menghiasi leher dan pergelangan tangannya. Aura anggun dan mahal benar-benar keluar dari sosoknya malam itu.

Tangannya sempat bergetar sedikit saat ia merapikan anting, bukan karena gugup, melainkan karena hatinya masih menyimpan bara amarah yang belum padam. Luka batin akibat pengkhianatan Bara belum kering sepenuhnya, tapi malam ini, Kinanti bertekad tampil sempurna—untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya tidak hancur.

Suara langkah sepatu terdengar mendekat. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, menampakkan sosok pria dengan jas hitam rapi. Bara berdiri di ambang pintu, wajahnya datar, tapi ada gurat canggung di sana.

“Apa kau sudah siap?” tanyanya, suaranya tenang tapi hambar.

Kinanti tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap bayangannya di cermin, lalu mengembuskan napas pelan.

“Sebaiknya kita memakai mobil masing-masing,” ucapnya datar tanpa menoleh.

Bara mengerutkan kening.

“Apa yang kau bicarakan, Kinanti? Kita sudah membahas ini—”

Kinanti akhirnya menoleh, menatap suaminya dengan sorot mata yang dingin dan tajam. Sejak perselingkuhan Bara terbongkar, pria itu memang terus menolak perceraian. Begitu pula keluarga besar mereka—yang lebih mementingkan nama baik daripada kebahagiaan putrinya sendiri.

“Tidak usah diperpanjang,” potong Kinanti tajam. “Aku malas berbicara denganmu.”

Ia meraih clutch hitam kecil di atas meja rias dan berjalan keluar kamar tanpa menunggu respons. Bara hanya bisa mengekor di belakangnya dalam diam.

•••

Sepanjang perjalanan menuju hotel tempat reuni diadakan, suasana di dalam mobil terasa begitu sunyi. Hanya suara mesin dan hembusan AC yang terdengar. Kinanti menatap ke luar jendela, berusaha menahan gelombang perasaan yang terus bergolak. Bara sesekali meliriknya, tapi tak berani berkata apa-apa.

Ketika mobil akhirnya berhenti di pelataran hotel bintang lima, Bara turun lebih dulu dan membukakan pintu. Kinanti keluar tanpa sepatah kata, menatap megahnya gedung di hadapan mereka—tempat semua kenangan masa muda dulu bermula.

Begitu mereka memasuki ballroom, sorak dan tawa menyambut dari berbagai penjuru ruangan. Musik lembut mengalun, gelas beradu, dan aroma wine memenuhi udara.

“Bara!!” seru seseorang dari kejauhan.

Bara menoleh. Seorang pria bertubuh besar dengan wajah ramah menghampirinya.

“Andrew!” Bara tersenyum tipis.

Andrew kemudian melirik ke arah Kinanti dan berdecak kagum.

“Wah... Kinanti, kau tambah cantik saja. Masih seperti dulu—mantan dewi kampus kita.”

Kinanti tersenyum kecil, sopan tapi datar.

“Bisa saja kamu. Mana Nina? Aku tidak melihatnya.”

“Di dalam,” jawab Andrew. “Lagi hamil tua tapi memaksa ingin ikut.”

“Baiklah... aku mau menyapa teman-teman yang lain dulu, ya.”

Kinanti beranjak, meninggalkan Bara dan Andrew yang mulai berbincang. Langkahnya anggun namun penuh wibawa. Dari kejauhan, sepasang mata tajam mengikuti setiap gerakannya.

•••

Dari arah mini bar, seorang pria dengan jas abu-abu berdiri sambil memegang segelas red wine. Sorot matanya tak lepas dari sosok Kinanti.

“Kau... masih secantik dulu, Kinanti,” gumamnya pelan, nyaris seperti doa. “Cantik... dan rapuh.”

Pria itu adalah Ganendra Adipati—lelaki matang dengan aura tenang dan karisma alami. Ia baru saja kembali dari luar negeri setelah bertahun-tahun memimpin ekspansi perusahaannya, G. Holdings. Dan kini, nasib mempertemukannya kembali dengan wanita yang pernah ia cintai diam-diam sejak masa kuliah.

Ganendra berjalan mendekati Bara dan Andrew.

“Ganendra!” seru Bara, antusias. Mereka berpelukan singkat.

“Kapan terakhir kita bertemu? Di New York, ya?”

“Ya, sekitar setahun lalu,” jawab Ganendra tenang. “Aku memutuskan untuk kembali dan fokus di Indonesia sekarang.”

Namun, di tengah obrolan santai mereka, ponsel Bara tiba-tiba berdering keras. Ia menatap layar, dan wajahnya mendadak pucat.

Tanpa berpikir panjang, ia segera menghampiri Kinanti yang sedang berbincang dengan beberapa teman lamanya.

“Kinanti,” ucap Bara terburu-buru, menarik lembut tangan istrinya. Mereka berjalan keluar ballroom.

“Aku harus pergi. Nadia jatuh di kamar mandi.”

Kinanti menatapnya tak percaya.

“Kau gila, Bara?! Kau mau meninggalkanku sendiri di sini? Apa yang akan teman-teman kita pikirkan?”

“Dia sedang hamil, Kinanti. Apa kau tidak punya hati?”

“Aku?” suara Kinanti meninggi. “Aku yang tidak punya hati? Kau bisa menyuruh asistennya membawa gundikmu ke rumah sakit!”

Bara hanya menggeleng keras.

“Sudahlah. Aku tidak ingin berdebat. Aku pergi!”

Ia berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Kinanti berdiri dengan mata berair dan dada sesak.

“Brengsek kau, Bara...” bisiknya dengan gemetar. “Lihat saja. Malam ini aku akan mencari pria lain... dan aku akan tidur dengan siapa pun yang aku mau.”

Kinanti berbalik dengan langkah cepat—dan.

Brukkk!

Tubuhnya menabrak seseorang dengan keras.

“Aah!” pekik Kinanti pelan, hampir terjatuh. Namun sepasang tangan kuat segera menangkap pinggangnya.

“Hati-hati,” suara berat itu membuat Kinanti mendongak.

Tatapan mereka bertemu.

“Ganendra?” suaranya lirih.

Pria itu tersenyum samar.

“Hai, Kinanti... sudah lama sekali. Bagaimana kabarmu?”

Kinanti mencoba tersenyum, meski hatinya masih bergolak.

“Aku baik-baik saja. Kau... kapan kembali ke Indonesia?”

“Sudah beberapa minggu ini,” jawab Ganendra singkat, menatapnya dalam.

Ada jeda di antara mereka—hening, tapi penuh muatan. Kinanti menggigit bibir bawahnya pelan, pikirannya kalut. Ia tahu apa yang dipikirkannya salah, tapi rasa sakit membuat logikanya memudar.

“Ganendra...” ucapnya pelan. “Apa kau sudah berkeluarga?”

“Belum,” jawab Ganendra lembut. “Aku masih sendiri.”

Kinanti menatap matanya dalam-dalam. Satu langkah ia maju, jarak mereka semakin dekat.

“Ganendra... apa kau bisa... menemani aku malam ini?”

Ganendra terdiam, menatap wanita itu dengan sorot tak terbaca.

“Kinanti... apa kau mabuk?” tanyanya hati-hati.

“Tidak,” jawab Kinanti cepat. “Aku hanya... butuh pelampiasan. Aku ingin tidur dengan seseorang malam ini. Apa kau mau?”

Kata-katanya tajam, tapi bergetar. Suara perempuan yang terluka.

Ganendra menghela napas panjang.

“Kinanti, kau sudah menikah.”

Sekilas kesadaran menamparnya. Kinanti menunduk, Kinanti tahu, keluar Ganendra bukan keluarga sembarangan. Tidak mungkin Ganendra mau terlibat skandal murahan seperti itu.

Apalagi... meniduri istri dari sahabatnya sendiri.

Kinanti mundur selangkah.

“Maafkan aku... pikiranku sedang kacau. Lupakan saja ucapanku tadi.”

Ia berbalik hendak pergi, tapi sebelum sempat melangkah, tangan Ganendra meraih lengannya dan menariknya lembut ke dalam dekapannya.

Tubuh Kinanti membeku di dada pria itu. Napasnya tercekat saat Ganendra mengangkat dagunya dan tanpa aba-aba mencium bibirnya. Ciuman itu dalam, spontan, dan penuh perasaan yang lama terpendam.

Ketika mereka akhirnya terlepas, Kinanti menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Ganendra menatap balik, suaranya rendah namun tegas.

“Tapi dengan satu syarat, Kinanti...” katanya pelan.

“Aku tidak ingin kalau ini hanya hubungan cinta satu malam.”

Malam ini... Kinanti menyerahkan dirinya, kepelukan sahabat suaminya sendiri.

•••

To be continued—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Perlawanan Kinanti

    Ponsel Kinanti bergetar lagi, nada dering yang sama berulang tanpa henti. Nama Bara terus muncul di layar, berkali-kali, seolah pria itu tak akan berhenti sampai wanita itu mengangkatnya.Namun Kinanti hanya menatap sekilas, bibirnya mengerucut jengkel. Dengan gerakan cepat, ia menekan tombol merah lalu menonaktifkan ponselnya.Tidak ada niat sama sekali untuk menjawab, apalagi berurusan dengan Bara malam ini.Gerakan kecil itu ternyata membuat Ganendra terusik. Ia sempat membuka mata yang terpejam, lalu melirik ke arah Kinanti yang tengah meraih nakas untuk meletakkan ponselnya."Ummhhh... ada apa, Kinan? Kau belum tidur?" suara beratnya terdengar serak, masih lelah setelah bercinta.Ia bergeser pelan, mengganti posisi. Kini tubuh Kinanti yang mungil justru bersandar nyaman di dadanya yang bidang, seperti menemukan sandaran yang sempurna.Kinanti menarik napas panjang sebelum bersuara."Apa kita harus memiliki tempat khusus?" tanyanya tiba-tiba, suaranya datar tapi serius."Hmmm?" al

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Jika kau selingkuh, akupun bisa selingkuh

    Basement Penthouse, Malam Itu.Blugh!Suara pintu mobil tertutup keras, menggema di parkiran bawah tanah yang sunyi. Lampu neon putih keperakan memantulkan kilau mobil sport berwarna hitam yang baru saja diparkir.Kinanti Atmadja baru saja melangkah keluar. Tumit stilettonya beradu dengan lantai marmer abu-abu, meninggalkan denting elegan di ruang yang lengang.Tubuh rampingnya bersandar di kap mobil, tangan kanan menahan tubuhnya, sementara tangan kirinya merogoh tas kulit mewah.Ia menarik ponselnya, layar menyala, menyorot wajah cantiknya yang pucat namun tetap memesona. Jemarinya mengetik cepat.Kinanti: Kau dimana?Beberapa detik kemudian, layar ponsel bergetar. Notifikasi balasan masuk—sebuah foto.Gambar itu memperlihatkan Ganendra Adipati shirtless, tubuhnya berbaring di atas ranjang king-size, dada bidangnya terbuka, otot-otot sixpack perutnya jelas, kulitnya berkilau samar tertimpa cahaya lampu kamar. Tatapannya ke kamera dalam, menggoda, penuh undangan.Ganendra: Aku di ata

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Terabaikan

    Dua hari kemudian, di Rumah Mode Kinanti.Gedung modern itu berdiri anggun di kawasan elit SCBD, dinding kaca memantulkan cahaya matahari siang yang terik.Di lantai tiga, ruang kerja pribadi Kinanti terasa begitu rapi, elegan, namun sekaligus dingin—persis seperti pemiliknya.Kinanti duduk di meja kerjanya, rambut hitam panjangnya tergerai ke satu sisi. Sejak tadi, pensil di tangannya hanya menari di atas kertas putih, membentuk coretan-coretan acak yang bahkan tak bisa disebut sketsa.Tangannya bergerak, tetapi pikirannya jelas jauh melayang entah ke mana.Wanita itu menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan pensil. Jemarinya menekan pelipis. Seorang fashion designer muda yang namanya sedang melambung di kalangan sosialita, selebriti, bahkan politikus ibu kota.Dia dicari-cari untuk gaun gala, pesta pernikahan, hingga sekadar private fitting. Namun di balik semua itu, hari ini dia justru duduk bengong.Ceklek.Pintu ruang kerja terbuka."Halo, kak." Suara ceria terdengar. Dari bali

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Aku harus hamil

    Satu bulan berlalu... Keringat mengalir di pelipis Kinanti, tubuhnya bergetar di bawah desahan panjang yang lolos dari bibirnya."Ngghhh... Ganendra... aku... aku sudah tidak kuat..." suaranya parau, bercampur antara kenikmatan dan kelelahan.Ganendra menunduk, wajahnya hanya sejengkal dari milik Kinanti, napasnya memburu, tubuhnya menegang hingga urat di lehernya mencuat."Kinanti... aku tidak memakai pengaman..." bisiknya, nyaris seperti ancaman sekaligus pengakuan.Mata Kinanti terpejam rapat, kepalanya terhentak ke belakang."Keluarkan... di dalam saja..." ia meliuk, tubuhnya menegang dalam kepasrahan yang nikmat."Aku ingin seorang anak... ahhh..."Hembusan napas berat Ganendra terdengar di telinganya."Kinantiiii... Arrrggghhh!!"Tubuh atletis lelaki itu akhirnya terkulai, dadanya naik turun dengan cepat, sementara peluh membasahi kulitnya.Ia menindih Kinanti sejenak, merasakan detak jantung keduanya berpacu gila.Dengan sisa tenaga, Ganendra menggulingkan tubuhnya ke samping,

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Pertemuan Dengan Ganendra

    Beberapa hari kemudian, tibalah hari yang dinanti—malam reuni kampus Universitas Azzura.Kinanti berdiri di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangan dirinya sendiri yang tampak begitu memukau dalam balutan gaun hitam sederhana dengan potongan elegan yang menonjolkan lekuk tubuhnyaMeski desainnya tidak berlebihan, kemewahan tetap terpancar dari setiap detailnya, terutama dari perhiasan berlian yang menghiasi leher dan pergelangan tangannya. Aura anggun dan mahal benar-benar keluar dari sosoknya malam itu.Tangannya sempat bergetar sedikit saat ia merapikan anting, bukan karena gugup, melainkan karena hatinya masih menyimpan bara amarah yang belum padam. Luka batin akibat pengkhianatan Bara belum kering sepenuhnya, tapi malam ini, Kinanti bertekad tampil sempurna—untuk menunjukkan pada dunia bahwa dirinya tidak hancur.Suara langkah sepatu terdengar mendekat. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, menampakkan sosok pria dengan jas hitam rapi. Bara berdiri di ambang pintu, w

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Lelaki bernama Ganendra

    RUMAH MODE KINANTI. Kinanti Atmadja, mengenakan kemeja putih dan rok pensil hitam, berjalan melewati deretan kain satin dan manekin yang dipajang rapi di lorong utama. Tatapannya fokus, wajahnya tenang—nyaris tak menunjukkan bahwa hidup pribadinya baru saja porak-poranda.“Kak,” panggil seseorang di belakangnya.Asisten pribadinya, Hana, berlari kecil menyusul sambil membawa tablet di tangannya.“Nanti siang ada klien, Kak. Kakak tahu kan influencer yang lagi booming itu? Tarina?” ucapnya cepat sambil menyesuaikan langkah.Kinanti melirik sekilas, bibirnya membentuk senyum tipis.“Ah, yang viral karena video dia nangis itu, kan?” tanyanya datar.Ceklek.Pintu ruang kerja Kinanti terbuka. Aroma teh melati langsung menyambut begitu ia masuk. Ia meletakkan tas tangan di atas meja kerja kayu mahoni yang bersih dari berkas, hanya ada tumpukan sketsa dan laptop terbuka.“Iya, Kak, yang itu,” lanjut Hana sambil berdiri di depan meja. “Dia mau bikin pesta ulang tahun mewah minggu depan, dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status