Share

Lelaki bernama Ganendra

Author: Lyrik wish
last update Last Updated: 2025-10-15 08:27:04

RUMAH MODE KINANTI.

Kinanti Atmadja, mengenakan kemeja putih dan rok pensil hitam, berjalan melewati deretan kain satin dan manekin yang dipajang rapi di lorong utama. Tatapannya fokus, wajahnya tenang—nyaris tak menunjukkan bahwa hidup pribadinya baru saja porak-poranda.

“Kak,” panggil seseorang di belakangnya.

Asisten pribadinya, Hana, berlari kecil menyusul sambil membawa tablet di tangannya.

“Nanti siang ada klien, Kak. Kakak tahu kan influencer yang lagi booming itu? Tarina?” ucapnya cepat sambil menyesuaikan langkah.

Kinanti melirik sekilas, bibirnya membentuk senyum tipis.

“Ah, yang viral karena video dia nangis itu, kan?” tanyanya datar.

Ceklek.

Pintu ruang kerja Kinanti terbuka. Aroma teh melati langsung menyambut begitu ia masuk. Ia meletakkan tas tangan di atas meja kerja kayu mahoni yang bersih dari berkas, hanya ada tumpukan sketsa dan laptop terbuka.

“Iya, Kak, yang itu,” lanjut Hana sambil berdiri di depan meja. “Dia mau bikin pesta ulang tahun mewah minggu depan, dan mau pesan gaun langsung ke Kak Kinanti. Tapi, umm... manajernya nanya sesuatu, Kak.”

Kinanti menatap Hana tanpa ekspresi. “Nanya apa?”

“Katanya... apakah Bu Kinanti berminat karya-karyanya dipromosikan oleh Tarina? Sebagai gantinya, gaunnya nanti digratiskan. Pembayarannya cukup lewat postingan di media sosial Tarina.”

Ruangan itu seketika sunyi beberapa detik.

Kinanti mendongak dari kursi, menatap asisten mudanya itu dengan tatapan datar tapi tegas.

“Hana,” suaranya lembut tapi tajam. “Apakah aku terlihat seperti desainer baru yang sedang merintis karier dan butuh engagement dari bocah ingusan?”

Nada suaranya tidak meninggi, tapi cukup untuk membuat Hana menunduk cepat.

“Tidak, Kak... saya paham. Saya akan tolak tawarannya dan sampaikan secara sopan.”

Kinanti mengangguk singkat. “Bagus. Aku tidak menjual karyaku untuk likes dan komentar.”

“Baik, Kak.” Hana menunduk hormat sebelum keluar dari ruangan, menutup pintu dengan hati-hati.

Kini hanya Kinanti dan kesunyian yang tersisa.

Ia menghela napas perlahan, meraih pensil desain, lalu membuka buku sketsa berukuran besar di hadapannya.

Jemarinya mulai menari di atas kertas—garis demi garis membentuk siluet gaun panjang dengan potongan tegas dan detail renda halus di bagian pinggang.

Namun pikirannya tidak sepenuhnya di sana. Ada ruang kosong di dalam dirinya.

Setiap tarikan garis seolah menjadi pelarian dari luka yang belum sembuh.

“Bocah labil,” gumamnya pelan sambil tersenyum miring. “Baru terkenal sedikit, sudah merasa menjadi pusat dunia.”

Ia menatap hasil sketsanya sebentar, lalu menutup buku itu perlahan.

Beberapa menit kemudian, suara notifikasi ponsel memecah keheningan.

Kinanti mengernyit, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja.

Di layar, muncul sederet pesan dari grup alumni Universitas Azzura.

>Undangan reuni untuk seluruh angkatan lulusan Universitas Azzura.<

Kinanti menatap pesan itu lama. Nama-nama yang sudah lama tak ia lihat muncul satu per satu, disertai emoji antusias dan nostalgia yang membanjiri grup.

Ia tersenyum tipis.

“Hm... mungkin aku memang butuh bertemu teman-teman lama,” gumamnya lirih.

Ia mengetik singkat, tangannya bergerak cepat dan mantap:

>Kinanti Atmadja: Aku hadir.<

Pesannya terkirim. Ia meletakkan ponselnya kembali di atas meja, lalu menyandarkan tubuh di kursi kerjanya yang empuk.

Matanya menerawang ke arah jendela besar, memandangi langit yang masih abu-abu.

“Aku tidak boleh terus berdiam diri...” ucapnya pelan. “Mungkin... aku hanya butuh seseorang yang bisa menghiburku sebentar.”

•••

Sementara itu — di Gedung G. Holdings.

Sebuah gedung tinggi di pusat kota Jakarta berdiri menjulang. Di lantai teratas, ruang kerja modern dengan dinding kaca menampilkan panorama kota.

Di sana berdiri seorang pria gagah berjas abu tua, memandangi hiruk pikuk kota dari balik kaca.

Cahaya sore memantul di wajahnya—tegas, tampan, dan matang. Di tangannya, ia menggenggam ponsel. Sebuah notifikasi baru saja muncul di layar:

> Kinanti Atmadja: Aku hadir.<

Senyum muncul perlahan di sudut bibirnya. Ada kilatan emosi di matanya—antara bahagia dan nostalgia.

“Jadi kau datang juga, Kinan...” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan.

Pria itu adalah Ganendra Adipati—pemilik G. Holdings, lelaki yang baru saja kembali dari luar negeri setelah bertahun-tahun menetap di sana.

Dan yang lebih penting—lelaki yang sejak masa kuliah diam-diam mencintai Kinanti Atmadja.

Kenangan lama melintas di pikirannya. Suara tawa Kinan, rambut hitamnya yang selalu dikuncir rapi, dan senyum lembut yang dulu menjadi semangatnya. Kini, setelah sekian lama... mereka akan bertemu lagi.

Ketukan pelan di pintu memecah lamunannya.

“Masuk,” ucapnya datar.

Pintu terbuka, menampilkan sosok Bayu, asistennya yang membawa setumpuk berkas.

“Boss, saya sudah mendapatkan semua data yang Anda butuhkan,” ucap Bayu sambil menyerahkan map cokelat ke meja.

Ganendra berbalik, duduk di kursi kerjanya. Ia membuka map tersebut dengan cepat, matanya menelusuri setiap lembar dokumen. Beberapa detik kemudian, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum smirk penuh makna.

“Semua ini valid?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari berkas.

“Benar, Bos. Sudah saya periksa sendiri—semuanya akurat.”

Ganendra menutup map itu perlahan, lalu menatap lurus ke depan dengan tatapan penuh rencana.

“Good,” ucapnya singkat.

Namun di balik ekspresi profesional itu, ada sesuatu yang tak bisa ia sembunyikan—perasaan bahagia yang muncul begitu saja.

Ia menatap pantulan wajahnya di dinding kaca.

“Ah, Bara...” gumamnya lirih. “Sahabatku, betapa bodohnya dirimu... kau menghianati berlian seindah Kinanti, hanya demi seekor lalat sampah.”

•••

To be continued—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Salah Faham

    Kinanti buru-buru menghapus air matanya menggunakan punggung tangan. Kelopak matanya memerah, hidungnya bergetar menahan sesenggukan. “Ayah… Ibu, aku pergi membeli makanan dulu…” ucap Kinanti pelan, berusaha terdengar normal meskipun suaranya serak. Dia berbalik. Pandangannya dan pandangan Ganendra bertemu—singkat, tapi cukup untuk membuat dada keduanya terasa sesak. Ingin sekali pria itu menarik tubuh Kinanti ke dalam pelukannya, menghapus air matanya satu per satu, sambil berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun keberadaan orang tua Kinanti menahan gerakannya. Kinanti mengangguk pelan, lirih. “Aku duluan… Ganendra.” ucapnya. Saat ia melangkah melewati lelaki itu, jemari mereka sempat bersentuhan. Hanya sepersekian detik—ringan, tidak disengaja—tapi cukup untuk membuat napas Kinanti bergetar. Sentuhan itu seperti pengingat bahwa dia tidak sendiri, meski dunia terasa kacau. Setelah Kinanti keluar, Ganendra maju beberapa langkah mendekati Gibran—menunjukkan sopan santu

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Anak yang lain

    𝙒𝙤𝙧𝙠𝙨𝙝𝙤𝙥 𝙆𝙞𝙣𝙖𝙣𝙩𝙞. “Kak… tempat embroidery biasa cancel,” ucap Hana begitu membuka pintu ruang desain Kinanti tanpa sempat menarik napas.Kinanti yang sejak tadi fokus pada sketsa gaun pengantin untuk klien VIP langsung mendongak. Ia melepas kacamatanya pelan, menaruh pensil di atas meja kaca, lalu memusatkan perhatian pada asistennya itu.“Hah? bagaimana bisa?” tanyanya cepat, suara sudah penuh tegang.Hana menelan ludah sebelum menjawab, “Iya, Kak. Barusan dia kirim email… semua pesanan untuk tiga bulan ke depan di-cancel. Katanya… dia harus menemani ibunya berobat ke luar negeri.”Dalam hitungan detik, wajah Kinanti berubah pucat.Bukan karena marah—tapi karena membayangkan efek domino dari masalah itu.Kebanyakan klien mereka adalah keturunan Chinese, dan elemen seperti embroidery, beading, serta detail kerajinan tangan tradisional adalah napas utama kualitas gaun yang ia buat. Jika bagian itu berhenti, reputasi workshop bisa porak-poranda.“Ya Tuhan…” Kinanti memij

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Menghilangkan jejak Bara

    “Katakan padaku… apa yang Bara lakukan padamu di dalam mobil semalam?” Deg! Pertanyaan itu menghantam jantung Kinanti seketika. Tangannya yang semula memegang sisir terhenti di udara, sementara tatapannya membeku menatap bayangannya sendiri di cermin. Jantungnya berdetak cepat, seolah darahnya berhenti mengalir. Ia tidak menoleh, tidak juga menjawab. Suasana ruangan langsung berubah senyap, hanya terdengar suara detik jam di dinding dan desiran napas Ganendra di belakangnya. Pria itu mempererat pelukannya lagi, kini bukan karena manja, tapi karena khawatir—dan marah pada waktu yang sama. “Aku melihatnya, Kinanti,” lanjutnya pelan namun tegas. “Aku melihat Bara menarikmu dengan kasar malam itu. Aku bahkan sempat menyuruh sekuriti datang ke arah mobilnya.” Mata Kinanti perlahan terpejam. Air hangat mulai menggenang di sudut matanya, tapi ia tetap diam. Ganendra menunduk lebih dekat ke telinganya. “Kau tidak perlu berbohong padaku…” bisiknya nyaris tak terdengar. “Aku hanya ingin

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   18++

    “Ganendra…” Dan dengan langkah tenang, ia mulai melepas satu per satu pakaiannya, membiarkan gaun tidurnya meluncur jatuh ke lantai marmer. Setelah itu, tanpa ragu, ia melangkah masuk menuju kamar mandi Kinanti membuka sisa kain ditubuhnya, dan masuk ke bilik shower menghampiri Ganendra. Grepp! “Apa kau merindukan ku? ”bisik Kinanti. Ganendra tersenyum smirk, lalu berbalik. “Aku sengaja menunggumu di dalam sini, Kinan...”ucap Ganendra. “Aku akan membantumu, menyabuni tubuhmu...”bisik Kinanti. Dia mengambil satu pump sabun cair ke tangannya, lalu mulai menggosok telapak tangannya hingga menghasilkan busa. Kinanti mulai menyabuni bagian dada bidang Ganendra. “Kita saling menyabuni... Bagaimana?”Tanya Ganendra. “Ide yang bagus... Lebih efisien, dan menghemat waktu.”jawab Kinanti. Ganendra mulai melakukan hal yang sama, setelah tubuh Kinanti basah oleh air dari shower. Dia mulai memakaikan sabun ke setiap lekuk tubuh Kinanti. “Nngghhhh... ”Kinanti mulai m

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Menghampiri Ganendra

    Keesokan paginya, suasana di kamar rawat Tuan Gibran masih tenang. Aroma antiseptik samar bercampur dengan wangi bunga segar di vas kecil di atas meja. Dari kamar mandi terdengar suara lembut air mengalir—Kinanti baru saja selesai membersihkan diri setelah semalaman menunggui ayahnya yang sempat tak sadarkan diri. Begitu keluar dengan rambut yang masih agak lembap, wanita anggun itu melihat sosok sang ayah sudah terbangun. Tuan Gibran bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit, tampak lemah tapi sadar sepenuhnya. Di sisi ranjang, Nimas—ibunda Kinanti—sedang menyuapi bubur hangat perlahan, memastikan setiap sendoknya habis. Kinanti tersenyum kecil dan segera mendekat. “Ayah…” panggilnya lembut. Nimas menoleh, wajahnya sedikit lega. “Ayahmu baru bangun, Kinanti. Barusan saja, pas kamu masih di kamar mandi.” Namun, tidak ada balasan dari Gibran. Tatapannya tidak diarahkan pada putrinya, seolah sengaja menghindar. Wajahnya kaku, dingin, dan penuh ganjalan. Kinanti menarik napas dal

  • Ganendra | Obsesi Sahabat Suamiku   Terselamatkan

    Kinanti menarik napas dalam sebelum membuka pintu mobil. Ia menatap Ganendra yang masih menunggu dengan tatapan lembut di balik kemudi.“Sebaiknya kau pulang, Ganendra… aku harus kembali ke ruangan ayah. Ibu di sana bersama Bara,” ucapnya pelan.Pria itu menoleh, menatapnya dengan cemas.“Apa kau sudah merasa lebih baik sekarang?”Kinanti mengangguk kecil, lalu jemarinya yang halus menyentuh sisi rahang Ganendra dengan lembut.“Aku merasa lebih baik setelah bertemu dan memelukmu,” katanya tulus.Ganendra tersenyum. “Baiklah… besok aku akan menjenguk Tuan Gibran. Aku bawakan makanan untukmu, ya?”Kinanti menatapnya sebentar, lalu mengangguk lagi.“Terima kasih, Ganendra…”Ia membuka pintu dan bersiap turun.“Langsung pergi saja setelah ini, ya. Jangan berlama-lama di sini… aku takut ada wartawan yang mengintai,” ucapnya cepat, sedikit cemas.“Baiklah, hati-hati, Tuan Putri,” balas Ganendra dengan nada lembut yang membuat wanita itu tersenyum tipis sebelum menutup pintu.Mobil itu perla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status