Share

Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan
Author: SyasaRanni

(1) Kesepakatan [Revisi]

Author: SyasaRanni
last update Last Updated: 2024-05-15 14:40:15

Gedung besar dan tinggi di pusat kota terlihat begitu gagah dan berani, seolah saling beradu untuk segera mencakar langit dan menguasai permukaan. Banyaknya gedung hebat pasti tidak terlepas dari aktivitas manusia di dalamnya, begitu pula dengan kehidupan pusat kota yang tidak terlepas dari hiruk-pikuk para pekerja, yang berlomba untuk saling memenuhi kehidupan masing-masing.

Ego, nafsu, amarah, keinginan, dan kebutuhan bersatu dalam tujuan hidup setiap insan di muka bumi. Sama halnya dengan dua insan muda yang kini saling bertukar tatap, ekspresi datar dan raut wajah serius cukup menggambarkan situasi di antara keduanya.

"Jadi gimana?" tanya seorang wanita memainkan jemarinya di atas meja, sedikit menenangkan diri dengan segala perkiraan yang tidak menakjubkan baginya.

Semakin membisu pria di hadapan wanita cantik berambut hitam lebat itu, terkejut dirinya, tidak menyangka dalam pikiran, dan tidak terduga dalam benak akan diajak menikah oleh seorang wanita, hanya karena dirinya curhat. Siapa yang akan menduga itu?

"Shh ... hm," desis pria bernama Kalil Nayaka kemudian berdeham singkat, sedikit menakutkan untuk langkah awal dari rencana yang baru dimulai baginya.

"Kalau enggak mau ya sudah," ketus wanita cantik bersetelan formal, mengambil gelas kopinya lalu beranjak dari kursi, "kelamaan berpikir membuatmu membuang waktu," lanjutnya bergerutu hendak meninggalkan meja bundar di taman kantor.

"Bentar!" tukas pria berkulit cokelat yang biasa disapa Kal itu spontan mencekal tangan lawan bicaranya, "oke sepakat," pungkasnya setelah melepas tangan wanita yang tidak sengaja ia pegang.

Menoleh wanita yang berprofesi sebagai Kepala Humas di PT. Awan Buana, "oke, dibahas lagi nanti sepulang kerja di parkiran bawah tanah. Sudah waktunya balik kerja," ujar wanita itu acuh tak acuh, dan melanjutkan langkahnya untuk kembali ke dalam kantor, meninggalkan Kal yang hanya terdiam dengan mata mengerjap.

Untuk ke sekian kalinya bagi Kal, pikirannya setuju bahwa si Kepala Humas bernama Kirana Zendaya itu wanita yang unik, menantang, dan menarik. Tersenyum simpul ia sambil beranjak dari kursinya, dan bergegas kembali ke dalam kantor.

Senyum sumringah terus Kal ukir pada setiap langkah, wajah tampan dan sifat terbuka tentu membuat banyak wanita tertarik dengannya. Senyum yang terukir itu seringkali mendapat balasan dari wanita yang bertemu tatap, meski Kal tahu bahwa beberapa wanita itu terlalu percaya diri, namun bagi Kal itu tidak penting untuk dipermasalahkan, sebab kesenangan masing-masing individu jelas berbeda.

***

Waktu terus berputar, sampai hari menjelang malam dengan warna jingga di langit telah mengukir bersama keindahan. Seindah suasana hati seorang pria berbadan atletis yang sedang menuruni undakan anak tangga menuju parkiran bawah tanah.

"Lama," ketus wanita cantik membuat langkah Kal sontak terhenti, dengan wajah masam dan mulut mengecap, jelas terpaksa pria itu tersenyum kecil sebagai tanda damai.

Ia tahu, wanita yang sedang didekatinya, wanita yang mengajaknya menikah, dan wanita bernama Kirana Zendaya itu sangat membuat jarak dengan siapapun, hampir tidak tersentuh, dan memiliki jiwa profesional yang tinggi. Hidupnya sangat kaku, itulah yang Kal pikirkan saat mendengar desas-desus tentang seorang Kirana.

"Jadi apa saja kesepakatannya? Biar aku buat dokumen, besok sore sepulang kerja kita ke notaris buat urus perjanjian pra-nikah," pungkas wanita yang akrab disapa Rana, wanita cantik berusia dua puluh lima tahun dengan pemikiran idealis yang banyak tidak disukai orang.

"Tapi gue punya pacar," ucap Kal sambil mengikuti langkah Rana menuju mobil berwarna merah.

"Putus saja," jawab Rana seraya membuka pintu mobil dan melempar tas kerjanya ke jok tengah.

"Buset, enteng banget bacot lo." Spontan Kal berucap, "gimana caranya gue bilang ke pacar gue? Aneh saja lo jadi cewek, kagak ada jaga perasaannya banget ke sesama cewek."

Bersedekap dada Rana dengan senyuman kecut dan alis kanan terangkat, "terus aku harus jaga perasaan siapa? Pacarmu? Kenal saja enggak," sahut Rana terkekeh rendah.

Sahutan yang membuat Kal sontak membisu dengan mulut sedikit terbuka, sangat tidak menyangka Kal akan berjumpa dengan wanita yang tidak memikirkan sesamanya, "ya sudah urus saja pacarmu dulu, terus hubungi aku kalau sudah selesai. Biar kita bahas lag ...."

"Enggak!" seru Kal cepat memotong ujaran Rana, "gue janji bakal selesaikan dia malam ini, tapi kita bahas kesepakatannya sekarang," lanjutnya membuat Rana merengutkan bibir sejenak.

"Oke. Aku sederhana saja sih, hubungan ini enggak ada seks, tidak ada kewajiban memberi nafkah, tidak ada hak menerima nafkah, jangan ganggu ketenangan hidupku, jangan merusak nama baik keluarga besarku, jangan melebihi batas privasi, dan batas privasi itu selayaknya teman biasa," papar Rana menyebutkan kesepakatan yang ia inginkan.

Pembicaraan serius yang ternyata tidak terasa seperti suatu keseriusan, "oke, untuk gue juga sederhana. Lo cukup jangan ganggu urusan gue, jangan usik pertemanan gue, dan saling membantu sebagaimana manusia," jawab Kal mengikuti gaya Rana dalam menyebutkan kesepakatan yang akan dimulai sejak akad pernikahan disahkan.

"Yakin?" tukas Rana bersandar di badan mobilnya dengan kedua tangan tetap bersedekap, "gue bikin malam ini juga," lanjutnya membuat Kal mengangguk.

"Ya," jawab Kal singkat, dalam pikirnya hanya ingin terlihat sebagaimana laki-laki, walau dada ini berdegup kencang dan merasa serba salah untuk berhadapan dengan Rana.

"Oke," pungkas si Kepala Humas itu kemudian masuk ke dalam mobilnya, dan membunyikan klakson singkat sebelum melajukan kendaraan roda empat, meninggalkan Kal yang sontak menghela napas.

"Gimana cara itu orang bisa hidup?" gumam Kal bergegas ke tangga darurat parkiran bawah tanah yang mengarah langsung keluar gedung, sebab mobilnya terparkir di area belakang gedung.

Langkah santai cenderung cepat khas laki-laki membawa Kal keluar dari parkiran bawah tanah, tangannya bergerak mengambil ponsel di saku celana dan menekan satu kontak untuk dihubungi, "gue sudah hampir berhasil, jadi lo siapkan hadiahnya."

Belum terdengar jawaban dari sosok yang dihubunginya, tanda merah pada layar ponsel sudah ditekan dengan wajah lelah, "coba saja kamu enggak begitu, Fa," lirihnya seorang diri seraya menatap kosong parkiran di belakang gedung, tepat sebelum Kal menghela napas singkat lalu bergegas masuk ke dalam mobil.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
SemyAngelin
semangat ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (150) Dua pekan lalu-2

    "Apa maksudmu ingin dapat uang tetap demi si bayi, dan hidup bahagia sama suami saya tanpa memikirkan biaya hidup? Tanpa berjuang bertahan hidup? Begitu?" sambung Jessica turut merasakan lelah dan emosi, membuat tekanan darahnya naik dan harus sering kontrol ke dokter kandungan demi menjaga kesehatan jabang bayi.Memang sial wanita bernama Fauziah Aini, pikir Jessica dalam diamnya usai turut mengungkapkan isi pikiran. Menjelajah matanya melihat bentuk kepala, rambut yang terurai, bentuk dan tekstur wajah, warna kulit, sampai aura hampa yang terpojok, rasanya sama sekali tidak ada yang bisa dicintai dari wanita ini. Kenapa bisa Kalil dan Tomi jatuh cinta sampai mengorbankan segalanya? Apa yang dilihat dari wanita pendendam tanpa sebab yang jelas? Beralih pandang netra Jessica melihat adik iparnya yang juga terdiam, lagi dan lagi pikirannya menjadi rumit hanya karena memikirkan cara lelaki memandang seorang Fauziah Aini."Yang bilang siap membebaskan Tomi asal aku mau tes pate

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (149) Dua pekan lalu

    (Dua pekan lalu)"Ini serius kita mau ketemu mereka? Enggak bakal jadi masalah, Ran? Mereka pernah ke kantor yang tempat formal saja bisa gaduh, yakin?" cecar wanita bersetelan santai dengan kemeja biru muda dan celana hitam panjang, duduk di salah satu jok mobil belakang dan sedikit mencondongkan badan, bertanya pada wanita yang duduk di sebelah pengemudi.Pertemuan terakhir yang mendadak dan terpaksa, tidak menemukan banyak solusi karena rasa lelah satu sama lain. Anggapan untuk berpasrah pada tindakan pihak berwajib dan tenaga profesional lebih terdengar rasional, dari pada tentang menjaga nama baik keluarga, mempertahankan pernikahan, atau sekadar mengakhiri keadaan secara kekeluargaan.Anggapan tentang menjaga nama baik keluarga, apa yang harus dijaga bila media publik tetap memberi info yang benar? Apa yang harus dijaga bila saham perusahaannya saja tidak terganggu? Apa pula yang harus dijaga jika dari media publik, banyak orang yang jadi empati atas kejadian ini? Rasanya sepert

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (148) Di rumah sakit

    Bisik dan obrolan pelan terdengar bersahutan, tidak bisa dikatakan bising tapi cukup ramai. Dari pria muda yang berbincang di depan perut membesar wanita muda, wanita yang terlihat merajuk dengan bersedekap dada dan rayuan kecil dari pria yang terkekeh ringan, celotehan kecil pria yang berandai bersama wanita dengan perut yang belum begitu besar, dan hal lain yang sebenarnya terlihat menarik dan romantis. Namun sayang sejuta sayang, suasana hati tidak cukup menyenangkan untuk berkata itu semua menarik, beratnya pikiran tidak mampu memikirkan perandaian yang begitu romantis, bila sadar pada fakta bahwa pernikahan ini hanyalah kesepakatan hampa.Membisu seorang diri di kursi tunggu yang berbaris secara horizontal, melihat lurus ke salah satu ruang periksa dokter di rumah sakit. Hanya terpaku diam seolah ruang periksa dokter kandungan sangat lah menarik, hingga tidak adanya niat bermain gim dalam ponsel, menjelajah media sosial, membaca grup perpesanan, mengirim pesan, atau sekadar berte

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (147) Kumpul lagi?

    Tok ... Tok.Cklek!Dua kali ketukan pintu terdengar jelas, belum juga Rana menyambut, pintu sudah terbuka dan cepat kembali tertutup setelah Kalil masuk. Beranjak Rana dari kursinya usai melihat sang suami lebih pilih untuk duduk di sofa, "kenapa? Kalau memang ada yang mau dibahas, kan bisa di rumah.""Fafa siap tes paternitas kandungannya." Terdiam membisu Rana mendengarnya, tidak terkejut dan tidak juga khawatir. Rana lebih dari pada terkejut dan khawatir, andai ada kata yang cocok untuk mengungkapkan perasaan kini, tapi itu hanya akan jadi hal tidak berguna. Sejak kapan ada hal yang benar-benar berguna di dunia ini? Semua hanya bersifat subjektif dan terbatas pada waktu."Gimana cara dia kasih tahu kamu?" tanya Rana berulang kali mengubah posisi duduknya, tidak ada kekhawatiran khusus tapi rasanya begitu gelisah untuk sekadar tenang. Ingin membuat rencana baru lagi, ingin memperkirakan hal terjadi tanpa rencana agar bisa bersiap diri, tapi harus apa? Mulai dari mana? Dan bagaimana

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (146) Kesiapan Fafa

    Ddrrtt ... Ddrrtt.Menoleh cepat Rana ke meja kerjanya, getaran ponsel yang berhasil membuat Rana kembali bangkit dari posisi baringnya meski tak berhasil membuat Rana semangat, terutama setelah ia melihat nama Diah KDRFN tertera jelas di layar ponsel, "apa lagi sih," gerutunya lalu menekan tanda hijau di layar, menjawab panggilan yang tak diharapkan.Bagaimana tidak? Dua bulan berlalu sejak rencana dibuat, pembagian tugas disetujui, dan kesepakatan didapat. Diah yang memang berasal dari geng KDRFN, Diah yang memang sengaja berkhianat pada Fafa karena ketidaksesuaian prinsip hidup, setiap pekan hanya memberi laporan bahwa Fafa tidak berkomunikasi, tidak menunjukkan gelagat mencurigakan, bahkan cenderung jarang bertemu atau kumpul karena mual pagi hari yang masih dialami.Walau pernah Diah memberi tahu perkembangan dari peran yang dimainkan dalam rencana pembalasan, tapi itu hanya suatu hal biasa yang tidak berdampak signifikan. Justru sebaliknya, perkembangan dari Diah yang mencengang

  • Gara-gara Teman, Rumah Tanggaku Berantakan   (145) Laporan Nifa

    Bergerak cepat tangan Rana membuka lembar demi lembar berkas yang sudah dalam satu tumpukan khusus, berkas yang digolongkan berdasarkan kasus dan keperluan pribadi maupun perusahaan. Sampai tangan berjari lentik itu berhenti membuka lembaran kala netra cokelatnya menemukan lembar yang dicari, lembar berisikan baris awal yang tertulis 'bukti laporan', lembar ini juga yang memiliki beberapa sub-bagian berdasarkan bukti tercantum."Jadi maksud dari beberapa laporan ini apa?" tanya Rana mengembalikan suasana pada kondisi semula, kondisi sebelum Fafa datang secara konyol untuk memaksa dengan cara khasnya yang rendahan dan memalukan."Di bagian awal, ada bukti tertulis dari salah satu jawaban survei yang bertuliskan ancaman penghabisan nyawa bagi kepala tim humas pusat, yang saya artikan secara khusus mengarah ke Anda. Untuk yang kedua, ancaman penyebaran foto tak senonoh ke salah satu anggota tim humas kita yang lagi berhalangan hadir hari ini, jika tidak memberikan hal yang diminta terkai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status