Share

Page six

Author: Amelia
last update Last Updated: 2021-07-28 09:06:30

Page 4 . A Reason

"Akan kemana kau pergi? Seberapa besar pengorbanan yang akan kau berikan? Tidak ada yang benar-benar mencari sosok pahlawan, apalagi sosok peri. Hanya seseorang yang akan berjuang untuk hidupnya."

***

"Saya akan menjawab pertanyaan Anda sejelas mungkin."

Jantungku benar-benar berdebar, bukan, bukan karena aku berubah kesukaan, aku tetap suka perempuan. Tolong jangan salah paham, aku perlu garis bawahi kalimat jangan salah pahamnya.

Aku berdebar karena masih tidak percaya dengan apa yang aku lalui kemarin. Aku masih tidak percaya jika aku bisa berdiri dan berbicara langsung dengan salah satu makhluk suci, makhluk yang di ciptakan sang bijaksana.

"Pertama-tama, aku ingin pastikan. Apa kau benar-benar Limmerence?"

Maksudku, aku tidak pernah lihat Limmerence sebelumnya. Apa memang Limmerence itu harus memakai topeng yang terbuat dari kayu untuk menutupi wajah mereka?

Atau dia hanya ... iseng saja?

Dan lagi, topengnya berwajah aneh. Warnanya cokelat kemerahan, lalu terlihat seperti wajah yang sedang tersenyum. Sebenarnya tidak ada pahatan senyuman, di bagian bibirnya dibuat berlubang. Namun bisa dilihat dari bentuk kedua matanya yang terpejam.

Tapi terlihat seperti wajah yang sedang mengejek juga, terlihat seperti wajah orang bodoh juga.

Aku sungguh tidak pandai dalam menggambarkan sesuatu, iya, aku juga tidak pandai dalam pelajaran. Tidak perlu diingatkan.

"Saya tidak tahu harus bagaimana. Apa tuan ingin saya meratakan rumah ini dengan kedipan mata? Saya yakin jika hanya Limmerence yang bisa melakukannya."

"Wah! Jadi Anda ini benar-benar Limmerence!? Apa kabar? Maaf saya tidak sopan beberapa saat lalu. Maafkan manusia rendah tidak tahu diri ini."

Aku membungkuk dalam sekali.

Ck.

Apa dia sudah tahu jika rumah dan uang adalah kelemahan utamaku!?

"Saya hanya bercanda, mana mungkin saya bertingkah seperti kriminal jalanan yang suka mengancam seenaknya. Jadi, apa yang ingin tuan tanyakan?"

Boleh tidak aku pukul wajahnya? Sekali saja. Meski aku mati, aku yakin aku akan mati dengan tenang.

Hah.

"Baiklah, yang kedua, bisakah Anda ganti pakaian? Cukup satu orang saja yang melihat Anda tanpa pakaian yang benar. Dan, apa Anda harus pakai topengnya? Maksud saya, itu terlalu mengundang banyak perhatian."

"Tuan, tidak perlu sopan pada saya. Bersikap biasa saja, karena bukan saya yang harus tuan hormati. Lalu untuk pakaian, saya tidak tahu jika apa yang saya pakai membawa masalah. Saya tidak keberatan untuk menggantinya, tapi untuk topengnya, saya tidak bisa melepasnya. Ada cerita besar di balik topeng ini, sebenarnya saya ... "

Cerita besar?

Apa ini rahasia? Apa tidak apa-apa aku mendengarkannya?

Apa aku membangkitkan masa kelamnya? Atau manusia bersikap buruk padanya? Pada mereka?

Atau jangan-jangan, dia seperti pria kelelawar yang memutuskan untuk menyembunyikan identitasnya dan membantu orang lemah setelah mengalami hal buruk dalam hidupnya!?

" ... saya terlalu tampan. Jika saya melepaskan topeng ini, saya akan dikejar-kejar banyak wanita. Saya tidak bisa menjalani hidup dengan normal dan tidak bisa punya privasi."

Apa kau juga mau mengatakan jika kau sering memakai formalin untuk pencuci wajah? Mungkin harusnya memang aku lebih baik mati kemarin.

"Intinya, saya tidak bisa lepaskan topengnya. Ada lagi yang tuan ingin tanyakan? Tinggi badan atau ukuran saya misalnya?"

Iya, aku butuh tinggi badanmu untuk aku pesankan peti mati lalu mengurungmu di dalamnya. Sabar, sabar diriku yang tampan, makhluk brengsek, maksudku makhluk suci ini hanya suka bercanda.

"Namamu Savior? Aku mendengar dua orang kemarin memanggilmu begitu. Dan, bagaimana kau bisa tahu namaku? Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi? Kenapa orang-orang kemarin mengincar dan mau membunuhku?"

"Benar, nama yang diberikan pada saya adalah Savior. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, apa tuan bisa melihat tanda di belakang leher Anda?"

"Di mana?"

Hening.

Kami berdiam tanpa suara selama beberapa detik ke depan.

Aku sedang meminta penjelasan, apa maksudnya aku harus melepas bola mataku untuk melihat atau aku harus memotong leherku agar bisa kuputar?

"Maaf, saya salah bicara. Kita bisa gunakan dua cermin nantinya untuk melihat. Jadi, di belakang leher Anda terdapat sebuah lambang berbentuk lingkaran yang tidak menyatu dengan segitiga di dalamnya. Berwarna hitam kebiruan dan hanya bisa dilihat oleh para Limmerence atau para heirs. Kami menyebutnya, insignia. Itu adalah tanda jika sang bijaksana sudah memilih Anda sebagai penerusnya."

Apa? Insi apa?

Bagaimana mungkin sang bijaksana bisa memilih orang payah sepertiku!?

Aku tidak benar-benar payah, hanya tidak kompeten saja.

Tapi apa ini sungguhan!?

Aku harus bagaimana memangnya!?

"Lalu ... "

"Pemilihan ini tidak terduga, alasan sejatinya hanya diketahui sang bijaksana. Saya yakin karena hal tidak diduga ini, banyak para heirs tidak puas. Mereka tidak akan pernah berani menyanggah pendapat sang bijaksana, juga tidak berani mendatangi Limmerence secara langsung. Satu-satunya cara yang terpikirkan oleh mereka adalah menghabisi Anda, jika Anda mati, maka pemimpin baru akan dipilih lagi. Saya yakin itu adalah alasannya kenapa mereka menyerang Anda."

"Bagaimana mungkin!? Memangnya aku minta untuk dipilih!? Aku bahkan tidak pernah menjuarai apapun saat lomba! Bagaimana mungkin aku adalah penerus sang bijaksana!?"

"Tuan, tenanglah ... "

"Bagaimana aku bisa tenang!? Aku tidak tahu apa-apa! Aku hanya manusia biasa yang mencoba untuk hidup damai! Aku tidak merokok, aku taat peraturan dan aku tidak buat masalah! Dan kau minta aku untuk tenang saat ada banyak orang-orang yang punya kemampuan tidak masuk akal ingin menghabisiku!?"

"Tuan ... "

"Aku bukan tuanmu! Aku Rayshane! Aku tidak mau jadi pimpinan konyol ini! Aku ... "

Tsiing-

Suara desingan tajam ini seketika membuatku tenang. Aku tenang sekarang, sangat tenang. Jadi, ayo turunkan pedangnya anak baik, cukup ujung rambutku saja yang terpotong jadi korban. Tidak perlu leherku.

"Aku sudah tenang. Maaf aku berlebihan, jadi, apa kita bisa lanjutkan pembicaraannya?"

"Tuan, yang ingin saya katakan adalah, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Saya akan melindungi dan memastikan keamanan tuan, saya berjanji. Meski saya sedikit terlambat kemarin, tapi saya pastikan tidak ada lagi kejadian seperti kemarin. Namun, saya merasa tuan juga perlu mendapatkan pelatihan perlindungan diri. Sedikit atau banyak, saya yakin tuan memiliki kemampuan yang bisa diasah."

Iya benar, aku punya kemampuan menawar harga barang setengah harga. Apa itu berguna? Jika aku katakan hal ini, apa dia akan memotong lidahku karena dinilai terlalu banyak bicara hal tidak berguna?

"Saya putuskan untuk memulai latihannya hari ini, saya akan mengenalkan Anda apa itu Imajinne dan bagaimana cara mendapat juga menggunakannya. Saya harap Anda siap."

Memangnya kalau aku bilang aku tidak siap kau mau terima?

Sudahlah.

Jika aku tidak mati di tangan heirs, sepertinya aku akan mati di tangan Savior. Selamat tinggal matahari, kau akan segera kehilangan manusia cukup tampan yang menyukai kehadiranmu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page special

    Di suatu hari tanpa sengaja Di suatu hari tanpa sengaja senja menghampiri kau dan aku.Kau berdiri, tegak kulihat.Aku duduk, gemetar. Di suatu hari tanpa sengaja teriakan itu terdengar.Siapa? Aku jawabmu.Kau takut dan aku ragu. Di suatu hari tanpa sengaja hujan datang.Kau bilang hari akan cerah, kau bilang matahari akan bersinar.Salah, aku yang percaya, bukan kau yang mengatakannya. Di suatu hari tanpa sengaja aku melihatmu berlari.Tidak begitu cepat, tapi tidak kukejar.Ada apa? Bukan begitu.Aku berdiri, gemetar. Di suatu hari tanpa sengaja kita kembali berdiri di tempat yang sama.Angin berbisik, memintaku pergi.Kau duduk, tegap. Di suatu hari tanpa sengaja senja menghampiri kau dan aku.Kau tidak lagi berdiri dan aku tidak lagi duduk.Di tanah lapang, di bawah matahari yang tenggelam.Kau matahari dan aku hujan.

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page twenty six

    Page twenty four - Ending "Kenapa kehidupan beranjak dari gelap?""Ia ingin lebih baik, katanya." *** Dua makhluk yang ditinggalkan itu tidak saling bertanya, tidak saling menatap hanya diam menghabiskan waktu di antara mereka. Hingga malam pun terlewat, menjelang pagi dengan matahari yang muncul seolah tidak terjadi apa-apa. Sepasang mata terasa lelah, Limmerence yang ikut berjaga semalaman itu melewatkan salam pertamanya pada pimpinan baru mereka. Tidak apa pikirnya, ia dapat tugas yang lain dari raja. Sementara sepasang mata yang lain tidak mau tertutup, ia tetap memaksa untuk terjaga. Tidak tahu apa dan tidak tahu kenapa, seakan dia yang belum menerima kenyataan yang ada. Benarkah? Benarkah yang terjadi? Ia selalu menanyakan hal yang sama, ia selalu bertanya pada dirinya sendiri tanpa bisa menjawab. "Semuanya sudah berlalu. Sudah lewat, sudah terjadi. Seperti katanya, jika kau memen

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page twenty five

    Page twenty three - In Between "Kenapa kehidupan beranjak dari gelap?""Ia ingin lebih baik, katanya." *** "Aku tidak akan minggir, aku juga tidak akan ragu untuk menghentikanmu. Tuanku sudah memberi perintah, ia yang akan memberi hukuman pada Bellial." Dammian menatap lurus pada sosok yang sama dengannya, sosok Doppelganger, perwujudan dari kekuatan yang di anugerahkan pada Savior dan Bellial. Judas diam, tidak ia menjawab tidak juga ia bergerak seolah ia yang tidak menolak keputusan yang Savior buat. "Judas, aku tahu. Aku tahu kau merasa sedih karena tuanmu, aku tahu kau ingin dia bahagia lebih dari siapa pun. Aku tahu jika kau, benar-benar peduli padanya, tapi jika kau diam, kau tidak akan pernah bisa menyelamatkannya." "Tuanku, tidak seperti tuanmu Dammian. Dia tidak pernah menganggapku sebagai teman atau saudara, dia hanya menganggapku sebagai alat. Aku adalah senjatanya, kekuatannya, hanya itu. Aku t

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page twenty four

    Page twenty two - The Truth "Aku menembakkan peluru ke kepala yang harusnya aku lindungi dengan topi, dan aku membiarkan diriku tertabrak agar aku dibawa lari." *** "Callahad ... " Suara itu terdengar tenang, tidak bernada tinggi tidak juga bernada takut seperti sebelumnya. Seolah yang berdiri di hadapan tiga makhluk tersebut adalah orang yang tidak lagi sama. "Rayshane?" Diaval menatap pria yang ada di hadapannya, memastikan jika pria ini benar-benar saudaranya, benar-benar orang yang ia kenal sejak ia kecil. "Maaf ... saya tidak bermaksud membohongimu selama ini. Tetapi, saya tidak pernah benar-benar berbohong. Saya memperlakukanmu sebagaimana saya, sebagaimana saya yang menjalani kehidupan baru. Saya hanya meminjam nama itu." Pria yang seharusnya ketakutan dan menangis itu kini menatap Diaval dengan tatapan sulitnya, nada bicaranya tenang dan terasa asing untuk Diaval. Sementara makhluk yang Diaval yak

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page twenty three

    Page twenty one - Salvation "Rayshane, kenapa kau ini pelit sekali? Bukankah kalau kau kehabisan uang, kau bisa minta pada heirs brutal itu?" "Aku tidak pelit tapi perhitungan. Coba berkaca, kau itu menghabiskan makanan pokokku untuk satu minggu dalam satu hari!" *** Aku berlari, yang aku tahu aku harus menemukan Callahad. Aku berlari dan tidak sekali pun menoleh ke belakang. Tidak juga kudengarkan teriakan Savior ataupun Diaval yang mencoba menghentikanku. Bagaimana ini?Bagaimana ini? Ada yang tewas, ada yang tiada. Bagaimana ini?Semuanya karena aku, semuanya terjadi karena aku yang tidak berguna. Harusnya aku menyerah saja sejak dulu. Harusnya aku mati saja, harusnya aku saja yang mati. Callahad! Langkah kakiku terhenti, aku hampir tersungkur jika bukan karena Savior yang menangkap salah satu lenganku. Di belakangnya Cassian dan Diaval menyusul. "Tuan ... "

  • Garden Of Mirror ( OBLIVION )   Page twenty two

    Page twenty - World Behind Aku bertindak terlalu jauh saat mencintaimu, aku bertindak terlalu jauh saat aku mencium tanah yang bekas kau injak, aku bertindak terlalu jauh menunggu mata kita saling menatap. *** Aku masih menunggu Savior, sudah tiga puluh menit berlalu dan dia belum muncul juga. Aku tahu Savior jauh lebih kuat dari Callahad, jadi, tidak mungkin Savior kalah, 'kan? Aku menggigiti bibir bawah karena gugup, mengingat malam semakin gelap dan angin semakin dingin. Aku sengaja fokus menatap dua kakiku, memperhatikan bagaimana bentuk jari kaki, kuku juga sepasang sandal yang sudah aku pakai sejak tiga tahun lalu. Bukan menghemat, tapi sandal ini sandal keberuntungan. Kenapa Savior lama sekali? Apa dia sengaja? Apa dia meninggalkanku karena marah? "Tuan?" Aku terlonjak, hampir saja aku memukul makhluk yang memanggilku dengan balok kayu. "Savior ... hah. Astaga, kau tidak bisa ya muncul dengan normal?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status