Seperti biasa jika hari libur, di jam seperti ini aku menghabiskan waktu untuk berolahraga. Pagi ini sengaja kumemilih untuk sekedar lari di sekeliling kompleks. Ketika pulang, dari kejuhan kulihat ada sebuah mobil terparkir di depan rumah. Seperti mata ini tidak asing dengan mobil tersebut. Setelah dekat, ternyata dugaanku benar, ini mobil Habib. Lelaki itu duduk di kursi teras rumah. Ada apa gerangan yang membawa pria itu datang kesini. Melihat kedatanganku, Habib dengan cepat berdiri. Aku heran dengan warna mukanya yang sedikit kusut. "Syukurlah kalau kamu sudah pulang.." Memangnya kenapa kalau aku pulang?. Heran saja melihat pria ini datang kemari. Masih pagi juga. "Ada apa kamu kesini?" Langsung saja aku bertanya tanpa basa-basi. Sudah bosan soalnya melihat mukanya yang suka berkhianat dulu. Sudah banyak juga kata-kata yang keluar dari mulutnya yang membuat hatiku terluka. "Kamu jangan judes gitu dong Aliyah!" "Tidak usah bany
"Darimana, Mas? Kok pergi tidak bilang-bilang. Mana lama lagi." Belum juga kaki ini melangkah masuk, pertanyaan Bilna sudah menyerbu. Ingin rasanya segera ku tendang wanita ini dari rumah ibuku. Tapi sayangnya ibu sudah terlanjur menyayangi Bilna dan bayimya. Tidak tega rasanya menyakiti perasaan ibu. "Dari kantor." Jawabku singkat "Kan hari libur." Banyak tanya amat Bilna. Suami baru pulang sudah di siram sama pertanyaan-pertanyaan. Dalam hati sudah begitu muak melihat mukanya, namun aku masih perlu untuk mengendalikan emosi. Aku belum tahu sepenuhnya rahasia wanita ini. "Banyak yang perlu di urus." Aku menjawab singkat saja. Dari pada menjawab panjang lebar pertanyaannya, lebih baik aku pergi ke lapangan golf langgananku. "Mau kemana, Mas" Lagi-lagi Bilna mencegatku. "Mau ngegolf." "Kalau begitu mana jatah buat shoping hari ini. Ini kan hari libur." Ini perempuan tahunya cuma uang, uang dan uang. Masa setiap minggu mau s
"Maassss... Tolong bukain sepatu Bilna Mass...!" Aku yang tengah sibuk di ruang kerja di kejutkan dengan suara Bilna yang memecah keheningan. Kebiasaan lama sih. Bedanya kalau dulu aku sangat senang dengan teriakannya seperti ini. Tapi sekarang teriakan-teriakan seperti ini justru membuatku gregetan. "Habib, kamu tidak dengar istrimu manggil?" Ibu datang menghampiri. Sebenarnya ada rasa kasihan melihat gurat wajahnya. Sabar dulu Bu. Anakmu ini sedang berusaha membuka kedok Bilna. Ada dua wanita yang sangat bertolak belakang dengan hatiku di rumah ini. Satu wanita yang sangat ku hormati, satu lagi wanita yang mulai ku benci.. "Apa dia tidak bisa membuka sepatunya sendiri?" "Kamu tidak boleh bertingkah seperti ini nak. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya sedang hamil. Penuhi saja permintaannya!" tidak mau membuat Ibu kecewa aku segera meninggalkan berkas-berkas yang sejak tadi kugeluti. Menuju ke arah sumber suara teriakan Bilna tadi. "Ko
Ibu Eri heran, mengapa dari tadi Habib di panggil tidak kunjung menyahut. Karena penasaran, Ibu Eri masuk diam-diam ke ruang kerjanya. Habib yang duduk membelakangi pintu, tidak menyadari kedatangan sang Ibu. Rupanya Habib sedang menatap sebuah foto seorang wanita yang sangat dia kenal. Aliyah? "Buat apa dia memandang potret wanita mandul tesebut." Ibu Eri membatin. Apa si istimewanya? Ouuh mungkin ini sebabnya sikap Habib berbeda dalam beberapa hari ini. Perempuan itu sudah pasti telah berusaha menggoda anakku. Keterlaluan. Wanita itu perlu di peringatkan. *** "Aliyah. Apa yang kamu lakukan pada anakku? Kamu jangan coba-coba mengalihkan perhatiannya dari Bilna." Aku menoleh kearah sumber suara dengan voluma keras tersebut. Mantan lbu mertua?? Membuat detak jantungku berdetak lebih cepat. Soalnya kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Salahku tadi tidak menutup gerbang. Rupanya wanita itu main nyerocos saja masuk. Aku yang sedang mencuci mobil, sege
Ibu tampak turun dari mobil dengan tertatih-tatih, sambil memegang dadanya. Tentu saja membuatku khawatir luar biasa melihat keadaan sang Ibu tercinta. "Kenapa Bu? Ada apa ini? Apa yang terjadi?; katakan, Bu." Kudekati dan menggandeng tangannya. Namun Ibu tidak segera menjawab. Wajahnya terlihat masih menggambarkan ketidaknyamanan. Melihat itu, Bilna bukannya membantu, malah dia beringsut dari tempat duduknya, masuk ke kamar dan mengunci pintu. "Bilnaaa, sini bantu jagain ibu. Aku mau mengambil air putih." "Kenapa nggak di tidurin ajah di kamarnya sendiri? Bik Naii.... Bi Naiiii... Tolong ambilkan minum buat Ibu...!" Bilna memekik sambil menongolkan kepalamya lewat pintu kamar yang sedikit terbuka. Tidak perlu waktu lama, Bik Nai datang bersama Bik Sutiroh. 2 pelayan tersebut membantu membopong tuannya ke sofa. Keadaan lbu tampak semakin lemah. Nafasnya mulai tersendat-sendat. Aku yang melihatnya semakin anik. "Kita harus
Aku berjalan beriringan dengan Rama menyusuri jalanan menuju keluar area rumah sakit. Baru saja kami di buat terkejut oleh hasil analisis dokter terhadap dzat apa yang terkandung didalam minumanku kemarin. Menurut dokter, jus tersebut mengandung racun yang di sebut Strychnine. Dimana dzat ini merupakan racun yang bertindak cepat, belum ada pengobatan yang efektif untuk menyelamatkan korban dari gangguan racun ini. "Terimakasih banyak, Rama. Saya tidak tahu kalau kemaren tidak ada kamu, mungkin sekarang aku sudah mati." "Jangan bicara seperti itu. Itu artinya Tuhan masih menyayangi kamu. Bersyukurlah." "Kamu benar. Tuhan masih melindungiku melalui kamu." Setelah mengetahui kenyataan bahwa Mila menaruh racun kedalam minumanku, berarti ancaman Bilna sungguh bukan main-main. Ini pasti ada kaitannya dengan Bilna. Wanita itu memang nekat. "Sudah, jangan di bawa murung. Yuk hari ini kita refreshing menenangkan pikiran. jan hari ini kita cuti. Di bawa h
Aku terus menguping pembicaraan Bilna dan Galang. "Nanti kalau anakku ini dapat warisan, tentu saja Ayah sahnya ini juga dapat bagian kan?" "Itu sudah pasti. Tenang saja, ibuku orang baik. Pasti kamu di beri bagian yang banyak." "Ngomong-ngomong suamimu bodoh sekali ya. Kok bisa dia di manfaatkan dengan begitu mudah." "Makanya aku beruntung bisa menikah dengan dia. Apalagi ibunya, apapun yang saya mau pasti di turutin." Kurang ajar rupanya dia hanya ingin memanfaatkan aku dan ibu saja selama ini. Menyesal sekali terlanjur menikahi wanita biadab seperti Bilna. Wanita tidak tahu di untung. Aku masih berusaha bersabar. Menghadapi masalah rumit seperti ini memang butuh kesabaran yang tinggi. "Iya nanti juga aku ikut beruntung, hehee bisa menikmati harta manusia bodoh seperti mereka. Mengapa tidak kau bunuh saja mereka supaya lebih cepat mati. Agar tujuan lekas tercapai." "Sabar dulu sayang, semua butuh proses. Tenang saja, semua sedang dalam
"Ada apa, Habib.? Apa yang membawamu kemari malam-malam begini." Aliyah menyambutku dengan sambutan yang terlihat sama sekali tidak bersahabat. Aliyah Aliyah, seandainya kamu tahu aku masih sangat mencintai kamu. Mengapa kau tidak menyadarinya? "Aku kemari dengan tujuan yang penting Aliyah. Ada seseorang yang ingin berbuat jahat padamu kamu harus hati-hati dalam menjaga diri." "Hanya itu yang ingin kamu sampaikan?" "Iya benar Aliyah tolong kamu jangan menganggapku terlalu negatif karena aku sungguh berniat untuk menghindarkanmu dari bahaya yang mengintai." "Siapa yang berniat jahat padaku?" "Bilna. Wanita itu yang berniat jahat padamu kau harus hati-hati." "Bagaimana kau bisa tahu?" "Aku telah mendengar semuanya dengan telingaku sendiri. Aku mendengar semua rencana dan tujuan mereka. Aku punya rekamannya Aliyah. Baik akan segera ku kirimkan padamu." "Oke nanti akan aku dengarkan, tapi kamu sungguh-sungguh kan, Babib,? Tidak bohong?" "untuk apa aku memb