Share

Bab 3 Tes Kesuburan

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-11 11:48:13

    Perutku keroncongan. Sepertinya minta di isi. Aku melangkah ke meja makan. Tapi di mana Ibu mertuaku? Ada baiknya Aku mengajaknya makan siang bersama. Ku cari kesana- kemari. Samar-samar ku dengar Ibu sedang mengobrol bersama Bilna di taman belakang.

    

    Memang ku akui, Bilna begitu pimtar mengambil hati beliau. Sehingga dia mampu akrab dengan Ibu mertuaku, dalam waktu yang belum lama.

    

    "Tante.  Sepertinya Tante harus lebih cepat memiliki cucu deh. Kalau tidak kan kasihan perusahaan Om Yura akan jatuh ke tangan siapa. Mas Habib anak satu-satunya pula."

    

    "Iya, Bil. Tante juga berpikiran demikian. Tapi mau bagaimana lagi, Aliyah tidak kunjung hamil. Bagaimana menurutmu?"

    

    "Tan, maaf sebelumnya bukan Bilna mau ikut campur masalah keluarga Tante ya. Sebaiknya mereka itu lekas melakukan tes kesuburan. Biar kita tahu yang bermasalah siapa?. Kalau kita sudah tahu, maka kita bisa mencari inisiatif jalan keluarnya. Seperti bantuan medis gitukan. Atau siapa tahu juga si Mbak Aliyah adalah seorang wanita mandul?. Kalau dia benar-benar mandul, kan kita bisa mencari jalan keluar yang terbaik."

    

    "Saranmu benar, Bilna. Mereka harus melakukan tes kesuburan terlebih dahulu. Siapa tahu juga Masmu yang bermasalah."

    

    Ibu menjawab dengan raut muka yang begitu khawatir.

    

    "Tenang saja Tante. Menurut saya. Kemungkinan yang bermasalah itu Mbak Aliyah. Soalnya keturunan pihak ibunya, banyak yang mandul juga."

    

    Degggghh... Jantungku berdegup kencang mendengar kata-kata Bilna. Keluarga ibuku saja dia tidak tahu seluk-beluknya. Mana ada keluargaku yang mandul. 

    

    "Hai, Ma. Udah makan siang belum? Kalau belum, yuk kita makan bareng. Bilna juga."

    

    "Tante Eri sudah makan tadi Mbak. Bareng sama Bilna tadi. Bilna Udah masakin Tante Eri masakan kesukaannya. Iya kan, Tante?"

    

    "Iya benar, Aliyah. Adikmu ini sangat pandai memasak. Adikmu ini perempuan yang luar biasa, Aliyah. Kamu bangga mempunyai seorang adik seperti Bilna."

    

    "Iya, Ma. Kalau begitu Aliyah tinggal dulu ya, mau makan siang."

    

    "Oh iya iya Mbak. Silahkan. Biar Bilna saja yang menemani Tante Eri di sini."

***

     "Aliyah,  ada baiknya kalian mengadakan tes kesuburan karena kita harus mengeyahui, siapa yang bermasalah di antara kalian. Siapa saja yang bermasalah, maka kita bisa mengambil tindakan yang tepat."

     

     "Nanti Aliyah bicarakan dulu sama Habib, Ma."

     

     "Aku dan Tante Eri sudah membicarakannya dengan Mas Habib, Mbak. Dia menyetujuinya. Katanya besok mau mengajak Mbak ke dokter kandungan."

     

     "Iya besok kalian perginya Aliyah. Oh ya saya percayakan Bilna untuk ikut kalian."

     

     "Tidak perlu nerepotkan Bilna, Bu. Biar Aku dan Habib Saja."

     

     "Nggak apa-apa Mbak, Aku ikut saja. Sekalian juga mau denger saran dokter. Kan nanti juga Aku bakalan berkeluarga. Tidak ada salahnya kan, Tante?"

     

     "Iya tidak apa-apa, Al. Izinkan saja Bilna iku."

     

     "Lho Bilna kan harus kerja?" Sanggahku.

     

     "Bilna sudah izin libur, Mbak."

     

     Begitu ngototnya Adikku ini mau ikut. Padahal ini adalah masalah pribadiku dan Habib. Tapi dia memaksa ingin ikut serta. Bahkan dia telah izin tidak masuk kerja mendahuluiku. Sedangkan Aku saja baru mendengar kalau perginya ke dokter kandungannya besok. 

***

    Setelah sekian lama mengikuti prosedur. Maka dokter menyatakan tes selesai. Tinggal menunggu  waktunya mengambil surat hasil analisis tim dokter. Aku segera keluar dari ruangan itu. 

    

    Aku menuju aula di mana Bilna dari tadi menunggu. Dia sudah tidak ada lagi disana. Kemana dia?. Oh ya tadi dia ingin turut serta masuk ke ruangan. Tapi dokter melarangnya. Terpaksalah dia keluar.

    

    Beberapa saat kemudian. Terlihat Bilna bersama dua orang. Laki laki dan perempuan. Ya mereka adalah pasangan suami istri yang juga ingin melakukan tes kesuburan. Tadi tidak sengaja kami bertemu di saat pendaftaran. Tapi saat tes kami berada di lain ruangan.

    

    "Dari mana kamu, Bil."?

    

    "Dari keliling cari angin. Mana Mas Habib?"

    

    Ganjen sekali Bilna ini. Malah menanyakan keberadaan suamiku. Kubtinggalkan saja dia yang sedang sibuk memcari keberadaan suamiku. Aku segera menuju ke kantin rumah sakit, buat mengisi perutku. Sambil duduk, Aku merenungi sikap Bilna. Mengapa Bilna begitu tidak menunjukkan rasa segan padaku. Bukankah Aku ini kakaknya? Mengapa dia tega mendekati suamiku. Bukti yang kudapatkan sudah cukup untukku mengambil kesimpulan bahwa memang ada hubungan khusus di antara mereka.

    

    Dan juga Habib, kenapa dia tega mengkhianatiku. Dan wanita itu adalah adikku sendiri. Sebelum keberadaan Bilna di rumah kami. Hubungan kami baik-baik saja. Tapi setelah kehadirannya, ku rasa hubungan ksmi menjadi sedikit berbeda. Walaupun Habib berusaha untuk terlihat baik-baik saja, Aku tetap merasa ada yang janggal di antara Adik dan suamiku. Aku harus memikirkan, Apa yang harus Aku lakukan untuk mereka?

    

    Sudah beberapa lama Aku duduk di kantin ini, Habib tak kunjung datang. Padahal tadi Aku telah berpesan untuk menyusulku. Dari pada Aku bengong seorang diri di sini, lebih baik Aku nengajaknya pulang.

    

    Ketika melewati sebuah aula yang sepi, lamat-lamat Aku mendengar ada obrolan dari suara yang ku kenali.

    

    "Mas, apa sebaiknya kita katakan saja yang sebenarnya kepada si Mandul itu, bahwa kita ada hubungan khusus? Aku lelah, Mas kalau harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Tante Eri juga sepertinya pasti akan mendukungku. Kulihat dia cukup menyukai Aku?"

    

    Si Mandul? Siapa si Mandul yang Bilna maksud. Apakah itu Aku?

    

    "Sabar dulu sayang, siapa tahu dia tidak mandul, hanya saja belum waktunya untuk dia bisa hamil." Habib menjawab dengan lembut.

    

    "Mas tidak percaya sama Bilna? Kita lihat saja nanti bahwa dugaan Bilna tidak salah. Tunggu saja saat surat keterangan dokter keluar. Atau mungkin Mas masih mencintai si Mandul itu melebihi Cinta Mas ke Bilna?"

    

    "Kamu tenang saja, nanti tiba saatnya, Mas akan memberi dua pilihan padanya. Dia mau di ceraikan, atau dimadu. Pokoknya Mas akan tetap menikahimu."

    

    Ini si duo pengkhianat sedang merencanakan strategi. Ingin ku kabrak mereka disana. Jijik Aku melihatnya. Apalagi melihat Bilna bersikap begitu manja. Bahkan main peluk-peluk suamiku lagi. Aku mengambil langkah, tapi eeiiit..... Terbersit satu pikiran yang menghalangi langkahku. Untung belum terlanjur. Bagaimana kalau kuikuti saja permainan mereka. Terus saja pura-pura tidak tahu dengan hubungan mereka. Sepertinya manusia-manusia seperti mereka tidak perlu di hadapi dengan kasar. Main cantik saja.

    

    Setelah Aku berpikir panjang. Entah mengapa, kecemburuanku kepada Habib justru menipis melihat kebersamaan Bilna bersamanya. Seiring waktu. tumbuh rasa tidak peduli. Apa mungkin cintaku mulai memudar?. Akan ku manfaatkan saja pengkhianatan mereka.

Bersambung

    

    

    

    

    

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 72

    Bab 72Dugh!Honor pensiun?Haduh, mati aku! Kenapa Pak Tohir malah bicara soal honor pensiun sih? "Hmm ... Honor pensiun selalu kukirimkan pada mantan istriku, Pak. Menurutku anakku jauh lebih membutuhkan uang itu daripada saya." jawabku cepat.Untung aku cepat berpikir ke arah sana. Jadi tidak ketahuan kalo sebenarnya setiap bulan tidak ada yang namanya uang pensiun untukku. Lagipula aku tidak punya anak kan, he ... he ...!"Oooh, pemikiran seorang ayah yang baik." Pak Tohir menganggukkan kepalanya.Aku menghela nafas panjang, setidaknya aku bisa membuat Pak tohir percaya kalau aku memang benar-benar mendapatka uang pensiun setiap bulan. Berbohong memang tidak di larang demi bisa menjaga nama baik diri kita sendiri bukan? Memangnya siapa lagi yang akan menjaga nama baik kita selain dari diri kita sendiri?*** Pagi ini aku kembali menyetirkan sepeda motor bututku menuju ke kompleks mewah dimana kemarin aku bekerja. Huuh, untuk sementara tidak apa-apa lah aku bekerja seperti ini

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 71

    Bab 71"Itu, tetangga sebelah, Bib.""Ooh ..!" Aku ber oh ria."Katanya dia mau minta tolong juga sama kamu buat bersihin paritnya juga. Soalnya tukang kebunnya lagi cuti. Kamu mau kan?" lanjut Pak Tohir."Boleh kok.. mau banget malah. Kebetulan aku lagi butuh banyak uang nih." celetukku.Tentu saja aku sedang membutuhkan uang sekarang. Soalnya mulai besok aku ingin mencoba untuk melamar pekerjaan baru dan itu aku butuh bensin tentunya. Beli bensin sekalian rokok itu sudah cukup untuk membuatku susah mencari uangnya. Tidak seperti dulu. Kalau dulu mah dua barang itu adalah dua hal yang sangat mudah untuk aku dapatkan. Ah beginilah nasib yang diberikan tuhan. Kadang terasa tidak adil memang.Setelah beberapa saat lamanya, aku memutuskan untuk memulai pekerjaan.Dengan semangat aku menggeluti pekerjaan ini. Aku mulai menebak, berapa kira-kira uang yang akan diberikan oleh anaknya Pak Tohir nanti. Siapa tahu lima ratus ribu. atau bisa-bisa lebih mengingat anaknya ini adalah seorang dok

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 70

    Bab 70Aku fokuskan kembali pendengaranku agar lebih baik. Entahlah karena rasa benci ku padanya juga membuat aku penasaran dengan apa sebenarnya yang mereka obrolkan. Orang-orang biasa menyebut sifatku ini kepo. Tapi aku peduli amat.Ternyata tidak meleset pendengaranku sebelumnya, bahwa laki-laki itu benar-benar menolak ajakan temannya untuk berlibur hanya karena ayah dan anak mereka.Busyet sekali. Mungkin saja dengan cara itu ia sudah merasa menjadi pahlawan untuk Aliyah. Aku yakin sekali anggapanmu itu pasti salah, Rama. Andaikan saja kau sadar pada kenyataannya akulah yang lebih lama hidup bersama aliyah dibanding kamu yang baru beberapa tahun saja menikahinya. Jadi, aku belum merasa kalah dibanding kamu. Memang itu kenyataan kok.Beberapa saat kemudian aku lihat laki-laki itu pergi meninggalkan teman yang tadi berusaha merayunya untuk pergi berlibur bersama tanpa keikutsertaan Aliyah. Kulihat ada raut kesal pada wajah temannya yang ia tinggalkan.Ingin rasanya aku merebut A

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 69

    Siang ini serasa aku tidak berselera untuk menyelesaikan semrawut agenda pekerjaan di perusahaan. Batinku masih terbayang-bayang dengan sikap Aliyah yang sedang menaruh curiga padaku. Aku memilih untuk duduk di restoran seorang diri. Biasanya aku sangat bersemangat untuk pulang dan menemui Aliyah dan juga Bian. Tapi kali ini aku merasa pasti akan sia-sia bila aku pulang. Sebab Aliyah pasti akan kembali mengabaikan aku. Sesuatu yang cukup membuatku tersiksa."Hai...!" aku di kejutkan dengan suara yang tidak terlalu asing di telingaku.Aku menoleh."Jhoni? Kamu lagi?" Jhoni terlihat tersenyum menanggapi respon dariku. "Sendirian ajah?" tanyanya."Iya nih." jawabku."Kenapa nggak bareng temen?" tanyanya."Ah sesekali menyendiri, Jhon." jawabku datar."Kenapa malah terlihat sendu, Bro? kamu punya masalah apa? Hayoo ngaku,! Iya, kan? Sini ..! Cerita sama aku ajah!" Jhoni duduk di depanku setelah memesan santap siangnya."Ah enggak, aku nggak punya masalah apa-apa kok." jawabku menyembu

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 68

    Bab 68Hari ini aku berniat menyibukkan diri dengan kegiatan bersama beberapa teman kantor. Kebetulan ada sebuah kegiatan yang diadakan hari ini.Biasanya di hari libur seperti ini, aku akan senantiasa berlibur bersama Rama dan Bian, putraku. Kalaupun ada kegiatan, aku biasa memilih untuk tidak ikut, sebab waktu bersama keluarga lebih penting bagiku.Tapi tidak dengan hari libur kali ini. Aku seperti tidak berselera untuk menghabiskan waktu bersama Rama. Laki-laki yang baru saja membuat hatiku terluka.Sederetan pesan yang sedemikian gamblang menunjukkan siapa si pengirim pesan, membuatku sulit untuk mempercayai kata-kata ramah. Untuk saat ini, aku merasa tak bersimpati sedikitpun dengan segenap alasan yang ia utarakan. Bisa saja itu hanyalah salah satu cara yang Rama tempuh untuk mengambil kepercayaanku kembali. Tidak Rama! Tidak akan semudah itu untuk mengembalikan kepercayaan ini.Memang ini pertama kalinya seumur-umur pernikahan kami aku mendapati ujian seperti ini. Dan ini merup

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 67

    Bab 67"Siapa yang mengirimkan pesan seperti ini? Siapa?"[Rama, aku tunggu kamu di depan Mutiara Hotel ya. Sesuai sama janji kamu kemarin. Masih ingat kan kamu bilang apa. Oke deh ditunggu malam ini. Seperti biasa, jam 08.00 malam jangan lupa. Hmm... Jangan sampe ketahuan Aliyah ya, Sayang.]Degh!Jantungku berdegup, apa maksudnya coba.[Oh ya, Rama, jangan lupa katanya kamu pengen beliin aku cincin buat hadiah ulang tahunku besok? Makanya sebaiknya kamu nginep aja malam ini di Mutiara hotel, biar pagi besok kita langsung ke toko perhiasan buat memenuhi janji kamu. Aku pengen kamu beliin aku liontin yang berwarna biru. Hehee]Aku semakin tidak mengerti dengan pesan itu. Aneh benar-benar aneh.Sementara aku melihat jekas ekspresi marah pada wajah istriku.Aku tidak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun aku bisa memposisikan diri sebagai dirinya yang merupakan istriku. Jujur saja jika seandainya aku yang berada pada posisinya saat ini tak urung aku juga pasti akan termakan emosi. Siapa ya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status