Share

Bab 3 Tes Kesuburan

    Perutku keroncongan. Sepertinya minta di isi. Aku melangkah ke meja makan. Tapi di mana Ibu mertuaku? Ada baiknya Aku mengajaknya makan siang bersama. Ku cari kesana- kemari. Samar-samar ku dengar Ibu sedang mengobrol bersama Bilna di taman belakang.

    

    Memang ku akui, Bilna begitu pimtar mengambil hati beliau. Sehingga dia mampu akrab dengan Ibu mertuaku, dalam waktu yang belum lama.

    

    "Tante.  Sepertinya Tante harus lebih cepat memiliki cucu deh. Kalau tidak kan kasihan perusahaan Om Yura akan jatuh ke tangan siapa. Mas Habib anak satu-satunya pula."

    

    "Iya, Bil. Tante juga berpikiran demikian. Tapi mau bagaimana lagi, Aliyah tidak kunjung hamil. Bagaimana menurutmu?"

    

    "Tan, maaf sebelumnya bukan Bilna mau ikut campur masalah keluarga Tante ya. Sebaiknya mereka itu lekas melakukan tes kesuburan. Biar kita tahu yang bermasalah siapa?. Kalau kita sudah tahu, maka kita bisa mencari inisiatif jalan keluarnya. Seperti bantuan medis gitukan. Atau siapa tahu juga si Mbak Aliyah adalah seorang wanita mandul?. Kalau dia benar-benar mandul, kan kita bisa mencari jalan keluar yang terbaik."

    

    "Saranmu benar, Bilna. Mereka harus melakukan tes kesuburan terlebih dahulu. Siapa tahu juga Masmu yang bermasalah."

    

    Ibu menjawab dengan raut muka yang begitu khawatir.

    

    "Tenang saja Tante. Menurut saya. Kemungkinan yang bermasalah itu Mbak Aliyah. Soalnya keturunan pihak ibunya, banyak yang mandul juga."

    

    Degggghh... Jantungku berdegup kencang mendengar kata-kata Bilna. Keluarga ibuku saja dia tidak tahu seluk-beluknya. Mana ada keluargaku yang mandul. 

    

    "Hai, Ma. Udah makan siang belum? Kalau belum, yuk kita makan bareng. Bilna juga."

    

    "Tante Eri sudah makan tadi Mbak. Bareng sama Bilna tadi. Bilna Udah masakin Tante Eri masakan kesukaannya. Iya kan, Tante?"

    

    "Iya benar, Aliyah. Adikmu ini sangat pandai memasak. Adikmu ini perempuan yang luar biasa, Aliyah. Kamu bangga mempunyai seorang adik seperti Bilna."

    

    "Iya, Ma. Kalau begitu Aliyah tinggal dulu ya, mau makan siang."

    

    "Oh iya iya Mbak. Silahkan. Biar Bilna saja yang menemani Tante Eri di sini."

***

     "Aliyah,  ada baiknya kalian mengadakan tes kesuburan karena kita harus mengeyahui, siapa yang bermasalah di antara kalian. Siapa saja yang bermasalah, maka kita bisa mengambil tindakan yang tepat."

     

     "Nanti Aliyah bicarakan dulu sama Habib, Ma."

     

     "Aku dan Tante Eri sudah membicarakannya dengan Mas Habib, Mbak. Dia menyetujuinya. Katanya besok mau mengajak Mbak ke dokter kandungan."

     

     "Iya besok kalian perginya Aliyah. Oh ya saya percayakan Bilna untuk ikut kalian."

     

     "Tidak perlu nerepotkan Bilna, Bu. Biar Aku dan Habib Saja."

     

     "Nggak apa-apa Mbak, Aku ikut saja. Sekalian juga mau denger saran dokter. Kan nanti juga Aku bakalan berkeluarga. Tidak ada salahnya kan, Tante?"

     

     "Iya tidak apa-apa, Al. Izinkan saja Bilna iku."

     

     "Lho Bilna kan harus kerja?" Sanggahku.

     

     "Bilna sudah izin libur, Mbak."

     

     Begitu ngototnya Adikku ini mau ikut. Padahal ini adalah masalah pribadiku dan Habib. Tapi dia memaksa ingin ikut serta. Bahkan dia telah izin tidak masuk kerja mendahuluiku. Sedangkan Aku saja baru mendengar kalau perginya ke dokter kandungannya besok. 

***

    Setelah sekian lama mengikuti prosedur. Maka dokter menyatakan tes selesai. Tinggal menunggu  waktunya mengambil surat hasil analisis tim dokter. Aku segera keluar dari ruangan itu. 

    

    Aku menuju aula di mana Bilna dari tadi menunggu. Dia sudah tidak ada lagi disana. Kemana dia?. Oh ya tadi dia ingin turut serta masuk ke ruangan. Tapi dokter melarangnya. Terpaksalah dia keluar.

    

    Beberapa saat kemudian. Terlihat Bilna bersama dua orang. Laki laki dan perempuan. Ya mereka adalah pasangan suami istri yang juga ingin melakukan tes kesuburan. Tadi tidak sengaja kami bertemu di saat pendaftaran. Tapi saat tes kami berada di lain ruangan.

    

    "Dari mana kamu, Bil."?

    

    "Dari keliling cari angin. Mana Mas Habib?"

    

    Ganjen sekali Bilna ini. Malah menanyakan keberadaan suamiku. Kubtinggalkan saja dia yang sedang sibuk memcari keberadaan suamiku. Aku segera menuju ke kantin rumah sakit, buat mengisi perutku. Sambil duduk, Aku merenungi sikap Bilna. Mengapa Bilna begitu tidak menunjukkan rasa segan padaku. Bukankah Aku ini kakaknya? Mengapa dia tega mendekati suamiku. Bukti yang kudapatkan sudah cukup untukku mengambil kesimpulan bahwa memang ada hubungan khusus di antara mereka.

    

    Dan juga Habib, kenapa dia tega mengkhianatiku. Dan wanita itu adalah adikku sendiri. Sebelum keberadaan Bilna di rumah kami. Hubungan kami baik-baik saja. Tapi setelah kehadirannya, ku rasa hubungan ksmi menjadi sedikit berbeda. Walaupun Habib berusaha untuk terlihat baik-baik saja, Aku tetap merasa ada yang janggal di antara Adik dan suamiku. Aku harus memikirkan, Apa yang harus Aku lakukan untuk mereka?

    

    Sudah beberapa lama Aku duduk di kantin ini, Habib tak kunjung datang. Padahal tadi Aku telah berpesan untuk menyusulku. Dari pada Aku bengong seorang diri di sini, lebih baik Aku nengajaknya pulang.

    

    Ketika melewati sebuah aula yang sepi, lamat-lamat Aku mendengar ada obrolan dari suara yang ku kenali.

    

    "Mas, apa sebaiknya kita katakan saja yang sebenarnya kepada si Mandul itu, bahwa kita ada hubungan khusus? Aku lelah, Mas kalau harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Tante Eri juga sepertinya pasti akan mendukungku. Kulihat dia cukup menyukai Aku?"

    

    Si Mandul? Siapa si Mandul yang Bilna maksud. Apakah itu Aku?

    

    "Sabar dulu sayang, siapa tahu dia tidak mandul, hanya saja belum waktunya untuk dia bisa hamil." Habib menjawab dengan lembut.

    

    "Mas tidak percaya sama Bilna? Kita lihat saja nanti bahwa dugaan Bilna tidak salah. Tunggu saja saat surat keterangan dokter keluar. Atau mungkin Mas masih mencintai si Mandul itu melebihi Cinta Mas ke Bilna?"

    

    "Kamu tenang saja, nanti tiba saatnya, Mas akan memberi dua pilihan padanya. Dia mau di ceraikan, atau dimadu. Pokoknya Mas akan tetap menikahimu."

    

    Ini si duo pengkhianat sedang merencanakan strategi. Ingin ku kabrak mereka disana. Jijik Aku melihatnya. Apalagi melihat Bilna bersikap begitu manja. Bahkan main peluk-peluk suamiku lagi. Aku mengambil langkah, tapi eeiiit..... Terbersit satu pikiran yang menghalangi langkahku. Untung belum terlanjur. Bagaimana kalau kuikuti saja permainan mereka. Terus saja pura-pura tidak tahu dengan hubungan mereka. Sepertinya manusia-manusia seperti mereka tidak perlu di hadapi dengan kasar. Main cantik saja.

    

    Setelah Aku berpikir panjang. Entah mengapa, kecemburuanku kepada Habib justru menipis melihat kebersamaan Bilna bersamanya. Seiring waktu. tumbuh rasa tidak peduli. Apa mungkin cintaku mulai memudar?. Akan ku manfaatkan saja pengkhianatan mereka.

Bersambung

    

    

    

    

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status