Share

Gelora Adik Ipar
Gelora Adik Ipar
Penulis: Wilda Akha

Bab 1 Lamaran Dadakan.

"Mbak Amera, ayo kita menikah."

Nampan yang didekap oleh Amera terjatuh seketika, disaat pemuda tampan itu berkata demikian. Amera syok sekali sampai tidak mampu berkata apa-apa.

Selama ini Andre yang merupakan adik iparnya selalu datang dan membantunya dalam merawat Kejora, setelah kematian Rudy sang suami. Tapi, Amera tidak memiliki perasaan apapun kepada adik iparnya itu, selain menjalankan peran sebagai kakak dan adik saja.

"Mbak Amera mau, 'kan? Ini demi Kejora," tambah Andre lagi dan membuat Amera tersadar.

Amera salah mengira bahwa Andre memiliki perasaan lebih terhadapnya, tentang semua perhatian dan rasa nyaman yang Andre berikan selama ini. Tentu saja adik iparnya itu melakukan semua itu demi sebuah tanggung–jawabnya saja, terhadap Kejora yang merupakan anak dari kakak Andre.

"Maaf, Dek. Mbak gak bisa," jawab Amera dengan desahan yang berat.

Amera masih tahu diri untuk tidak mendapatkan perhatian lebih dari Andre, cukup seperti ini saja menurut Amera sudah cukup. Ia tidak ingin menjalani hubungan spesial dengan adik iparnya.

"Mbak! Pikirkan Kejora, dia akan semakin besar dan suatu hari nanti pasti menanyakan tentang ayahnya," jelas Andre memohon.

Andre melakukan ini semua demi Rudy, kakaknya datang dalam mimpi Andre dan memintanya untuk menikahi Amera demi Kejora.

Andre juga tidak ingin keponakannya itu merasa kehilangan sosok ayah, biarlah Andre yang mengantikan Rudy yang sudah meninggal demi Kejora.

"Dek! Sampai kapanpun juga Mas Rudy adalah ayahnya Kejora, Mbak sendiri yang akan menceritakan semua hal tentang Mas Rudy kepada Kejora!" Amera meluapkan perasaannya yang tidak nyaman, setiap kali adik iparnya itu mengungkit kembali tentang sang suami yang sudah tiada.

Cinta Amera kepada Rudy tidak akan pernah memudar sampai kapanpun juga, bahkan Amera sudah berniat akan mencari tahu tentang kasus kecelakaan yang menimpa suaminya.

Amera merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kematian sang suami yang terjadi terlalu cepat. Di mana Rudy meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat, tepat dihari pernikahan mereka yang kelima tahun.

"Mbak, jangan egois! Mbak tahu rasanya kehilangan orangtua dan harus melewati semuanya sendirian. Apa Mbak akan membiarkan Kejora merasakan kesedihan yang sama, sedangkan Mbak tahu bagaimana beratnya hal itu!"

Andre terus mendesak Amera, bukan Amera ingin menjadi seorang ibu yang egois dan mengabaikan perasaan putrinya. Namun, Amera tidak ingin mengulangi rasa sakit yang sama.

Selama menjadi istri Rudy, Amera diperlakukan buruk oleh Mama Rossa. Ibu mertuanya itu tidak pernah menganggapnya sebagai menantu, melainkan sebagai babu.

Bodoh rasanya kalau Amera terjun ke jurang yang sama, kalau dirinya menikah dengan Andre otomatis ia akan hidup dengan Mama Rossa yang menjadi ibu mertuanya.

Seandainya pun Amera menikah suatu hari nanti, tentu saja bukan dengan Andre. Sekalipun adik iparnya itu sangat baik dan perhatian dengan dirinya dan juga Kejora.

"Sebaiknya kamu pulang, Dek! Masih banyak pekerjaan yang harus kamu lakukan, bukan?" kata Amera mengusir Andre dengan cara yang halus.

Tiba-tiba saja suhu di ruangan tersebut berubah menjadi suram, setelah Amera mengatakan hal itu. Wajah Andre menjadi amat mengerikan, membuat Amera menjadi takut.

Sejak lama Amera merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Andre, namun tidak sekalipun ia menanyakan hal itu kepada adik iparnya. Sebab bukan ranahnya ikut–campur dalam urusan Andre.

Hingga suara Kejora membuat keduanya menatap bocah yang baru berusia empat tahun itu yang tengah berlari menghampiri mereka.

"Bunda! Bunda!" panggil Kejora dan berhamburan dalam pelukan Amera.

Dengan penuh kasih–sayang Amera mengusap rambut keriting putrinya itu seraya bertanya, "Ada apa, Sayang?"

"Bunda, ada Oma," jelas Kejora.

Wajah Amera menjadi pias seketika, ketika Kejora mengatakan kalau omanya datang. Siapalagi kalau bukan Mama Rossa, bagaimanapun wanita paruh baya itu akan selalu berada di dalam ruang–lingkup kehidupan Amera.

Tidak berapa lama terdengar derap langkah yang mendekat dan menampakkan Mama Rossa dengan raut wajah yang tidak bersahabat seperti biasanya.

Amera segera meminta Kejora untuk masuk ke kamar, sebab Amera sudah mendapatkan firasat buruk dengan kedatangan wanita itu.

"Apa kabar, Ma?" tanya Amera menyapa setelah Kejora pergi.

Kini ketiganya saling menatap, seakan ada masalah besar yang tengah terjadi sampai Rossa memulai pembicaraan dengan caranya yang kasar.

"Pelet apa yang sudah kamu sudah berikan kepada Andre, hah? Kenapa tiba-tiba saja dia ingin menikahimu?"

"Mama!" pekik Andre geram.

Amera membuang nafas panjang, ia sudah tahu akan terjadi seperti ini bahkan sebelum dirinya menikah dengan Andre.

Menolak lamaran Andre memang pilihan yang terbaik, setidaknya Amera tidak ingin memperkeruh hubungan diantara mereka bertiga.

"Ingat Amera! Kamu sudah mengambil Rudy! kali ini, aku gak akan membiarkan kamu mengambil Andre!" kata Mama Rossa dengan sorot mata tajam.

"Mama! Semua ini Andre yang inginkan, bukan Mbak Amera yang memintanya." Andre mencoba menjelaskan apa yang terjadi, namun Mama Rossa tidak mau mendengarkan.

"Iya! Kamu mau menginginkannya karena telah dipelet wanita murahan itu!" pekik Mama Rossa.

Amera tidak tahan dengan kata yang selalu Mama Rossa selamatkan kepadanya, sebagai wanita murahan.

"Cukup! Mbak tidak akan pernah menerima lamaranmu, Dek! Maaf, kamu masih muda dan diluar sana masih banyak gadis yang baik untuk kamu nikahi."

Wajah Andre mengelap setelah mendengar penolakan dari Amera, selama ini dirinya telah banyak berkorban demi kakak iparnya itu. Namun, seolah tidak ada artinya segala yang telah ia lakukan sampai Amera dengan tega menolaknya.

Sedangkan Mama Rossa tersenyum puas dengan tangan dilipat di dada, ia menatap ke arah Amera yang tampak menegakkan kepalanya.

"Mbak, aku mohon. Sekali ini saja, dengarkan kata hatimu! Apakah ada ruang di sana yang berisi tentang aku?" tanya Andre yang masih belum mau menyerah.

"Menikah bukan perkara kita sah menjadi suami–istri, Dek. Melainkan menjadi partner dalam menjalani kehidupan ini dengan saling mencintai, kamu tahu, bukan? Ada hal yang lebih penting dari itu semua, yaitu restu dari orang tua yang harus kita dapatkan."

Amera menahan air mata yang sudah menganak sungai di pelupuk matanya agar tidak terjatuh, dirinya harus nampak kuat didepan Mama Rossa agar tidak mudah ditindas lagi oleh wanita itu.

Setelah sekian tahun Amera baru menyadari bahwa bukan rasa cintanya kepada Rudy yang salah sampai membuat hubungan keduanya terkadang tidak sejalan dengan semestinya, melainkan restu Mama Rossa yang tidak mereka dapatkan.

"Kamu sudah dengarkan, Ndre? Kalau Amera telah menolakmu," kata Mama Rossa seraya bangun dari posisi duduknya.

"Jika restu Mama yang kamu inginkan, Mbak. Maka, aku akan membuat Mama merestui hubungan kita," kata Andre dengan sorot mata serius dan membuat Amera dan Mama Rossa terkejut.

"Hal itu tidak akan pernah terjadi!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status