Home / Romansa / Gelora Cinta Sang Mafia / Luka yang Tertanam Diam-diam

Share

Luka yang Tertanam Diam-diam

Author: Embun Senja
last update Last Updated: 2025-07-10 13:33:10

Sore itu, Amelia duduk di bangku taman rumah barunya, menikmati angin sore sambil membaca novel. Semenjak operasi dan kepulangannya dari rumah sakit, hidup terasa lebih ringan. Ia sudah mulai beraktivitas seperti yang ia inginkan meskipun Adelia masih terus memantaunya.

Rumah mereka yang dulu lapuk kini sudah direnovasi, lebih bersih, lebih hangat, dan jauh dari kesedihan, sangat nyaman.

Tapi ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya, dari mana kak Adelia mendapatkan uang sebanyak itu?

Adelia tak pernah memberi jawaban pasti. Ia hanya bilang kalau itu semua berasal dari simpanan orang tua. Tapi Amelia tahu, tabungan keluarga mereka sudah lama habis sejak ayah dan ibu meninggal tiga tahun lalu. Lagipula, jumlahnya pasti tidak cukup untuk biaya operasi kepalanya yang begitu mahal.

Amelia menutup bukunya dan menghela napas panjang, ia menyandarkan punggungnya sambil menghela nafas pelan.

“Kenapa kakak terus menutupi sesuatu dariku...” Saat ia merenung memikirkan hal itu, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depan pagar rumahnya. Kacanya turun perlahan, dan seorang pria mengenakan kemeja hitam dengan kacamata gelap melambaikan tangan.

“Amelia Putri?”

Amel berdiri waspada. “Iya... siapa ya?”

Pria itu turun, melepaskan kacamatanya, dan tersenyum.

“Aku Dimas Wirawan. Mungkin kakakmu pernah menyebut namaku.”

Amel mengerutkan dahi. Ia belum pernah mendengar nama itu.

“Aku teman lama kakakmu. Kami sempat dekat. Tapi aku dengar sekarang dia sudah menikah.”

Amel tersentak. “Kenapa Anda mencariku?”

Dimas menyandarkan tangan di pagar. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku tahu soal operasi kamu. Itu pasti mahal, kan?”

Amel menegang.

“Dari mana menurutmu kakakmu dapat uang itu?”

“A.. aku nggak tahu... katanya dari tabungan orang tua kami.”

Dimas tertawa kecil, sinis.

“Tabungan? Amelia... Adelia menjual sesuatu yang paling berharga dari dirinya untuk membiayai kamu.”

Amel membeku. “Maksud Anda?”

“Dia menjual keperawanannya. Pada pria kaya yang membayarnya sangat mahal.”

Deg.

Dunia Amel seperti berhenti sejenak.

“Dia tidak akan pernah memberitahumu. Tapi aku tahu segalanya. Bahkan aku tahu siapa pria itu.”

Air mata mulai memenuhi mata Amelia.

“T-tidak... Kak Del tidak akan...”

“Sayangnya, itu kenyataan. Kalau kamu tak percaya, tanya dia sendiri. Tanya kenapa malam sebelum operasi kamu, dia pulang dengan mata sembab, dengan jalan terhuyung. Dia bahkan hampir pingsan di depan kasir.”

Dimas menatap Amelia dengan tatapan dingin, lalu menambahkan satu kalimat yang menghujam.

“Semua pengorbanan itu... dilakukan demi kamu.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dimas melangkah masuk ke mobilnya dan pergi.

Amelia masih berdiri mematung. Dunia di sekelilingnya terasa hening, dingin, dan tak masuk akal. Ia merasa mual. Hatinya remuk.

Beberapa menit kemudian, Adelia pulang dengan tas belanja. Ia melambaikan tangan, wajahnya cerah.

“Mel! Kakak beli buah kesukaanmu nih!”

Tapi Amelia hanya memandangnya, tanpa senyum.

Adelia menghentikan langkahnya, bingung. “Kenapa? Kamu nggak suka buahnya?”

Amel menunduk.

“Kak... siapa Dimas Wirawan?”

Adelia langsung membeku.

Nafasnya tercekat.

“Apa... yang dia bilang padamu?”

Air mata Amelia jatuh. “Apa benar... Kak Del—demi aku... menjual diri?”

Adelia menjatuhkan tas belanjanya. Jeruk dan apel menggelinding keluar.

“Mel... dengarkan kakak...”

Amelia mundur satu langkah. “Kau bilang kita bisa melalui semua ini bersama... tapi kau malah menyembunyikan hal sebesar ini?”

Adelia menggeleng cepat, matanya berlinang. “Kakak hanya ingin kamu hidup, Mel. Kakak rela melakukan apa pun bahkan menghancurkan diri sendiri.”

“Tapi kenapa kau tidak bilang?!”

“Aku nggak ingin kamu merasa bersalah seumur hidupmu!” Adelia bersujud di depan Amel, ia khawatir jika hal ini akan membuatnya sakit, Adelia tak memikirkan dirinya lagi, bahkan ia rela terhina demi adiknya, Amelia.

Tangis keduanya pecah di halaman rumah yang baru direnovasi itu. Rumah yang terlihat hangat, tapi kini kembali dipenuhi luka lama.

Dari kejauhan, seseorang memotret kejadian itu dengan kamera ponsel.

Dimas menyeringai kecil dari mobilnya yang berhenti tak jauh. “Permainan baru saja dimulai, Adelia...”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Rencana Dalam Bayangan

    Setelah beberapa hari berlalu setelah pertemuan Amel dengan Dimas, semuanya terlihat seperti biasa.Suara langkah kaki Amel terdengar pelan menuruni tangga. Malam itu sunyi, hanya desiran angin dari sela jendela yang sedikit mengusik keheningan rumah. Di ruang tengah, Adelia dan Raka duduk berdampingan di sofa, belum bisa tenang setelah insiden di gudang. Tatapan Adelia langsung menajam ketika melihat sosok adiknya muncul dari balik dinding. "Amel," panggilnya lembut. Amel berhenti sejenak, seolah ragu untuk melangkah lebih dekat. Tapi ia tahu, jika malam ini tak bicara, semuanya akan memburuk. Ia duduk perlahan di kursi seberang. Jemarinya saling menggenggam erat. Ada ketakutan di matanya campuran rasa bersalah dan keraguan. “Aku… aku minta maaf, Kak,” ucap Amel akhirnya, suaranya serak. “Aku pergi tanpa bilang apa pun. Aku cuma butuh jawaban.” Adelia menggenggam tangan Raka sesaat, lalu menatap adiknya. “Jawaban dari pria yang pernah menghancurkan hidupku?” Amel menunduk. “Di

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Pertemuan Yang Beracun

    Langkah Amelia menyusuri trotoar malam itu terasa ragu, tapi tekadnya tak surut. Ia terus menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari nomor tak dikenal. “Datanglah ke taman kota, bangku paling ujung. Jangan ajak siapa pun. Aku akan tunjukkan semuanya.” Amel tahu siapa pengirimnya. Hatinya masih bimbang, tapi rasa ingin tahu jauh lebih kuat dari logika. Ia ingin tahu kebenaran yang selalu menggantung di kepalanya. Apalagi ia masih berusia 15 tahun, rasa ingin tahunya sangat tinggi, terutama mengenai pesan yang terus di kirimkan Dimas padanya tanpa henti. Apakah benar... kakaknya menjual kehormatan demi dirinya? kata-kata itu seolah bagai beling yang menancap di jantungnya selama ini. Ia menunduk. Nafasnya semakin kencang. Angin malam menyapu rambutnya, membuat tubuhnya menggigil. Tapi jauh lebih dingin dari udara adalah bayang-bayang rasa bersalah dan kebencian yang mulai tumbuh dalam hati kecilnya. Dari kejauhan, seseorang berjalan mengikuti dengan langkah yang terlat

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka di Balik Pelukan

    Pintu rumah terbuka perlahan. Sosok Raka masuk dengan langkah tertatih, darah mengering di lengan dan bajunya kusut. Sorot matanya tajam, tapi tubuhnya tak lagi setegap biasanya. Antoni mengikuti di belakang, memegangi perutnya yang terkena serpihan peluru. “Raka!” Adelia segera berlari dari ruang tengah. Napasnya tercekat saat melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar melihat luka di bahu Raka. “Apa yang terjadi?! Astaga, kamu terluka!” Adelia langsung menggamit tangan Raka, membantunya duduk di sofa. “Kenapa kamu nggak bilang mau ke tempat berbahaya?!” Raka hanya menatapnya dalam diam. Ia menarik napas dalam dan mengusap rambut istrinya dengan lembut. “Tenang, aku baik-baik saja... cuma... luka kecil.” “Luka kecil dari mana?!” Adelia meraih kotak P3K dengan tangan gemetar. Ia membersihkan luka Raka dengan tangan yang berkeringat. “Kamu... kamu selalu bilang akan lindungi aku. Tapi bagaimana kalau kamu...” “Delia,” Raka menyentuh pipinya.

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Tundukkan atau Hancur

    Setelah aksesnya di blokir oleh Raka, ia tetap berusaha untuk menghubungi Raka Anggana. Pagi setelah matahari terbit, Adelia sudah menyiapkan sarapan dan pakaian yang akan di pakai oleh Raka. Amelia, yang masih dalam perawatan tidak bisa sepenuh membantu kakaknya mengurus semua keperluan mereka. Tapi semampunya ia tetap berusaha. Raka, sesaat sebelum berangkat ke kantor, ia melihat beberapa pesan di ponselnya dari Agnesia yang memintanya datang ke sebuah gedung tua, gedung yang dulunya tempat mereka sering transaksi sebelum mereka bermusuhan. "Apalagi yang dia inginkan? setelah memfitnah ku, aku tau dia menginginkan sesuatu yang lain," ucapnya, tapi kali ini ia tidak akan membiarkan Agnesia melancarkan aksinya. Gudang tua itu tak berubah sejak terakhir kali Raka menginjakkan kaki di sana gelap, lembap, dan penuh debu masa lalu. Tapi malam ini berbeda. Malam ini, tempat itu jadi panggung bagi dua masa lalu yang tak selesai. Raka berdiri tegak di tengah ruangan, bahunya rileks, ta

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka yang Belum Sembuh

    Suasana kamar sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Adelia duduk di tepi ranjang, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Tapi malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan akhirnya suara pintu diketuk keras dari luar."Ka, kita harus bicara. Sekarang!" suara Amelia terdengar jelas, lebih mendesak daripada biasanya.Adelia menarik napas panjang. Ia tahu pembicaraan ini akan menyakitkan, tapi ia tidak bisa lagi menghindar. Ia membuka pintu, dan Amel langsung masuk dengan wajah penuh emosi."Kak... aku sudah tahu semuanya," ujar Amel dengan suara berat. "Malam itu, operasi... dan pria itu Dimas."Tubuh Adelia menegang. Ia menatap mata Amel yang berkaca-kaca, seakan menuntut penjelasan."Aku dengar dari orang itu sendiri, Kak. Dimas bilang semuanya tentang malam itu, tentang uang itu," lanjut Amel dengan suara bergetar.Adelia nyaris roboh. Jantungnya terasa diremas-remas. Ia tahu hari ini akan tiba, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini."Maafkan Kakak, Mel..."

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Di Antara Kebohongan dan Kebenaran

    Adelia menatap pantulan dirinya di cermin kamar tidur. Wajahnya pucat, mata sembab, dan senyum yang biasanya merekah kini tak tampak sedikit pun. Sejak pagi, ia tak berkata apa-apa pada Raka. Hanya diam dan terus memikirkan kalimat yang terngiang di telinganya. "Agnesia... hamil anak Raka?" Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Itu bukan sesuatu yang mudah dicerna oleh wanita mana pun, apalagi oleh Adelia yang masih mencoba menyembuhkan luka masa lalu. "Aku harus tenang. Raka bukan tipe pria seperti itu," gumamnya pelan sambil menyentuh perutnya sendiri. Kosong. Datar. Tapi perasaannya berkecamuk. Hatinya seakan hancur berkeping. Suara ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Raka berdiri di sana dengan wajah lelah, dasi yang sudah longgar, dan tatapan memohon. "Sayang... kita harus bicara." Adelia hanya menatapnya, tak menjawab. Tapi Raka masuk dan duduk di tepi ranjang, mencoba mencari kata. "Agnesia muncul tiba-tiba... aku juga kaget. Dia bilang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status