Home / Romansa / Gelora Cinta Sang Mafia / Retak yang Tak Terlihat

Share

Retak yang Tak Terlihat

Author: Embun Senja
last update Last Updated: 2025-07-10 15:22:47

Suasana rumah terasa sunyi. Matahari sudah tinggi, tapi Adelia belum juga keluar dari kamar. Sementara itu, Amelia duduk di ruang tamu, memainkan ponselnya. Raka Anggana baru pulang dari kantor cabangnya, menggantung jasnya di sandaran kursi, lalu melirik gadis yang kini tinggal bersama mereka.

"Amel, kakakmu mana?" tanya Raka sambil membuka dasi.

Amelia hanya melirik sekilas tanpa ekspresi. “Masih di kamar.”

Raka mengangguk kecil, tapi ia merasakan ada yang aneh. Sudah dua hari ini, Amelia tak lagi seceria sebelumnya. Bahkan, kepada Adelia, sikapnya mulai berubah. Tak ada lagi pelukan atau tawa hangat seperti dulu.

Dan Adelia pun mulai berubah. Ia lebih pendiam, lebih sering termenung sendiri, dan matanya sembap seolah tak tidur semalaman.

Raka menatap tangga menuju kamar mereka, lalu menarik napas.

Di dalam kamar, Adelia berdiri di depan cermin. Tubuhnya berdiri tegak, tapi jiwanya terasa limbung. Kata-kata Amelia kemarin terus bergema di telinganya.

“Kau pikir aku nggak tahu dari mana uang itu berasal? Dari tubuhmu, kan?”

Adelia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak pernah berniat menyakiti adiknya. Ia tidak ingin Amelia tahu tentang malam itu. Tapi Dimas... Dimas berhasil merusak segalanya hanya dengan satu pertemuan.

Tiba-tiba, pintu diketuk pelan. “Sayang, kamu udah bangun?”

Terdengar suara Raka dari balik pintu.

Adelia buru-buru menghapus air matanya, lalu menjawab, “Iya... aku udah bangun.”

Pintu dibuka. Raka melangkah masuk, melihat wajah Adelia yang memaksakan senyum. Sangat jelas terlihat wajahnya sedikit pucat.

“Kamu nggak sarapan?” tanya Raka lembut.

“Aku nggak lapar...” jawabnya pelan.

Raka menarik kursi dan duduk di depannya. “Kamu nggak cerita apa-apa ke aku, Del. Tapi aku tahu ada yang kamu sembunyikan.” ucapnya sambil memberanikan diri mengelupas rambut Adelia.

Adelia terdiam sejenak.

“Kamu dan Amel… kenapa akhir-akhir ini kayak ada jarak?”

Adelia menarik napas dalam. Matanya menatap kosong.

“Aku cuma takut. Takut kehilangan semuanya setelah aku punya semuanya.” Adelia menundukkan kepalanya.

Raka menggenggam tangannya. “Kamu nggak sendiri. Apa pun yang terjadi, aku ada di sini.”

Tapi sebelum Adelia sempat menjawab, suara Amelia terdengar dari bawah.

“Kak, kamu turun sebentar!” teriaknya.

Mereka saling tatap. Adelia pun berdiri, dan mereka turun bersama.

Di ruang tamu, Amelia berdiri sambil menatap layar ponselnya. Begitu Adelia muncul, ia langsung mengangkat ponsel itu, memperlihatkan sebuah video singkat.

Video itu menampilkan Adelia dan Dimas di depan hotel. Kamera tersembunyi, sudutnya gelap, tapi cukup jelas melihat mereka di dalam bersama.

"Ini... apa maksudnya, Kak?" tanya Amelia tajam.

Adelia membeku. Raka hanya menatap layar itu tanpa bisa berkata apa-apa.

“Aku dikasih video ini sama temanku,” lanjut Amelia. “Tapi kamu tahu siapa yang kirim? Dimas Wirawan.” Teriaknya sambil berlinang air mata.

Mata Raka membelalak. Nama itu sangat familiar ditelinga nya, dan ia tahu siapa pria itu.

“Dimas?” gumamnya pelan.

“Dia bilang... Kak Adelia jual diri buat bayar rumah sakit ku,” suara Amelia bergetar, hampir menangis. “Kak... apa itu bener?”

Adelia melangkah maju. “Amel, dengar dulu kakak—”

“Enggak! Jawab aja! Itu bener atau enggak?”

Air mata Adelia jatuh. Ia menatap Raka, lalu Amelia. “Iya... tapi bukan seperti yang kamu pikirkan. Kakak—”

Amelia menjerit kecil. “Kenapa kakak ngelakuin itu? Kenapa nggak bilang dari awal?! Aku lebih rela mati dari pada hidup dari uang kayak gitu!”

Raka menatap Adelia dalam diam. Dunia seolah berhenti berputar. Ia ingin bicara, tapi seluruh tubuhnya kaku. Seolah dunia tidak mengizinkan nya bicara.

Amelia berlari ke kamar, membanting pintu dengan sangat kuat.

Adelia terisak. Raka mendekat, lalu menariknya ke pelukannya.

“Delia… kenapa kamu nggak cerita dari dulu?” bisiknya, pelan tapi tajam.

“Aku takut... takut Amelia pergi, takut semuanya hancur,” isaknya.

Raka mengusap rambutnya, menahan amarah yang mulai menyelinap ke dadanya bukan pada Adelia, tapi pada orang yang telah menyebarkan luka ini.

Dimas Wirawan.

Sementara itu, di suatu ruangan hotel mewah, Dimas duduk di sofa sambil menyesap kopi. Ia tertawa kecil melihat ponselnya. Video yang ia kirim berhasil memecah harmoni rumah tangga Adelia.

“Bagus sekali,” gumamnya. “Pecah pelan-pelan... dan nanti giliran aku masuk untuk mengambil sisanya.”

Matanya tajam, penuh dendam dan niat tersembunyi. Ia ingin menghancurkan Raka, tapi ia memilih menghasut Amelia terlebih dahulu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Rencana Dalam Bayangan

    Setelah beberapa hari berlalu setelah pertemuan Amel dengan Dimas, semuanya terlihat seperti biasa.Suara langkah kaki Amel terdengar pelan menuruni tangga. Malam itu sunyi, hanya desiran angin dari sela jendela yang sedikit mengusik keheningan rumah. Di ruang tengah, Adelia dan Raka duduk berdampingan di sofa, belum bisa tenang setelah insiden di gudang. Tatapan Adelia langsung menajam ketika melihat sosok adiknya muncul dari balik dinding. "Amel," panggilnya lembut. Amel berhenti sejenak, seolah ragu untuk melangkah lebih dekat. Tapi ia tahu, jika malam ini tak bicara, semuanya akan memburuk. Ia duduk perlahan di kursi seberang. Jemarinya saling menggenggam erat. Ada ketakutan di matanya campuran rasa bersalah dan keraguan. “Aku… aku minta maaf, Kak,” ucap Amel akhirnya, suaranya serak. “Aku pergi tanpa bilang apa pun. Aku cuma butuh jawaban.” Adelia menggenggam tangan Raka sesaat, lalu menatap adiknya. “Jawaban dari pria yang pernah menghancurkan hidupku?” Amel menunduk. “Di

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Pertemuan Yang Beracun

    Langkah Amelia menyusuri trotoar malam itu terasa ragu, tapi tekadnya tak surut. Ia terus menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari nomor tak dikenal. “Datanglah ke taman kota, bangku paling ujung. Jangan ajak siapa pun. Aku akan tunjukkan semuanya.” Amel tahu siapa pengirimnya. Hatinya masih bimbang, tapi rasa ingin tahu jauh lebih kuat dari logika. Ia ingin tahu kebenaran yang selalu menggantung di kepalanya. Apalagi ia masih berusia 15 tahun, rasa ingin tahunya sangat tinggi, terutama mengenai pesan yang terus di kirimkan Dimas padanya tanpa henti. Apakah benar... kakaknya menjual kehormatan demi dirinya? kata-kata itu seolah bagai beling yang menancap di jantungnya selama ini. Ia menunduk. Nafasnya semakin kencang. Angin malam menyapu rambutnya, membuat tubuhnya menggigil. Tapi jauh lebih dingin dari udara adalah bayang-bayang rasa bersalah dan kebencian yang mulai tumbuh dalam hati kecilnya. Dari kejauhan, seseorang berjalan mengikuti dengan langkah yang terlat

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka di Balik Pelukan

    Pintu rumah terbuka perlahan. Sosok Raka masuk dengan langkah tertatih, darah mengering di lengan dan bajunya kusut. Sorot matanya tajam, tapi tubuhnya tak lagi setegap biasanya. Antoni mengikuti di belakang, memegangi perutnya yang terkena serpihan peluru. “Raka!” Adelia segera berlari dari ruang tengah. Napasnya tercekat saat melihat suaminya dalam keadaan seperti itu. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar melihat luka di bahu Raka. “Apa yang terjadi?! Astaga, kamu terluka!” Adelia langsung menggamit tangan Raka, membantunya duduk di sofa. “Kenapa kamu nggak bilang mau ke tempat berbahaya?!” Raka hanya menatapnya dalam diam. Ia menarik napas dalam dan mengusap rambut istrinya dengan lembut. “Tenang, aku baik-baik saja... cuma... luka kecil.” “Luka kecil dari mana?!” Adelia meraih kotak P3K dengan tangan gemetar. Ia membersihkan luka Raka dengan tangan yang berkeringat. “Kamu... kamu selalu bilang akan lindungi aku. Tapi bagaimana kalau kamu...” “Delia,” Raka menyentuh pipinya.

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Tundukkan atau Hancur

    Setelah aksesnya di blokir oleh Raka, ia tetap berusaha untuk menghubungi Raka Anggana. Pagi setelah matahari terbit, Adelia sudah menyiapkan sarapan dan pakaian yang akan di pakai oleh Raka. Amelia, yang masih dalam perawatan tidak bisa sepenuh membantu kakaknya mengurus semua keperluan mereka. Tapi semampunya ia tetap berusaha. Raka, sesaat sebelum berangkat ke kantor, ia melihat beberapa pesan di ponselnya dari Agnesia yang memintanya datang ke sebuah gedung tua, gedung yang dulunya tempat mereka sering transaksi sebelum mereka bermusuhan. "Apalagi yang dia inginkan? setelah memfitnah ku, aku tau dia menginginkan sesuatu yang lain," ucapnya, tapi kali ini ia tidak akan membiarkan Agnesia melancarkan aksinya. Gudang tua itu tak berubah sejak terakhir kali Raka menginjakkan kaki di sana gelap, lembap, dan penuh debu masa lalu. Tapi malam ini berbeda. Malam ini, tempat itu jadi panggung bagi dua masa lalu yang tak selesai. Raka berdiri tegak di tengah ruangan, bahunya rileks, ta

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Luka yang Belum Sembuh

    Suasana kamar sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar. Adelia duduk di tepi ranjang, mencoba menyembunyikan kegelisahannya. Tapi malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, dan akhirnya suara pintu diketuk keras dari luar."Ka, kita harus bicara. Sekarang!" suara Amelia terdengar jelas, lebih mendesak daripada biasanya.Adelia menarik napas panjang. Ia tahu pembicaraan ini akan menyakitkan, tapi ia tidak bisa lagi menghindar. Ia membuka pintu, dan Amel langsung masuk dengan wajah penuh emosi."Kak... aku sudah tahu semuanya," ujar Amel dengan suara berat. "Malam itu, operasi... dan pria itu Dimas."Tubuh Adelia menegang. Ia menatap mata Amel yang berkaca-kaca, seakan menuntut penjelasan."Aku dengar dari orang itu sendiri, Kak. Dimas bilang semuanya tentang malam itu, tentang uang itu," lanjut Amel dengan suara bergetar.Adelia nyaris roboh. Jantungnya terasa diremas-remas. Ia tahu hari ini akan tiba, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini."Maafkan Kakak, Mel..."

  • Gelora Cinta Sang Mafia    Di Antara Kebohongan dan Kebenaran

    Adelia menatap pantulan dirinya di cermin kamar tidur. Wajahnya pucat, mata sembab, dan senyum yang biasanya merekah kini tak tampak sedikit pun. Sejak pagi, ia tak berkata apa-apa pada Raka. Hanya diam dan terus memikirkan kalimat yang terngiang di telinganya. "Agnesia... hamil anak Raka?" Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinganya. Itu bukan sesuatu yang mudah dicerna oleh wanita mana pun, apalagi oleh Adelia yang masih mencoba menyembuhkan luka masa lalu. "Aku harus tenang. Raka bukan tipe pria seperti itu," gumamnya pelan sambil menyentuh perutnya sendiri. Kosong. Datar. Tapi perasaannya berkecamuk. Hatinya seakan hancur berkeping. Suara ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Raka berdiri di sana dengan wajah lelah, dasi yang sudah longgar, dan tatapan memohon. "Sayang... kita harus bicara." Adelia hanya menatapnya, tak menjawab. Tapi Raka masuk dan duduk di tepi ranjang, mencoba mencari kata. "Agnesia muncul tiba-tiba... aku juga kaget. Dia bilang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status