Beranda / Rumah Tangga / Gelora Hasrat Istri Kedua / Percakapan Ibu dan anak.

Share

Percakapan Ibu dan anak.

Penulis: Na_Vya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-06 18:09:33

'Dengerin ini. Aku udah anggap kamu adik. Dari dulu sampai detik ini. Paham? Dan aku gak bisa ngecewain kepercayaan Om Alex gitu aja. Aku juga gak mau kecewain Papi.'

"Argh! Bang Sam, rese!" teriak Queen yang spontan bangkit dari tidurnya, dan menendang selimutnya sampai jatuh ke lantai. "Kenapa, sih, dia gak bisa nerima aku aja? Padahal aku udah ngasih ciuman pertamaku buat dia. Tapi, semua kayak gak ada artinya."

Queen membuang kasar napasnya, seraya mengacak-ngacak rambut mirip orang yang sedang frustrasi, ketika semua penolakan Samudra terus terngiang dan terbayang-bayang di ingatannya. Sampai-sampai dia tidak bisa tidur sebab terus kepikiran hal memalukan itu.

Sial!

Semua yang sudah dia lakukan hanya sia-sia; menebalkan muka, membuang rasa malu, sekaligus menjadi gadis yang agresif. Rasa sukanya terhadap Samudra telah membuat kewarasannya jadi berantakan.

"Apa yang diliat dari si Jammet itu sebenernya? Dari segi muka juga masih cakepan aku. Bodi? Ah, masih oke bodi aku. Terus, di mana, coba, letak kekurangan aku?"

Tak lelah pula gadis berbaju tidur karakter sakura berwarna pink itu membanding-bandingkan dirinya dengan Jannet—pacar Samudra yang menurutnya kalah jauh dibandingkan dirinya.

Bibirnya merengut sesaat, kemudian menyeringai lebar kala terbayang lembutnya bibir Samudra. Queen meraba bibirnya sambil tersenyum dan pipi merona. Jantungnya berdebar kencang ketika wajah tampan Samudra berkelebat di ingatan.

"Sayang cuma nempel. Padahal tadi ekspetasiku gak kayak gitu. Aku pikir, Bang Sam bakal bales ciuman aku kayak di drama Korea yang sering kutonton. Tapi, dia malah dorong aku seenaknya, ck!"

Ya, Queen selalu berfantasi tentang Samudra saat sedang menonton serial drakor favoritnya bersama teman-temannya. Dia membayangkan Samudra itu sebagai Lee Su Ho dan dirinya Lim Ju Kyung. Pasti akan seru jika kisah cintanya bisa mirip dengan kisah cinta dua remaja tersebut. Karakter Lee Su Ho itu mirip sekali dengan karakter Samudra—dingin, datar, kaku, tapi punya sisi hangat dan melindungi. Sementara dia mirip dengan Lim Ju Kyung yang serba ceroboh, teledor, dan selalu ingin diperhatikan setiap saat oleh setiap orang di sekelilingnya.

Queen ingin sekali menjadi satu-satunya gadis yang ditatap Samudra. Diperhatikan, dan diutamakan.

ck!

Sayangnya, pemuda itu terlalu pengecut dan tidak percaya diri. Sehingga memilih menjalani perannya sesuai perintah orangtuanya.

"Mau sampai kapan dia nolak aku? Kita liat aja nanti! Aku akan bikin Bang Sam suka sama aku apa pun caranya." Tekad Queen sudah bulat, dan tidak bisa diganggu gugat. Samudra harus menjadi miliknya. Harus!

***

Sementara di tempat lain yakni di kamar serba abu, pemuda yang tengah dipikirkan Queen, terus saja menatap sebuah foto yang ada di nakas samping tempat tidur. Foto seorang gadis berseragam sekolah SMA bersama dengannya di atas motor sport. Keduanya terlihat sangat akrab dan dekat, senyum menghiasi wajah masing-masing.

Queen nampak sangat cantik kala itu. Samudra ingat sekali jika dia dipaksa untuk mengambil foto tersebut sebagai kenang-kenangan. Hari itu adalah hari pertama Queen masuk sekolah berseragam putih abu, dan kebetulan Samudra yang mengantarnya karena permintaan gadis itu.

"Ck, tukang maksa!" gerutu Samudra. Dia terkekeh jika mengingat sifat Queen yang sedari dulu suka sekali merengek padanya.

Samudra pun tidak pernah bisa menolak keinginan serta permintaan konyol Queen yang terkadang di luar nalar. Apa pun itu pasti dengan senang hati dia turuti. Akan tetapi, semua perlakuannya rupanya disalah artikan. Perhatian dan sikap pedulinya telah menumbuhkan rasa lain di hati Queen.

Lantas, Samudra harus apa?

Menolak adalah satu-satunya cara yang bisa Samudra lakukan agar hubungan dengan Queen tidak terlalu jauh. Supaya batasan yang ada tetap terjaga dan tak bergeser ke mana pun. Dia sangat tahu diri, perbedaannya dengan Queen itu bagaikan langit dengan bumi. Queen langitnya, sementara Samudera buminya. Statusnya yang hanya anak angkat menjadi alasan kuat bagi Samudra untuk membangun tinggi-tinggi tembok pembatas di hatinya.

"Om mau minta tolong sama kamu, Sam. Om mau kamu jagain Queen selama dia kuliah di Singapur. Cuma kamu yang bisa om percaya."

Amanat Alex kembali terngiang di telinga Samudra. Bagaimana baiknya pria itu selama ini, tentu saja menjadi salah satu alasan Samudra dalam menjaga jarak dengan Queen.

Beranjak dari tempat tidurnya, Samudra melangkah keluar kamar. Melamunkan Queen membuat tenggorokannya terasa kering dan kepalanya pusing. Mungkin dengan minum kopi bisa sedikit meredakan denyut di pelipis.

Suasana rumah itu sudah nampak sepi, karena semua penghuninya pasti sudah terlelap di kamar masing-masing. Kebetulan kamar Samudra berada di lantai bawah, dan tidak terlalu jauh dari dapur. Sedangkan kamar Raka dan Niken—orangtuanya juga berada di bawah.

Selama hampir sepuluh tahun Samudra tinggal di rumah nyaman tersebut, setelah Raka dan Niken menolongnya pada saat tragedi mengenaskan yang merenggut nyawa kedua orangtua kandungnya. Keduanya lantas mengangkat Samudra sebagai anak mereka sebab kala itu kondisinya sangat mendesak.

Samudra diberikan kehidupan yang layak oleh orangtua angkatnya. Papi dan Maminya begitu baik, serta menyayangi Samudra seperti anak kandung. Berbanding terbalik dengan kehidupannya yang dulu. Yang jauh dari kata mewah. Ibu dan ayah kandungnya hanya seorang pedagang kecil di pinggir jalan dan Samudra pada saat itu harus putus sekolah dikarenakan kondisi keuangan yang sangat-sangat kekurangan.

Samudra bersyukur sekali diberikan orangtua angkat seperti Raka dan Niken yang tidak pernah menyinggung status aslinya. Oleh karena itu sebisa mungkin Samudra membalas kebaikan keduanya dengan cara yang dia mampu. Permintaan Raka yang dia sebut Papi juga tidak pernah muluk-muluk dan menuntut. Cukup Samudra menjadi laki-laki yang bisa dibanggakan dan selalu menjaga nama baik keluarga.

"Sam …." Niken tiba-tiba muncul, menegur Samudra yang melamun di tepi meja kitchen island, berdiri tepat di sisi lemari pendingin. Niatnya yang ingin membuat kopi malah berakhir melamun.

Samudra terkesiap, saat Niken sudah berada di depannya. "Mom?"

Perempuan yang masih terlihat cantik itu tersenyum lembut pada putranya. "Kenapa ngelamun di dapur? Kamu laper? Biar mami buatin makanan, ya? Kamu mau makan apa? Pasta atau makan sereal?" Niken membuka lemari pendingin, lalu mencari-cari bahan yang dia maksud.

Sudah menjadi kebiasaan, jika di jam malam seperti sekarang Samudra berada di dapur pasti merasa lapar. Namun, dugaannya kali ini salah sebab anaknya yang tampan itu sedang tidak ingin makan apa pun.

"Gak usah, Mom. Sam gak laper," cegah Samudra yang menghentikan pergerakan Niken seketika. "Sam cuma mau bikin kopi." Pemuda itu menutup pintu lemari pendingin, lalu menuntun Niken ke meja makan. "Mami duduk aja."

"Malem-malem bikin kopi? Gak biasanya kamu ngopi di jam segini," ucap Niken yang sudah duduk sambil memerhatikan Samudra mengambil cangkir di dalam kitchen set.

"Sam pusing, Mom." Samudra membuka wadah berbentuk bulat kecil yang isinya bubuk kopi, lalu menuangnya pada mesin pembuat kopi. Setelah itu dia menekan tombol on.

"Pusing minum obat, bukannya malah minum kopi." Niken menggeleng mendengar penuturan Samudra yang tidak ada kaitannya sama sekali. Dia lantas berdiri lagi, lalu mengambil kotak obat dari dalam lemari pendingin.

Aroma kopi menguar ke penjuru dapur yang lampunya cukup terang itu. Samudra duduk setelah cangkirnya terisi. "Mami kenapa bangun?" tanyanya seraya menghirup aroma kafein tersebut. Menenangkan.

Satu tablet Paracetamol yang masih terbungkus diletakkan pada meja bundar kaca itu, Niken menjawab, "Mami sebenernya mau ngecek kamu."

Dari yang Samudra perhatikan, jika raut maminya berubah sendu. Meletakkan cangkir kopinya, Samudra meraih tangan Niken, menggenggamnya, lalu bertanya, "Mom kenapa? Sam perhatikan Mami kayak gak semangat. Pas di rumahnya Tante Suci juga gak heboh kayak biasanya."

Sejak dulu Niken terkenal paling bar-bar dari yang lain meski sudah menikah dan memiliki anak. Samudra merasa ada yang tidak beres ketika sang ibu yang ceria terlihat sedih seperti sekarang.

"Mami …."

***

bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Ending...

    "Maafin aku, Sam. Selama ini aku udah banyak bohong sama kamu," ucap Jannet, menyadari kesalahan yang sudah dia buat di belakang Samudra—pria baik yang sempat singgah di hatinya. Keserakahannya membuat hubungannya dengan Samudra berantakan. "Ya. Aku udah maafin kamu." Samudra mengusap lengan Jannet sebentar. Maniknya menatap pada perut mantan istrinya itu. "Gimana kondisi janinnya? Sehat 'kan?" Jannet mengangguk. "Dia sehat." "Justin mau tanggungjawab 'kan?" Samudra berharap kehidupan Jannet bisa lebih baik lagi setelah ini. "Mau. Minggu depan kami menikah secara siri." "Syukurlah." "Kalau kehamilan Queen, gimana?" Jannet tiba-tiba menanyakan perihal kehamilan Queen, yang sama sekali tidak diketahui oleh siapa pun kecuali orang terdekat. Tentunya Samudra terheran sekaligus terkejut. "Darimana kamu tau kalau ..." Jannet tersenyum, tak ada lagi kebencian di matanya ketika membahas Queen. "Aku sempat lihat dia di rumah sakit. Dan kebetulan, dokter yang menangani kami sama." Samu

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Bab-35

    Hari yang dinanti-nanti oleh Samudra pun akhirnya tiba. Hari ini merupakan hari di mana dia akan benar-benar berpisah dengan mantan istrinya, Jannet. Setelah ini lelaki yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu sudah memiliki banyak sekali rencana. "Kamu yakin gak mau aku temenin?" Queen mencoba memastikan sekali lagi, meski dia akan mendapat jawaban yang sama dari sang suami, yang sudah siap berangkat pagi ini. Samudra mengangguk, sambil mencolek dagu sang istri. "Iya, Sayang. Kamu gak perlu ikut ke pengadilan. Capek. Lagipula ini adalah urusanku." Bibir bawah Queen mencebik, "Iya, deh. Aku juga males kalo ketemu mantan istrimu. Ngeri." Selanjutnya dia terkikik, sambil menggamit lengan Samudra. "Ayo sarapan dulu. Tadi aku udah siapin sarapan spesial buat suamiku yang ganteng ini." "Wah ... Wah ... Si kriwil udah pinter masak sekarang. Jadi gak sabar aku." "Enak aja kriwil! Ngomong-ngomong aku udah gak kriwil, ya!" sungut Queen, pura-pura kesal, padahal dalam hat

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Akhir

    Dua pekan berlalu, semenjak kehamilan Queen diketahui oleh keluarganya, situasi perempuan itu semakin rumit. Kebebasannya seolah direnggut paksa oleh orang-orang yang menurutnya terlalu berlebihan dalam menjaganya. Dengan alibi—ingin melindunginya dan bayinya. Tak hanya itu, dia pun tak lagi bisa bebas bertemu dengan Samudra sebelum lelaki itu resmi bercerai dari istrinya. Lantas, bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Samudra? Alex selaku ayah yang mengadopsi Queen mempunyai caranya sendiri. Sama halnya seperti yang lelaki itu lakukan pada Suci dahulu kala. Alex menyarankan agar Queen dan Samudra menikah secara agama terlebih dahulu, sampai bayi yang ada di dalam kandungan lahir. Sambil menunggu status Samudra benar-benar jelas. "Kita ini udah nikah, tapi, kenapa Daddy ngelarang kita tinggal bersama? Apa menurut Bang Sam ini gak terlalu berlebihan, ya? Gak enak banget gak bisa ketemu kamu." Queen terus mengeluh sejak di tiga puluh menit pertama dia dan Samudra melakukan pan

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Jalan keluar

    Bagi Suci, hal paling terburuk dalam hidupnya ialah gagal menjadi orang tua. Dia merasa gagal sebab kini masa lalu kelamnya seperti terulang kembali. Ya, entah Suci akan menganggapnya sebagai apa. Yang jelas, hatinya saat ini hancur lebur. 'Queen hamil ...' Dua kalimat tersebut tak berhenti berdengung di telinga Suci. Mengakibatkan air matanya kian deras mengalir membasahi pipi. "Bunda ...." Panggilan dari sang anak yang menjadi penyebab kesedihannya menyadarkan Suci. "Queen?" Suara Suci nyaris tak terdengar, karena cekat di tenggorokan yang kian menghimpit. Sesak di dadanya makin terasa. Pandangannya sedikit mengabur. Kedua bola matanya menatap nyalang sang anak yang berdiri berdampingan dengan Samudra. Alex yang sedari tadi kebingungan serta bertanya-tanya berinisiatif menghapus jejak basah di pipi Suci. "Sayang ...." Suara khas Alex mampu mengalihkan perhatian Suci. Kini, dia bisa melihat dan merasakan—kekecewaan dari sorot manik bulat itu. "Mas ...." Kelopak m

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Kebetulan tak terduga

    Beberapa menit sebelumnya.... Suci menghempas punggungnya ke sandaran kursi sambil menghela panjang. "Akhirnya selesai juga. Tinggal cari bahan sama pesen payet," gumamnya, setelah berhasil menyelesaikan sketsa gaun pengantin pelanggannya. Seharian ini Suci lumayan sibuk sebab dia akan mempersiapkan koleksi-koleksi terbarunya di tahun ini. Masih banyak yang belum sempat dia selesaikan. Ditambah dengan pesanan gaun yang tak pernah berhenti. Suci cukup kewalahan. "Si Niken berangkat gak, sih hari ini? Kenapa seharian aku gak liat dia?" Saking sibuknya, Suci sampai tidak beranjak sedetik pun dari ruangannya. Sampai-sampai dia baru menyadari jika dia belum melihat Niken seharian ini. "Apa dia gak berangkat, ya?" pikir Suci, mengira jika sang sahabat tidak masuk kerja. "Coba aku cek aja, deh." Daripada penasaran, lebih baik dia memastikannya saja langsung. Tanpa menunggu lagi, Suci bergegas beranjak dari tempatnya, lalu keluar ruangan, dan menuju ruangan Niken. Ketika di

  • Gelora Hasrat Istri Kedua   Terungkap

    Sore-sore begini, tidak biasanya Queen baru bangun tidur. Dia bahkan terbilang jarang sekali betah berada di rumah jika sedang tidak ada pekerjaan. Biasanya, Queen akan menghabiskan waktu di berbagai tempat—mencari inspirasi untuk konten-kontennya. Ah, mengenai konten. Queen sudah lama tidak mengunggah postingan di laman private-nya. Akun rahasia yang tidak ada satu orang pun yang tahu. Termasuk Samudra. Queen sangat berhati-hati untuk hal yang satu itu. "Jam berapa sekarang?" Queen bergumam sambil beranjak dari kasur ternyaman, lalu melangkah menuju kamar mandi. Dia berencana mandi, sebab dari sejak pagi rasanya sangat malas sekali untuk sekadar mencuci muka. "Astaga mukaku!" Ketika bercermin, Queen nampak syok dengan kondisi wajahnya yang sangat kucel. Rambutnya pun sangat lepek. Apalagi di beberapa bagian tubuh seperti ada yang berubah. "Kayaknya aku tambah gemuk, deh? Payudaraku kayak tambah gede," cicit Queen, meraba-raba bagian dada yang dia rasa berubah bentuk. "

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status