Share

Percakapan Ibu dan anak.

'Dengerin ini. Aku udah anggap kamu adik. Dari dulu sampai detik ini. Paham? Dan aku gak bisa ngecewain kepercayaan Om Alex gitu aja. Aku juga gak mau kecewain Papi.'

"Argh! Bang Sam, rese!" teriak Queen yang spontan bangkit dari tidurnya, dan menendang selimutnya sampai jatuh ke lantai. "Kenapa, sih, dia gak bisa nerima aku aja? Padahal aku udah ngasih ciuman pertamaku buat dia. Tapi, semua kayak gak ada artinya."

Queen membuang kasar napasnya, seraya mengacak-ngacak rambut mirip orang yang sedang frustrasi, ketika semua penolakan Samudra terus terngiang dan terbayang-bayang di ingatannya. Sampai-sampai dia tidak bisa tidur sebab terus kepikiran hal memalukan itu.

Sial!

Semua yang sudah dia lakukan hanya sia-sia; menebalkan muka, membuang rasa malu, sekaligus menjadi gadis yang agresif. Rasa sukanya terhadap Samudra telah membuat kewarasannya jadi berantakan.

"Apa yang diliat dari si Jammet itu sebenernya? Dari segi muka juga masih cakepan aku. Bodi? Ah, masih oke bodi aku. Terus, di mana, coba, letak kekurangan aku?"

Tak lelah pula gadis berbaju tidur karakter sakura berwarna pink itu membanding-bandingkan dirinya dengan Jannet—pacar Samudra yang menurutnya kalah jauh dibandingkan dirinya.

Bibirnya merengut sesaat, kemudian menyeringai lebar kala terbayang lembutnya bibir Samudra. Queen meraba bibirnya sambil tersenyum dan pipi merona. Jantungnya berdebar kencang ketika wajah tampan Samudra berkelebat di ingatan.

"Sayang cuma nempel. Padahal tadi ekspetasiku gak kayak gitu. Aku pikir, Bang Sam bakal bales ciuman aku kayak di drama Korea yang sering kutonton. Tapi, dia malah dorong aku seenaknya, ck!"

Ya, Queen selalu berfantasi tentang Samudra saat sedang menonton serial drakor favoritnya bersama teman-temannya. Dia membayangkan Samudra itu sebagai Lee Su Ho dan dirinya Lim Ju Kyung. Pasti akan seru jika kisah cintanya bisa mirip dengan kisah cinta dua remaja tersebut. Karakter Lee Su Ho itu mirip sekali dengan karakter Samudra—dingin, datar, kaku, tapi punya sisi hangat dan melindungi. Sementara dia mirip dengan Lim Ju Kyung yang serba ceroboh, teledor, dan selalu ingin diperhatikan setiap saat oleh setiap orang di sekelilingnya.

Queen ingin sekali menjadi satu-satunya gadis yang ditatap Samudra. Diperhatikan, dan diutamakan.

ck!

Sayangnya, pemuda itu terlalu pengecut dan tidak percaya diri. Sehingga memilih menjalani perannya sesuai perintah orangtuanya.

"Mau sampai kapan dia nolak aku? Kita liat aja nanti! Aku akan bikin Bang Sam suka sama aku apa pun caranya." Tekad Queen sudah bulat, dan tidak bisa diganggu gugat. Samudra harus menjadi miliknya. Harus!

***

Sementara di tempat lain yakni di kamar serba abu, pemuda yang tengah dipikirkan Queen, terus saja menatap sebuah foto yang ada di nakas samping tempat tidur. Foto seorang gadis berseragam sekolah SMA bersama dengannya di atas motor sport. Keduanya terlihat sangat akrab dan dekat, senyum menghiasi wajah masing-masing.

Queen nampak sangat cantik kala itu. Samudra ingat sekali jika dia dipaksa untuk mengambil foto tersebut sebagai kenang-kenangan. Hari itu adalah hari pertama Queen masuk sekolah berseragam putih abu, dan kebetulan Samudra yang mengantarnya karena permintaan gadis itu.

"Ck, tukang maksa!" gerutu Samudra. Dia terkekeh jika mengingat sifat Queen yang sedari dulu suka sekali merengek padanya.

Samudra pun tidak pernah bisa menolak keinginan serta permintaan konyol Queen yang terkadang di luar nalar. Apa pun itu pasti dengan senang hati dia turuti. Akan tetapi, semua perlakuannya rupanya disalah artikan. Perhatian dan sikap pedulinya telah menumbuhkan rasa lain di hati Queen.

Lantas, Samudra harus apa?

Menolak adalah satu-satunya cara yang bisa Samudra lakukan agar hubungan dengan Queen tidak terlalu jauh. Supaya batasan yang ada tetap terjaga dan tak bergeser ke mana pun. Dia sangat tahu diri, perbedaannya dengan Queen itu bagaikan langit dengan bumi. Queen langitnya, sementara Samudera buminya. Statusnya yang hanya anak angkat menjadi alasan kuat bagi Samudra untuk membangun tinggi-tinggi tembok pembatas di hatinya.

"Om mau minta tolong sama kamu, Sam. Om mau kamu jagain Queen selama dia kuliah di Singapur. Cuma kamu yang bisa om percaya."

Amanat Alex kembali terngiang di telinga Samudra. Bagaimana baiknya pria itu selama ini, tentu saja menjadi salah satu alasan Samudra dalam menjaga jarak dengan Queen.

Beranjak dari tempat tidurnya, Samudra melangkah keluar kamar. Melamunkan Queen membuat tenggorokannya terasa kering dan kepalanya pusing. Mungkin dengan minum kopi bisa sedikit meredakan denyut di pelipis.

Suasana rumah itu sudah nampak sepi, karena semua penghuninya pasti sudah terlelap di kamar masing-masing. Kebetulan kamar Samudra berada di lantai bawah, dan tidak terlalu jauh dari dapur. Sedangkan kamar Raka dan Niken—orangtuanya juga berada di bawah.

Selama hampir sepuluh tahun Samudra tinggal di rumah nyaman tersebut, setelah Raka dan Niken menolongnya pada saat tragedi mengenaskan yang merenggut nyawa kedua orangtua kandungnya. Keduanya lantas mengangkat Samudra sebagai anak mereka sebab kala itu kondisinya sangat mendesak.

Samudra diberikan kehidupan yang layak oleh orangtua angkatnya. Papi dan Maminya begitu baik, serta menyayangi Samudra seperti anak kandung. Berbanding terbalik dengan kehidupannya yang dulu. Yang jauh dari kata mewah. Ibu dan ayah kandungnya hanya seorang pedagang kecil di pinggir jalan dan Samudra pada saat itu harus putus sekolah dikarenakan kondisi keuangan yang sangat-sangat kekurangan.

Samudra bersyukur sekali diberikan orangtua angkat seperti Raka dan Niken yang tidak pernah menyinggung status aslinya. Oleh karena itu sebisa mungkin Samudra membalas kebaikan keduanya dengan cara yang dia mampu. Permintaan Raka yang dia sebut Papi juga tidak pernah muluk-muluk dan menuntut. Cukup Samudra menjadi laki-laki yang bisa dibanggakan dan selalu menjaga nama baik keluarga.

"Sam …." Niken tiba-tiba muncul, menegur Samudra yang melamun di tepi meja kitchen island, berdiri tepat di sisi lemari pendingin. Niatnya yang ingin membuat kopi malah berakhir melamun.

Samudra terkesiap, saat Niken sudah berada di depannya. "Mom?"

Perempuan yang masih terlihat cantik itu tersenyum lembut pada putranya. "Kenapa ngelamun di dapur? Kamu laper? Biar mami buatin makanan, ya? Kamu mau makan apa? Pasta atau makan sereal?" Niken membuka lemari pendingin, lalu mencari-cari bahan yang dia maksud.

Sudah menjadi kebiasaan, jika di jam malam seperti sekarang Samudra berada di dapur pasti merasa lapar. Namun, dugaannya kali ini salah sebab anaknya yang tampan itu sedang tidak ingin makan apa pun.

"Gak usah, Mom. Sam gak laper," cegah Samudra yang menghentikan pergerakan Niken seketika. "Sam cuma mau bikin kopi." Pemuda itu menutup pintu lemari pendingin, lalu menuntun Niken ke meja makan. "Mami duduk aja."

"Malem-malem bikin kopi? Gak biasanya kamu ngopi di jam segini," ucap Niken yang sudah duduk sambil memerhatikan Samudra mengambil cangkir di dalam kitchen set.

"Sam pusing, Mom." Samudra membuka wadah berbentuk bulat kecil yang isinya bubuk kopi, lalu menuangnya pada mesin pembuat kopi. Setelah itu dia menekan tombol on.

"Pusing minum obat, bukannya malah minum kopi." Niken menggeleng mendengar penuturan Samudra yang tidak ada kaitannya sama sekali. Dia lantas berdiri lagi, lalu mengambil kotak obat dari dalam lemari pendingin.

Aroma kopi menguar ke penjuru dapur yang lampunya cukup terang itu. Samudra duduk setelah cangkirnya terisi. "Mami kenapa bangun?" tanyanya seraya menghirup aroma kafein tersebut. Menenangkan.

Satu tablet Paracetamol yang masih terbungkus diletakkan pada meja bundar kaca itu, Niken menjawab, "Mami sebenernya mau ngecek kamu."

Dari yang Samudra perhatikan, jika raut maminya berubah sendu. Meletakkan cangkir kopinya, Samudra meraih tangan Niken, menggenggamnya, lalu bertanya, "Mom kenapa? Sam perhatikan Mami kayak gak semangat. Pas di rumahnya Tante Suci juga gak heboh kayak biasanya."

Sejak dulu Niken terkenal paling bar-bar dari yang lain meski sudah menikah dan memiliki anak. Samudra merasa ada yang tidak beres ketika sang ibu yang ceria terlihat sedih seperti sekarang.

"Mami …."

***

bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status