Luna telah pergi ke kamarnya, dan melihat dari gerak-gerik gadis cilik itu tampaknya dia akan menyiapkan beberapa materi yang belum dia mengerti untuk diberikan kepada Joan keesokan harinya. Jiyya berdiri di wastafel untuk mencuci piring sementara Joan yang merapikan meja makan.Jiyya bisa mendengar ketika Joan meletakan tumpukan yang tersisa dari meja makan di sebelah kanannya. Namun sebelum sempat menoleh, sebuah tangan menyentuh pinggangnya cukup ringan namun tetap lembut dan tentu saja cukup nyata untuk membuat tubuh Jiyya menegang seketika. Hangatnya dada lelaki itu menyentuh punggungnya, disusul dengan lengan lain yang melingkar dari sisi satunya. Sentuhan yang begitu familiar dahulu yang membuat napas Jiyya langsung tertahan.Pegangan pada pinggangnya sedikit mengencang, seolah memberi jeda sebelum pria itu bersuara. Hembusan napasnya menyentuh pipi Jiyya tatkala dia bicara, “Biar kubantu,” kata Joan dengan suaranya yang dalam tetapi terdengar begitu lembut.Bibirnya menyentuh
Kurang tidur dan overthingking adalah dua hal yang merupakan sebuah serangan paling mematikan. Tetapi Jiyya sedikit banyak bisa tetap bertahan dan menjalani harinya. Namun sialnya, dia sempat kena serangan jantung gara-gara mengira bahwa pria yang berdiri di sisi gedung sebagai Joan padahal bukan. Tidak heran, semua orang yang mengenalnya jadi khawatir dan menanyakan keadaannya. Jiyya mengabaikan kekhawatiran mereka dengan menunjukan bahwa dia sangat sehat dan baik-baik saja. Setidaknya bila diluar begini Jiyya punya kegiatan yang bisa mengalihkan pikiran.Untungnya setelah beberapa lama, dia betulan merasa jauh lebih baik dari pada saat pagi hari tadi. Ketika sudah menunjukan pukul empat sore, Jiyya memutuskan untuk segera pulang. Mengingat putrinya pun pastinya sudah pulang les sekarang dan Jiyya harus sudah menyiapkan makan malam untuk mereka. Dia tidak sabar mendengarkan celotehan putrinya tentang apa saja yang dia pelajari hari ini, dan mulai membayangkan beragam masakan yang per
Jiyya tidak menyangka bahwa semua orang menyisakan satu kursi tepat disebelah Silvana, yang tampaknya punya tujuan supaya dirinya merasa lebih nyaman berada dalam lingkup pertemuan setelah sekian lama. Dan begitu Jiyya tiba, sahabatnya itu langsung menghambur memeluknya, lalu menarik dirinya untuk ikut duduk bersama.“Jiyya, aku benar-benar rindu padamu. Sudah lama aku tidak melihatmu!” katanya dengan dramatis yang khas. Tipikal Silvana, seperti biasa.“Yang benar saja, kau melihatku dua hari yang lalu saat sedang belanja, Silvana,” jawab Jiyya dengan suara yang terkesan datar.Silvana hanya terkekeh garing mendengar ucapan sahabatnya. “Ah? Hahaha… kau ini, tidak mengerti kodenya ya?” ujar Silvana dengan menurunkan nada suara pada kalimat terakhir setelah tawa garingnya.Jiyya menggelengkan kepala dan kemudian dia pun mulai mengedarkan pandangan ke seluruh meja yang telah terisi untuk menyapa semua orang dengan sopan. Ada Leon dan Dean yang memberinya senyum lima jari, dan tak lupa J
“Kenapa malah balik bertanya?” Meski jawaban yang dia dapatkan berupa tanya balik dari Jiyya, Joan justru menatap wanita itu dengan sorot menggoda yang kembali hadir pada kedua matanya. Sambil menyeringai, dia kembali menggoda Jiyya dengan sangat entang. “Kau tahu, aku tidak bisa melupakan moment panas kita. Moment dimana aku mengambil keperawananmu, Jiyya.” “A—apa—” Jiyya mendadak tergagap, rona merah mewarnai pipinya. Dan disaat itu pula dia sadar bahwa Joan hanya sedang mengolok-ngolok dirinya. “Kau tahu kalau itu bukan topik yang sedang kita bicarakan disini!” Jiyya menyentakan lengannya dari meja dan berbalik menghadap pria itu sambil mendengus. Melihat seberapa ekspresifnya Jiyya, Joan malah terkekeh tulus. Tawa langka yang jujur saja selalu menular padanya. “Kau sekarang mirip sekali dengan Luna tadi,” ujarnya sambil tertawa pelan, ekspresi geli terpancar di wajah si pria. Jiyya melirik sedikit, berusaha mempertahankan ekspresi kesalnya tetapi tawa Joan justru malah menular
Jiyya tidak bertemu dengan Joan lagi selama beberapa hari setelah kejadian lari pagi waktu itu. Dia bisa saja bilang kalau alasan mengapa mereka tidak bersua adalah karena dirinya sibuk dirumah, tapi itu hanya argumentasi yang setengahnya benar saja.Bagian lainnya adalah Jiyya memang sengaja menghindari lelaki itu sebisa mungkin.Kata-kata yang Joan ucapkan agak melukai dirinya terlalu dalam lantaran kata-kata itu terlalu dekat dengan apa yang memang Jiyya pikirkan jauh di lubuk hatinya. Dan pria itu berhasil menyuarakannya keras-keras hingga Jiyya tidak sanggup mendengarnya sendiri. Dia tahu bahwa pertemuannya dengan Joan akan sedikit menyulitkan Jiyya untuk kembali menutup diri. Jadi Jiyya sebisa mungkin menjauhi tempat-tempat potensial pertemuan mereka saat keluar rumah, meskipun itu berarti dia harus melalui jalan yang memutar. Jiyya hanya merasa butuh waktu untuk mengingatkan pada dirinya sendiri tentang mengapa hidup yang telah dia pilih adalah opsi terbaik.Tapi sialnya jelas
Udara pagi masih menyisakan embun yang menempel pada dedaunan. Jalan setapak di tepi pemukiman masih tampak lenggang, hanya sesekali terdengar kicau burung dan roda sepeda yang melintas. Tidak banyak memang. Jiyya menarik napas dalam-dalam merasakan segarnya udara menelusup ke dalam paru-paru. Rambutnya terikat ekor kuda bergoyang mengikuti setiap langkahnya yang ringan. Cuma di moment inilah dirinya merasa sedikit lebih hidup dan keluar dari rutinitas membosankan. Jogging pagi menelusuri semua tempat, membuatnya merasa begitu bebas dan seolah pagi ini hanyalah miliknya, tanpa gangguan dari siapapun.Namun diantara bunyi langkahnya sendiri, Jiyya bisa mendengar ada suara ritme lain. Langkah kaki yang terdengar mengikuti di belakang. Agak aneh, lantaran setahunya hanya dia yang punya rutinitas seperti ini di sekitar kediamannya. Jadi pada akhirnya, Jiyya putuskan untuk melirik dan sekali lagi kedua matanya dibuat terkejut atas siapa yang sedang membuntutinya sekarang.“Sir Joan?”Senyu