Share

5. Pencuri

Sadar dirinya membuat bingung Theo, Laura memaksakan sebuah senyuman.

"Y-ya, saya baik-baik saja, maaf ... saya agak gugup." Laura duduk di kursi yang ditunjukkan Theo.

Kedua tangan Laura saling terpaut dan meremas. Dia tak bisa menatap ke arah pria di hadapannya. Hingga sepasang manik matanya yang sedang melihat ke arah meja menemukan benda yang tampak familiar.

Laura memicingkan mata untuk mengamati kalung yang berada di dekat tangan Asher. Setelah dapat melihatnya dengan jelas, kedua bola matanya membulat lebar.

'Kalung itu .…' Laura menyipitkan matanya melihat benda yang familiar yang sedang dipegang oleh Asher.

Laura kehilangan kalungnya. Dia mulai ingat ketika beberapa minggu yang lalu, ketika mandi, dirinya sudah mencari kemana-mana, namun belum juga menemukannya. Ketika melihat kalung itu ada di tangan Asher, Laura ingin bertanya untuk memastikan apakah itu benar kalung miliknya.

Tanpa Laura ketahui, kalung yang telah dia cari-cari selama beberapa minggu terakhir, ternyata jatuh saat dirinya buru-buru keluar dari kamar hotel itu dan dipungut oleh Asher.

Tanpa kalung itu dan meskipun hanyalah sebuah benda tak bernyawa, hidup Laura serasa tak lengkap. Hanya kalung itu yang dapat mengingatkan Laura kepada mendiang ibunya.

Kegelisahan Laura rupanya tertangkap oleh Asher. Asher melihat Laura dan kalung tersebut bergantian. Dia sengaja menggeser pelan kalung itu dan iris biru Laura mengikuti pergerakannya.

Asher mengangkat salah satu alis keheranan. Mengapa Laura tertarik kepada kalung itu?

"Nona Laura Wilson ... kenapa Anda sepertinya terkejut melihat ini?" Asher menggantungkan kalung tersebut di antara jemarinya. "Apa kau mengenali kalung ini?"

DEG!

Laura tak ingin Asher tahu bahwa dirinya adalah wanita pemilik kalung tersebut. Melihat Asher yang tak mengenali dirinya, juga membawa kalung miliknya, besar kemungkinan jika Asher sedang mencari dirinya.

Meskipun Asher hanya ingin mengembalikan kalungnya, Laura tak ingin membahas tentang malam panas itu. Terlebih lagi, dengan pria itu sendiri!

"T-tidak. Itu kalung yang sangat indah," jawab Laura.

Laura lega setelah Asher mengalihkan pembicaraan pada aturan perusahaan dan pekerjaan yang akan Laura lakukan. Laura hanya mengangguk-angguk dengan pikiran kosong. Hingga dirinya tersentak tatkala Asher menyodorkan kontrak kerja padanya.

"Ingat baik-baik," Asher sedikit menegakkan posisi tubuhnya seraya menatap netra biru milik Laura, "jika kau keluar sebelum waktunya, kau harus membayar biaya penalti. Baca dan pahami sebelum menandatangani."

Laura menelan ludah dengan susah payah. Dia tak pernah mengira jika calon atasannya adalah pria yang telah menghancurkan masa depannya. Akan tetapi, Laura juga tak bisa menyerah sekarang.

Alan sudah susah payah mencarikan Laura pekerjaan. Selain itu, Alan juga membantu untuk mengubah nama belakang pada semua dokumen milik Laura dengan nama keluarga ibunya. Laura tak mau mengecewakan orang-orang yang telah banyak menolongnya.

Lagi pula, mencari pekerjaan juga tidaklah mudah. Laura tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan padanya hanya karena pria di hadapannya.

Yang paling penting, Laura perlu mengambil kalungnya kembali. Laura tak rela jika kalung peninggalan ibunya jatuh di tangan pria itu.

Dengan coretan mantap, Laura membubuhkan tanda tangan di kertas kontrak kerja itu. "Terima kasih karena sudah menerima saya bekerja di perusahaan ini, Tuan Asher Smith," ucap Laura sambil menunduk untuk menghindari menatap mata lawan bicaranya.

"Kau bisa mulai kerja sekarang." Asher beralih menatap Theo. "Tunjukkan meja kerjanya."

"Baik, Tuan." Laura mengamati kalungnya sekali lagi sebelum keluar dari ruangan.

Asher mengangkat tangannya yang sedang memegang kalung itu. Lingkaran dalam kalung sejajar arah dengan punggung Laura yang kian menjauh.

Kalung tersebut memang indah. Wanita mana pun pasti ingin memilikinya. Akan tetapi, reaksi Laura terlalu berlebihan untuk wanita yang hanya ingin memiliki perhiasan yang hanya ada dua di negaranya.

Dan mata biru itu ... Asher seperti pernah melihatnya. Rasanya begitu familiar dan menghangatkan dada tatkala menatap mata indah itu.

Tapi ... di mana dia melihatnya?

***

Satu hari hampir berlalu tanpa kendala. Asher tak meninggalkan ruang kerjanya barang sekali. Bahkan, makan siang pun diantar oleh Theo ke dalam ruangannya.

Laura menjadi semakin gelisah karena sejak tadi, dia menunggu Asher pergi walau hanya sebentar saja. Tentunya, Laura ingin sekali mengambil benda berharga miliknya kembali.

Setelah melihat kalung itu, pikiran Laura menjadi semakin gelisah. Laura sampai mengerjakan tugasnya dengan lambat karena sering melamun dan memikirkan kalung yang dipegang oleh Asher adalah kalung miliknya atau bukan.

Laura ingin memastikannya lagi, bahwa benda yang selama ini dia cari-cari ada di depan mata, tetapi Laura tak dapat walau hanya memegangnya saja.

Kesempatan yang dinantikan Laura pun akhirnya tiba. Pintu ruangan Asher terbuka. Pria itu melangkah keluar meninggalkan ruangannya, melewati meja kerja Laura tanpa melihat ke arahnya.

Setelah memastikan Asher masuk ke dalam elevator, juga tak ada orang lain di sana, Laura bergegas masuk ke dalam ruang kerja Asher. Jantungnya berdetak sangat kencang tatkala kedua tangannya mulai membuka laci untuk mencari kalungnya.

Telapak tangan Laura sangat gemetaran dan berkeringat tatkala mengobrak-abrik satu persatu laci meja kerja Asher. Hingga akhirnya, matanya menemukan benda mengilat itu di laci terbawah.

Laura menutup mulut dengan telapak tangan dan hampir menangis haru kala melihat kalung tersebut ternyata memang benar kalung miliknya, karena ada liontin kecil yang terdapat di bungkusan yang sama dengan kalung tersebut, liontin berbentuk bulan sabit.

Sudut mulut Laura terangkat ke atas melihat kalung yang ia keluarkan dari bungkusan tersebut dan saat ini berada dalam genggamannya.

Namun, Laura segera sadar jika dirinya harus keluar dari tempat itu secepatnya. Laura bergegas berdiri sambil memegangi lututnya yang terasa sakit. Kepalanya sedikit berputar karena terlalu lama berjongkok.

Ketika Laura hendak melangkahkan kaki, di depan meja itu, Asher telah berdiri di hadapannya dengan kedua tangan bersarang di saku celana.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Asher dengan nada dingin.

Laura gegas menyembunyikan kedua tangan di belakang badan. Wajahnya memucat dan keringat bercucuran akibat ketakutan yang begitu hebat.

"S-saya ...." Suara Laura tersekat dalam tenggorokan dan tak mampu melanjutkan ucapan.

Asher mengayunkan langkah lebar mendekati Laura. Tangannya menarik tangan kanan Laura yang memegangi kalung itu dengan kasar. Laura meringis kesakitan merasakan cengkeraman Asher begitu kuat di pergelangan tangannya.

Mata gelap Asher lurus menatap mata biru yang mulai berair di hadapannya. "Apa ini?"

Laura menggeleng-geleng cepat tak mampu menjawab.

Jika Laura mengatakan bahwa dirinya pemilik kalung itu, apakah yang akan Asher lakukan padanya? Laura tak ingin Asher melecehkan dirinya seperti malam itu. Namun, jika Laura tak mengatakannya, dia takut akan kehilangan pekerjaan yang baru saja didapatkannya.

'Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau kehilangan kalung ini lagi,' rintih Laura dalam hati.

"Kau mau mencuri kalung ini?!" bentak Asher.

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
makin semangat aku membacanya
goodnovel comment avatar
Maiymuna
ceritanya asik
goodnovel comment avatar
Ristu Marhayati
bagus sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status