“Apa aku sudah keterlaluan? Seharusnya aku tidak menyeka bibirku di depannya. Dia pasti tersinggung,” sesal Angela.
Dia termenung oleh kejadian singkat itu, kemudian menyentuh pelan bibirnya. Apakah itu termasuk berciuman?“Tidak. Itu hanya bersentuhan kulit bibir,” sangkalnya.Namun, wajah Angela tiba-tiba merona ketika terbayang pertemuan singkat bibir mereka. Dia pun mengingat ucapan Claus sebelum menciumnya.“Apa dia mengira kalau aku ingin berciuman dengannya? Kalaupun dia mengatakan itu dengan bersungguh-sungguh, kenapa dia mau menciumku?”Jantungnya yang sebelumnya berdetak biasa, kini mengentak dengan cepat dan tak teratur saat memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Namun, kemungkinan bahwa dugaannya benar hanya sedikit dari banyaknya keraguan.Angela menangkup pipinya yang terasa hangat, tampak merona.Claus tak mungkin menaruh hati padanya, sampai mau menciumnya, bukan?Mustahil pria itu memiliki perasaan padanya, apalagi belum benar-benaBetapa bahagia hati Collin …. Akhirnya, penantiannya terbayarkan oleh perasaan cinta yang disambut istrinya.“Mari pulang ke rumah—”Collin menarik belakang kepala Nadine, kembali melahap bibirnya. Nadine menangkup pipi Collin, membalas dengan ciuman panas.Deru ombak menyamarkan suara decapan ciuman yang membara ….Bibir Collin merangkak turun, menciumi leher Nadine tanpa meninggalkan bekas. Semakin turun ke bawah sambil menarik pelan baju atas Nadine tanpa membukanya.Nadine menggigit bibir bawahnya saat merasakan sesapan di dadanya. Dia mendongak sambil setengah memejamkan mata, mendorong kepala Collin agar melakukannya lebih lama.Sayangnya, Collin segera menghentikan tindakannya. Kemudian merapikan baju Nadine.“Aku tidak mau melakukannya di sini,” ucap Collin dengan suara serak dan rendah.Tentu saja, Collin sangat menginginkan Nadine menjadi istri seutuhnya. Akan tetapi, dia mau melakukan malam pertama mereka di tempat yang berkesan dan nyaman.Wajah Nadine merah padam, tapi ta
‘Aku harus jujur padanya! Aku tidak mau kehilangan lagi!’Telapak kaki Nadine terasa semakin perih ketika mulai menapak pasir pantai. Dia tak peduli, mengabaikan rasa yang menusuk-nusuk dan terus berlari sampai ke gubuk tempat terakhir dia meninggalkan Collin.Pandangannya buram oleh air mata yang dipenuhi ketakutan. Takut ditinggal mati suaminya.“Semoga belum terlambat,” isak Nadine.Akhirnya, langkahnya berhenti di samping gubuk. Nadine langsung jatuh terduduk.Dia membungkam mulutnya yang terisak cukup keras. Namun, Collin tak bisa mendengarnya.‘Untunglah … aku belum terlambat ….’Collin berbaring meringkuk sambil memeluk dirinya sendiri, memunggungi Nadine. Dia masih meratapi perceraian yang akan terjadi.“Maafkan aku, Nadine …. Aku seharusnya mengusirmu setelah kecelakaan waktu itu …. Kau tidak akan kehilangan kesempatan menjaga ibumu …,” isak Collin. Sudah berulang kali dia meracaukan hal yang sama.Rasa bersalah membuncah dalam dada Nadine ketika mendengar itu. Collin tak sala
“Tunggu sebentar! Aku akan mengambil selimut!”Claus sebenarnya hanya ingin membuat Nadine khawatir, tapi Edwin justru ikut mencemaskan Collin. Dalam sekejap, Edwin keluar membawa selimut tebal.“Tolong bujuk dia, setidaknya bermalam di sini. Air laut pasang bisa mencapai gubuk. Dia bisa jatuh sakit,” pinta Edwin.“Itu akan sulit. Kemauannya sangat kuat menuruti permintaan Nadine. Lebih baik, saya minta sedikit persediaan obat Anda saja. Tidak ada apotek di sekitar sini. Dia lebih membutuhkan obat untuk keadaan darurat.”“Sebentar … sebentar!”Edwin melesat cepat mencari obat-obatan.“Kalau Anda punya pelampung, saya pinjam sekalian! Collin mungkin ikut terbawa air pasang!”DUK!Terdengar suara benturan kecil di pintu bagian bawah. Claus menyeringai, tahu Nadine mendengarnya.Nadine langsung membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan. Dia terkejut pada ucapan Claus sampai sikunya membentur pintu.“Collin tidak bisa berenang! Apa yang harus aku lakukan?! Dia bahkan tidak mau menden
Claus benar-benar tak bisa memahami Collin. Collin bahkan tega melakukan perbuatan buruk demi obsesinya kepada Jolie. Lantas, kenapa sekarang dia menyerah semudah ini?‘Apa kau tidak mau melukai perasaan Nadine dengan tindakan yang salah? Sampai mau menuruti permintaannya yang ingin bercerai?’Claus telah mendengar dari Edwin perihal rencana Nadine.‘Jadi, sedalam ini kau mencintai istrimu?’…“Kau seharusnya memikirkan cara supaya dia hanya bisa bersandar padamu. Kenapa kau justru bersikap menyedihkan seperti ini?”“Kau masih di sini? Pergilah,” usir Collin.Claus malah bersandar di gubuk sambil merapatkan jaket. Melirik Collin yang seperti tak merasakan kedinginan.Bagaimana bisa dia merasakan kedinginan jika patah hati mendominasi segalanya?“Katakan saja kalau kau butuh bantuanku. Aku punya banyak cara untuk membuat dia kembali padamu.”“Jangan ikut campur masalah rumah tanggaku! Nadine bukan wanita kuat seperti Angela. Dia begitu rapuh … seperti kaca tipis yang mudah pecah. Dan a
Dari cara Collin ketika menatap dan memeluk, Nadine sebenarnya menyadari apa yang Collin rasakan, tapi hatinya terus menyangkal. Collin tak mungkin memiliki perasaan padanya.Namun, Nadine tak bisa menyangkal lagi setelah mendengar pengakuan cinta darinya …Kata-kata cinta itu menggetarkan hatinya, meluluhkan segala prasangka. Akan tetapi, Nadine masih takut pada cinta yang mungkin hanya sementara Collin rasakan.“Kau tidak perlu mengatakan hal yang sama jika kau tidak punya perasaan apa pun padaku. Aku hanya ingin kau mengetahui apa yang aku rasakan ini sungguh nyata, Nadine.”Nadine tak menjawab. Lidahnya terasa kelu. Dia semakin bimbang dengan keputusannya.Collin memundurkan badan, melepaskan pelukan.“Pulanglah. Aku akan mengambil tasku yang tertinggal di rumahmu saat kau sudah tidur nanti. Maaf kalau kehadiranku membuatmu terluka. Aku tidak akan menyakiti hatimu lagi,” ucap Collin halus, lalu mengusap puncak kepala Nadine.Wanita itu tak bereaksi. Sesungguhnya, Nadine pun merasa
Mereka saling menatap cukup lama. Nadine seperti sedang memikirkan sesuatu yang cukup berat, sebelum akhirnya berkata, “Anda seharusnya tidak datang kemari. Saya sudah berpesan kepada Tuan Asher untuk mempercepat perceraian kita.”!!!Dada Collin terasa sangat sesak sampai seperti akan meledak. Pada akhirnya, apa Nadine tetap akan memilih berpisah dengannya?“Aku tidak mau bercerai denganmu. Aku mohon, Nadine,” ratap Collin.Nadine tercengang. Mendadak, Collin melepas lengannya, lalu berlutut di hadapannya sambil memegang kedua kakinya.“Aku membutuhkanmu …. Jangan meninggalkanku lagi … aku mohon ….”Perbuatan Collin tersebut menarik perhatian para nelayan yang baru akan pulang ke rumah masing-masing. Di wilayah pesisir yang sepi penduduk itu, mereka saling mengenal satu sama lain.Meski langit sedikit gelap, tetap saja, Nadine malu. Dia menarik Collin agar segera bangun.“Tuan, jangan seperti ini! Mari bicara di tempat lain,” pinta Nadine sambil melirik ke kanan-kiri.Collin dengan p