Share

Bab 11

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-22 21:47:04

Sore itu, halaman rumah megah keluarga Hartono, dipenuhi cahaya matahari yang mulai meredup. Mobil hitam milik Samudra meluncur pelan lalu berhenti tepat di depan teras utama.

Di atas anak tangga, Axel dan Davin berdiri tegap. Kedua pria itu tidak menampakkan senyum, tetapi sorot mata mereka jelas punya arti. Dania yang duduk di dalam mobil menggenggam tas kecilnya erat, wajahnya memancarkan rasa waswas.

Ia tahu, Axel dan Davin bukan tipe kakak yang gampang dikecewakan. Sementara Samudra yang duduk di kursi sopir hanya melirik Dania, lalu cepat keluar dan membukakan pintu untuknya.

“Ayo turun,” ucapnya datar tapi meyakinkan. Dania menoleh cepat, bibirnya mengerucut. “Kayaknya mereka marah deh, Sam. Aku bisa lihat dari tatapannya.”

Samudra menunduk sedikit, menatap lembut. “Aku jamin, mereka gak akan marah. Percaya sama aku.”

Dania akhirnya melangkah turun, walau langkahnya masih ragu. Tangannya refleks mengusap perut buncitnya, seakan mencari kekuatan dari tendangan kecil buah hat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bab 37

    Langit sore itu mulai berwarna keperakan, menandakan hujan sebentar lagi akan turun. Di dalam ruangan mewah bernuansa krem dan abu, tiga orang duduk berhadapan di meja bundar besar. Di tengahnya, segelas anggur merah belum tersentuh. Suara pendingin ruangan terdengar samar, menciptakan suasana yang terasa terlalu sunyi untuk sebuah pertemuan bisnis.Julian bersandar santai di kursinya, tangan kanannya memainkan sendok perak di atas meja. Sesekali, pandangannya bergeser pada Samudra yang duduk di sisi kiri Dania. Tatapan mereka bertemu, dingin, keras, penuh penilaian. Tak ada kata sapaan, hanya udara tegang yang seolah bisa dipotong dengan pisau.“Reno sudah datang padaku malam tadi,” ucap Julian tiba-tiba, nadanya datar namun mengandung sesuatu yang disembunyikan.Dania langsung menegakkan badan. “Lalu, apa yang kau tawarkan padanya?” tanyanya cepat.Julian tersenyum samar. “Orang seperti Reno tak punya pendirian. Sama halnya dengan Maria. Mereka terlalu gila akan uang. Jadi apalagi y

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bsb 36

    Maria duduk di depan layar laptopnya, jemari lentiknya mengetuk pelan meja kerja dari kayu mahoni itu. Di layar, sebuah video berdurasi beberapa menit memutar berulang, menampilkan Reno tengah menyerahkan setumpuk uang pada Yuda. Ekspresi puas di wajah Reno tampak jelas, sementara Yuda menerimanya dengan tangan bergetar. Maria menekan tombol pause, lalu tersenyum kecil, senyum yang dingin dan beracun. Tangannya memutar kursi perlahan menghadap ke jendela besar di belakangnya. Langit sore mulai temaram, dan sinar jingga menyapu wajahnya yang pucat. “Orang-orang bodoh,” gumamnya lirih, matanya menatap pantulan dirinya di kaca. “Kau pikir, uang bisa membeli segalanya, Reno? Termasuk kebodohan orang yang kau sogok? Sayang sekali, justru dari situlah kau akan jatuh.” Ia membuka laci meja, mengambil sebatang rokok, menyalakannya perlahan, lalu menghembuskan asapnya dengan santai. “Mau saja kau bekerja sama dengan Reno,” katanya lagi dengan nada rendah namun penuh taring. “Uang tak sebera

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bab 35

    Julian mengejutkan Maria dengan sentuhan halus di pipi, jari-jarinya dingin namun gerakannya begitu lembut seolah ingin menempelkan kenyataan yang harus sudah Maria pegang. “Masih mau berpikir? Aku bisa lempar tawaran ini ke asisten pribadiku,” ucap Julian datar, nadanya tipis seperti bilah kaca yang menggores keheningan. Maria menutup matanya sejenak, merasakan tekanan yang berat di dadanya, tawaran itu kepemilikan hak atas seluruh aset Julian jika Maria mau memegang kendali dua bulan, bukan sekadar uang atau jabatan, itu adalah kunci untuk membuka pintu yang selama ini tertutup rapat pada dunianya. Ia mengerutkan kening. "Jika kamu menolak tawarannya, aku akan mengangkat asisten pribadiku untuk mengurus seluruh kekayaanku."Kening Maria seketika berkerut. “Kenapa begitu?” tanyanya, berusaha menahan agar nada suaranya tidak memperlihatkan kebingungan sebenarnya.Julian menghela napas panjang, matanya menatap langit-langit seolah sedang menghitung kepingan waktu yang tersisa. “Ras

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bab 34

    Davin masih tampak celingukan, matanya berpindah dari Dania ke Axel beberapa kali. Bukan karena ia tidak cerdas, hanya saja otaknya selalu butuh waktu lebih lama untuk menangkap maksud dari percakapan yang rumit. Ia menggaruk kepala, wajahnya bingung.“Jadi intinya apa, sih?” tanyanya akhirnya, membuat Axel yang tadinya sudah tersenyum lebar kini terdiam.Dania tak bisa menahan tawa kecilnya. “Intinya,” ujarnya pelan, “kita tidak perlu mengotori tangan kita untuk membalas dendam. Kita tetap bisa balas tanpa terlihat terlibat langsung. Dan yang paling penting, kita akan tetap berada di lingkaran aman.”Axel menghela napas lega, seolah beban besar baru saja lepas dari dadanya. “Akhirnya kau mulai berpikir seperti dulu lagi,” katanya sambil menatap adik bungsunya itu dengan bangga. “Aku senang kau bisa seperti ini, Dania.”Dania tersenyum, lembut tapi dalam. Ia meraih tangan Axel dan menggenggamnya erat. “Aku juga senang bisa kumpul lagi sama kalian. Sudah lama rasanya aku tidak merasa s

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bab 33

    Julian menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap Reno dengan pandangan tenang tapi menusuk.“Berapa uang yang kau inginkan dariku?” tanyanya datar, namun cukup membuat wajah Reno berseri seketika.Reno mencondongkan tubuhnya, bibirnya menyeringai. “Kenapa ada tawaran semudah ini? Buat aku senang saja sudah cukup,” ucapnya, tawa kecil lolos dari mulutnya. Dari cara bicara itu saja, Julian sudah bisa menilai, pria di depannya tidak begitu cerdas, tapi cukup nekat untuk dimanfaatkan.Julian menghela napas panjang, lalu mengeluarkan ponselnya. “Simpan nomor teleponku,” katanya pelan tapi tegas. “Nanti, setelah kau melangkah lebih jauh, baru tentukan berapa yang kau mau.”Reno menatap ponsel itu dengan mata berbinar, lalu mengambilnya cepat seolah takut tawaran itu berubah pikiran. “Baiklah, tawaran yang cukup menarik,,” katanya, mencoba sopan tapi tetap dengan nada licik yang kentara. “Lalu ... mulai dari mana dulu, nih?”Julian menatap kosong ke arah taman yang terlihat dari balik kaca be

  • Gemerlap Dendam Sang Pewaris   Bab 32

    Pedagang nasi goreng itu mengangguk dengan senyuman hangat, seolah ikut merasakan kebahagiaan yang kini terpancar dari wajah Dania. Asap dari wajan masih menari di udara, bercampur dengan aroma kecap manis dan sambal yang mulai menggoda indera penciuman. “Terima kasih ya, Pak. Nasi gorengnya masih seenak dulu,” ucap Dania sembari menatap piringnya yang sudah hampir kosong. “Kalau Neng yang bilang enak, saya senang sekali. Sudah lama gak datang ke sini. Ehh sekalinya datang, buat saya terkejut.” Samudra hanya menatap diam, sesekali memperhatikan ekspresi Dania yang tampak begitu hidup malam itu. Ketika pedagang itu berlalu, Dania menyeka bibirnya pelan, lalu menatap Samudra. “Kenapa raut wajahnya masih seperti itu? Masih marah?" Samudra mendengus. “Aku tidak marah. Aku cuma … tidak suka orang bicara tentang masa lalumu seolah mereka tahu segalanya.” Dania tersenyum samar. “Itu masa lalu, Sam. Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya menangis karena lapar.” Samudra menatapn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status