Share

Bab 4. Ajakan makan malam

Isak tangis masih terdengar di sudut kamar Nayyara, sesekali ia meringis mengobati luka dari Fania Bundanya. Nayyara tidak tahu bahwa membuat mood Rania buruk juga akan menjadi kesalahannya. Nayyara bukan lagi anak kecil yang tidak bisa membela diri. Akan tetapi, percuma saja jika kenyataannya pembelaannya tidak berarti apa-apa.

“Terlepas dari apapun yang sudah terjadi dan melukaiku, Nayya akan tetap sayang, Bunda,” ucap Nayyara lirih sambil menahan rasa perih pada lukanya.

Setelah puas menangis dan juga mengobati lukanya, Nayyara turun ke bawah menuju dapur untuk mengambil air minum yang selalu ia sediakan di dalam kamarnya. Saat melewati ruang tamu, Nayyara melihat pemandangan yang lagi-lagi menyesakkan dadanya. Kedua orang tuanya sedang bersenda gurau bersama adiknya dengan Fania mengelus lembut rambut Rania yang berada di pangkuannya seketika air mata Nayyara kembali menetes dari mata indahnya padahal dirinya sudah terbiasa dengan pemandangan itu. Namun, tetap saja hatinya kembali sakit saat merasa kedua orang tuanya tidak lagi berlaku adil padanya.

“Kau sudah terbiasa Nayya, kau sudah terbiasa dengan hal ini. Janganlah iri pada Rania adikmu, dan jangan terlalu berharap lebih, bersyukur lah karena kamu masih diberi tempat tinggal dan diberi makan dirumah ini. Jadi tutuplah matamu pada hal-hal yang tidak perlu untuk kamu lihat,” lirihnya kembali mencoba untuk menguatkan isi hatinya.

***

Nayyara sudah sampai di toko dengan keadaan yang masih sunyi. Dia sengaja datang lebih awal dikarenakan ada pesanan yang harus segera diselesaikan. Nayyara selalu senang jika sudah berurusan dengan alat-alat tempurnya dengan begitu dia dapat melupakan sejenak permasalahan hidupnya dengan keluarganya.

“Selamat pagi, Wanita Pejuang Dolar,” ucap Salwa yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Nayyara membuatnya sedikit tersentak dengan kebiasaan buruk sahabatnya itu.

“Astaga, tidak bisakah kebiasaan burukmu itu diubah? Syukur saja aku tidak mempunyai riwayat penyakit jantung,” ucap Nayyara tanpa menoleh ke aras Salwa.

Baik Nayyara ataupun Salwa, kini mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, sedangkan dua orang lainnya sibuk menata kue ke dalam kotak untuk mereka antar ke tempat costumer yang memesannya.

Namun, di tengah-tengah kesibukan mereka seperti biasa Rania selalu saja datang dan kali ini entah apa yang akan dilakukannya lagi yang pasti kehadirannya akan selalu membuat Nayyara menanggung akibatnya.

Nayyara menghela napas panjang melihat Rania seakan tidak jera untuk mencari masalah dengan Nayyara berusaha untuk tetap waspada dengan apa yang akan Rania perbuat kepadanya sekarang.

“Kali ini apalagi Rania? Kamu mau mencari masalah apalagi? Tidak cukupkah kamu melihat luka di tubuhku karena ulahmu?” ucap Nayyara jengah melihat tingkah laku Rania yang selalu memprovokasi dirinya.

Mendengar hal itu membuat Salwa menoleh ke arah Nayyara dengan cepat, dan benar saja pipi Nayyara sedikit lebam dan juga pergelangan tangannya membiru bahkan banyak luka kecil di bagian tubuh Nayyara yang lain membuat Salwa merasa menyesal karena tidak memperhatikan Nayyara saat dirinya tiba tadi. Salwa mengetahui segala perbuatan kasar yang di lakukan oleh Fania terhadap Nayyara disebabkan kejadian itu sudah berlangsung lama dan semua sumbernya adalah dari Rania yang selalu mengadukan hal-hal yang tidak diperbuat oleh Nayyara sendiri.

“Aku tidak akan pernah merasa puas sampai kamu benar-benar merasakan sakit yang tidak berkesudahan Nayya. Aku pastikan bahwa kau tidak akan pernah merasakan yang namanya itu bahagia. Bahkan, aku akan membuat kebahagiaan itu seakan enggan untuk menemuimu.” Rania berucap dengan tatapan penuh kebencian hingga kedua tangannya mengepal kuat.

Nayyara mendengar semua itu dengan perasaan yang teramat sakit, apa salahnya sehingga dia begitu dibenci oleh Rania? Bahkan, selama ini dia sudah begitu banyak berkorban dan juga mengalah untuk Rania hingga laki-laki yang dulunya dia cintai pun Nayyara ikhlaskan untuk bisa bersama dengan Rania atas permintaan Bundanya. Akan tetapi, apa semua itu belum cukup? Lalu, harus seperti apalagi dia yang ia korbankan?

“Pulanglah Rania, aku masih mempunyai banyak pekerjaan di sini dan aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai begitu sangat membenciku, kamu sudah mendapatkan semuanya Rania. Perhatian Ayah dan Bunda juga semuanya sudah menjadi milikmu, lalu apa lagi yang membuatmu merasa tidak puas denganku?” Nayyara berusaha sekuat tenaga untuk tidak meneteskan air matanya di depan Rania dan juga Zio. Nayyara tidak ingin terlihat lemah meski kenyataan dirinya memang sangat rapuh

Zio menatap Nayyara dengan tatapan yang sulit diartikan, sebenarnya di hati kecilnya dia masih menyimpan rasa sayang pada Nayyara. Namun, sedetik kemudian dia mengalihkan pandangannya saat mengingat bahwa Nayyara tidak sebaik kelihatannya. Rania sudah menceritakan segalanya kepada Zio dan hal itu yang membuat Zio pergi memutuskan Nayyara secara sepihak tanpa mau mendengar penjelasan Nayyara terlebih dahulu.

“Sayang, lebih baik sekarang kita pergi. Aku males lama-lama berada di sini,” ucap Zio lembut seraya menggandeng tangan Rania.

“Pergilah, kami juga muak melihat wajah-wajah pengganggu seperti kalian berdua!” ucap Salwa yang sedari tadi sudah sangat ingin menendang dua orang yang tidak tahu malu itu.

Tapi sayangnya baru beberapa langkah mereka memutuskan untuk pergi, Rania menghentikan langkahnya saat melihat seseorang yang turun dari sebuah mobil dan berjalan menuju ke arah mereka.

“Kak Faris, mau apa ke sini?” tanya Rania yang begitu penasaran.

“Oh, Rania di sini juga? Aku mau bertemu dengan Nayyara, ada hal penting yang harus aku sampaikan dan ini tidak bisa ditolak,” jawab Faris melihat ke arah Nayyara dengan tersenyum manis dan lagi-lagi hal itu tidak luput dari pandangan Rania.

“Ada hal penting apa, Kak?” Nayyara bertanya saat mendengar namanya dibawa-bawa.

“Malam ini Mama mengajak kamu untuk makan malam bersama di rumah. Mama sudah menyiapkan segalanya jadi kamu tidak boleh menolaknya,” ucap Faris membuat Rania yang mendengar hal tersebut kembali menahan emosinya.

“Tapi, Kak, ... aku belum minta ijin sama Bunda,” ucap Nayyara takut jika sampai Bundanya itu akan marah besar lagi kepadanya.

“Tenang saja, semuanya sudah beres, Mama sendiri yang sudah meminta ijin secara langsung sama Tante Fania,” ucap Faris seakan mengerti kekhawatiran Nayyara.

Nayyara melihat ke arah Rania yang sudah menatap tajam ke arahnya. Dia bingung harus bagaimana, menolak juga tidak mungkin Nayyara tidak ingin mengecewakan Delia yang sudah menyiapkannya semuanya demi mengajaknya untuk makan bersama.

“Baiklah, Nayyara akan ikut sama Kak Faris,” putus Nayyara pasrah karena bisa saja setelah pulang dari rumah Faris nanti dirinya akan kembali mendapatkan masalah.

Rania pergi dengan membawa sejuta kekesalan di hatinya. Bagaimana bisa Nayyara diundang, sedangkan dirinya tidak. Bahkan, Faris pun seakan tidak menganggap Rania ada di antara mereka, hal itu pastinya membuat kebencian Rania semakin membesar pada Nayyara.

'Siap-siap saja Nayyara, aku akan membuat perhitungan padamu saat pulang nanti. Akan aku buat kali ini Ayah yang akan memberikan pelajaran untukmu. Aku akan membuatmu menyesal sudah membuatku marah, bersiap-siaplah Kakak-ku sayang hadiah terindah sedang menantimu di rumah,' batin Rania dengan senyum liciknya kemudian berlalu dari toko Nayyara bersama Zio.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status