Isak tangis masih terdengar di sudut kamar Nayyara, sesekali ia meringis mengobati luka dari Fania Bundanya. Nayyara tidak tahu bahwa membuat mood Rania buruk juga akan menjadi kesalahannya. Nayyara bukan lagi anak kecil yang tidak bisa membela diri. Akan tetapi, percuma saja jika kenyataannya pembelaannya tidak berarti apa-apa.
“Terlepas dari apapun yang sudah terjadi dan melukaiku, Nayya akan tetap sayang, Bunda,” ucap Nayyara lirih sambil menahan rasa perih pada lukanya.Setelah puas menangis dan juga mengobati lukanya, Nayyara turun ke bawah menuju dapur untuk mengambil air minum yang selalu ia sediakan di dalam kamarnya. Saat melewati ruang tamu, Nayyara melihat pemandangan yang lagi-lagi menyesakkan dadanya. Kedua orang tuanya sedang bersenda gurau bersama adiknya dengan Fania mengelus lembut rambut Rania yang berada di pangkuannya seketika air mata Nayyara kembali menetes dari mata indahnya padahal dirinya sudah terbiasa dengan pemandangan itu. Namun, tetap saja hatinya kembali sakit saat merasa kedua orang tuanya tidak lagi berlaku adil padanya.“Kau sudah terbiasa Nayya, kau sudah terbiasa dengan hal ini. Janganlah iri pada Rania adikmu, dan jangan terlalu berharap lebih, bersyukur lah karena kamu masih diberi tempat tinggal dan diberi makan dirumah ini. Jadi tutuplah matamu pada hal-hal yang tidak perlu untuk kamu lihat,” lirihnya kembali mencoba untuk menguatkan isi hatinya.***Nayyara sudah sampai di toko dengan keadaan yang masih sunyi. Dia sengaja datang lebih awal dikarenakan ada pesanan yang harus segera diselesaikan. Nayyara selalu senang jika sudah berurusan dengan alat-alat tempurnya dengan begitu dia dapat melupakan sejenak permasalahan hidupnya dengan keluarganya.“Selamat pagi, Wanita Pejuang Dolar,” ucap Salwa yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Nayyara membuatnya sedikit tersentak dengan kebiasaan buruk sahabatnya itu.“Astaga, tidak bisakah kebiasaan burukmu itu diubah? Syukur saja aku tidak mempunyai riwayat penyakit jantung,” ucap Nayyara tanpa menoleh ke aras Salwa.Baik Nayyara ataupun Salwa, kini mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, sedangkan dua orang lainnya sibuk menata kue ke dalam kotak untuk mereka antar ke tempat costumer yang memesannya.Namun, di tengah-tengah kesibukan mereka seperti biasa Rania selalu saja datang dan kali ini entah apa yang akan dilakukannya lagi yang pasti kehadirannya akan selalu membuat Nayyara menanggung akibatnya.Nayyara menghela napas panjang melihat Rania seakan tidak jera untuk mencari masalah dengan Nayyara berusaha untuk tetap waspada dengan apa yang akan Rania perbuat kepadanya sekarang.“Kali ini apalagi Rania? Kamu mau mencari masalah apalagi? Tidak cukupkah kamu melihat luka di tubuhku karena ulahmu?” ucap Nayyara jengah melihat tingkah laku Rania yang selalu memprovokasi dirinya.Mendengar hal itu membuat Salwa menoleh ke arah Nayyara dengan cepat, dan benar saja pipi Nayyara sedikit lebam dan juga pergelangan tangannya membiru bahkan banyak luka kecil di bagian tubuh Nayyara yang lain membuat Salwa merasa menyesal karena tidak memperhatikan Nayyara saat dirinya tiba tadi. Salwa mengetahui segala perbuatan kasar yang di lakukan oleh Fania terhadap Nayyara disebabkan kejadian itu sudah berlangsung lama dan semua sumbernya adalah dari Rania yang selalu mengadukan hal-hal yang tidak diperbuat oleh Nayyara sendiri.“Aku tidak akan pernah merasa puas sampai kamu benar-benar merasakan sakit yang tidak berkesudahan Nayya. Aku pastikan bahwa kau tidak akan pernah merasakan yang namanya itu bahagia. Bahkan, aku akan membuat kebahagiaan itu seakan enggan untuk menemuimu.” Rania berucap dengan tatapan penuh kebencian hingga kedua tangannya mengepal kuat.Nayyara mendengar semua itu dengan perasaan yang teramat sakit, apa salahnya sehingga dia begitu dibenci oleh Rania? Bahkan, selama ini dia sudah begitu banyak berkorban dan juga mengalah untuk Rania hingga laki-laki yang dulunya dia cintai pun Nayyara ikhlaskan untuk bisa bersama dengan Rania atas permintaan Bundanya. Akan tetapi, apa semua itu belum cukup? Lalu, harus seperti apalagi dia yang ia korbankan?“Pulanglah Rania, aku masih mempunyai banyak pekerjaan di sini dan aku tidak tahu hal apa yang membuatmu sampai begitu sangat membenciku, kamu sudah mendapatkan semuanya Rania. Perhatian Ayah dan Bunda juga semuanya sudah menjadi milikmu, lalu apa lagi yang membuatmu merasa tidak puas denganku?” Nayyara berusaha sekuat tenaga untuk tidak meneteskan air matanya di depan Rania dan juga Zio. Nayyara tidak ingin terlihat lemah meski kenyataan dirinya memang sangat rapuhZio menatap Nayyara dengan tatapan yang sulit diartikan, sebenarnya di hati kecilnya dia masih menyimpan rasa sayang pada Nayyara. Namun, sedetik kemudian dia mengalihkan pandangannya saat mengingat bahwa Nayyara tidak sebaik kelihatannya. Rania sudah menceritakan segalanya kepada Zio dan hal itu yang membuat Zio pergi memutuskan Nayyara secara sepihak tanpa mau mendengar penjelasan Nayyara terlebih dahulu.“Sayang, lebih baik sekarang kita pergi. Aku males lama-lama berada di sini,” ucap Zio lembut seraya menggandeng tangan Rania.“Pergilah, kami juga muak melihat wajah-wajah pengganggu seperti kalian berdua!” ucap Salwa yang sedari tadi sudah sangat ingin menendang dua orang yang tidak tahu malu itu.Tapi sayangnya baru beberapa langkah mereka memutuskan untuk pergi, Rania menghentikan langkahnya saat melihat seseorang yang turun dari sebuah mobil dan berjalan menuju ke arah mereka.“Kak Faris, mau apa ke sini?” tanya Rania yang begitu penasaran.“Oh, Rania di sini juga? Aku mau bertemu dengan Nayyara, ada hal penting yang harus aku sampaikan dan ini tidak bisa ditolak,” jawab Faris melihat ke arah Nayyara dengan tersenyum manis dan lagi-lagi hal itu tidak luput dari pandangan Rania.“Ada hal penting apa, Kak?” Nayyara bertanya saat mendengar namanya dibawa-bawa.“Malam ini Mama mengajak kamu untuk makan malam bersama di rumah. Mama sudah menyiapkan segalanya jadi kamu tidak boleh menolaknya,” ucap Faris membuat Rania yang mendengar hal tersebut kembali menahan emosinya.“Tapi, Kak, ... aku belum minta ijin sama Bunda,” ucap Nayyara takut jika sampai Bundanya itu akan marah besar lagi kepadanya.“Tenang saja, semuanya sudah beres, Mama sendiri yang sudah meminta ijin secara langsung sama Tante Fania,” ucap Faris seakan mengerti kekhawatiran Nayyara.Nayyara melihat ke arah Rania yang sudah menatap tajam ke arahnya. Dia bingung harus bagaimana, menolak juga tidak mungkin Nayyara tidak ingin mengecewakan Delia yang sudah menyiapkannya semuanya demi mengajaknya untuk makan bersama.“Baiklah, Nayyara akan ikut sama Kak Faris,” putus Nayyara pasrah karena bisa saja setelah pulang dari rumah Faris nanti dirinya akan kembali mendapatkan masalah.Rania pergi dengan membawa sejuta kekesalan di hatinya. Bagaimana bisa Nayyara diundang, sedangkan dirinya tidak. Bahkan, Faris pun seakan tidak menganggap Rania ada di antara mereka, hal itu pastinya membuat kebencian Rania semakin membesar pada Nayyara.'Siap-siap saja Nayyara, aku akan membuat perhitungan padamu saat pulang nanti. Akan aku buat kali ini Ayah yang akan memberikan pelajaran untukmu. Aku akan membuatmu menyesal sudah membuatku marah, bersiap-siaplah Kakak-ku sayang hadiah terindah sedang menantimu di rumah,' batin Rania dengan senyum liciknya kemudian berlalu dari toko Nayyara bersama Zio.Mobil Faris berhenti di depan pagar rumah mewah yang menjulang tinggi, membuat siapapun yang melihatnya akan terpukau dengan kemewahannya. Nayyara memperhatikan dengan seksama seakan-akan dia baru melihat rumah sebegitu mewahnya.“Ini rumah Kak Faris?” tanya Nayyara dengan wajah polosnya.“Iya ini rumah aku, tidak lucu dong aku mengundang kamu makan malam dengan menumpang di rumah orang lain,” jawab Faris tersenyum geli melihat wajah lucu Nayyara."Yaudah, yuk, masuk." Nayyara mengikuti Faris memasuki rumah mewah tersebut, di dalam sana Nayyara disambut oleh Delia dan juga Frans yang sudah menunggu di meja makan dengan tersenyum ramah ke arah Nayyara.“Malam, Om, Tante,” sapa Nayyara ramah sembari mencium punggung tangan sepasang suami istri itu dengan sopan.“Malam, Sayang. Ayo silahkan duduk Tante tidak tahu makanan kesukaan kamu apa. Jadi, Tante persiapkan saja segala jenis makanan yang mungkin salah satunya ada yang kamu sukai,” ujar Delia mempersilahkan Nayyara untuk duduk."Teri
Hujan kembali menyirami kota Jakarta. Nayyara mengeluarkan sepeda motor nya untuk memulai aktivitas nya seperti biasa, tak lupa ia memakai helm dan juga pelindung hujan untuk melindungi dirinya. Hujan itu tipis, namun bisa membuat pakaian basah bagi yang berjalan di bawahnyaBelum sempat Nayyara menaiki sepeda motor nya, seseorang menarik tangannya dari belakang menampilkan sosok Rania dengan wajah yang terlihat merah menahan amarahnya"Apa yang kau lakukan?" tanya Nayyara berusaha melepas cekalan tangannya"Sudah berulangkali aku katakan jangan pernah sekali-kali mencari kesempatan untuk mendekati kak Faris, perempuan murahan!" bentak Rania geram kala mengingat Nayyara pulang bersama Faris "Apa hubungannya denganmu? Apa kamu punya hubungan spesial sama kak Faris? Tidak, kan?" jawab Nayyara setenang mungkin walaupun sebenarnya ia merasa kesal Rania menyebutnya sebagai wanita murahanKemarahan Rania semakin memuncak melihat Nayyara yang sudah mulai berani padanya, dengan cepat ia meng
Ada apa ribut malam-malam begini?" suara berat itu menghentikan aksi tarik menarik di antara mereka berdua. Keduanya menoleh kearah suara dengan dua tatapan yang berbedaTak kunjung mendapat jawaban dari Rania ataupun Nayyara membuat Yacob semakin murka, bukan apa-apa. Ia baru saja mengistirahatkan diri seusai satu harian menghabiskan waktu di perusahaan dengan pekerjaan yang kian menumpuk, niat hati ingin mencari kedamaian di rumah. Namun nyatanya ada saja yang mengganggu acara tidurnya"Nayya! Apa kau tidak mempunyai mulut untuk menjelaskan apa yang terjadi?" kali ini suara Fania yang menginterupsi, wanita berusia senja itu keluar setelah mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya"Ini bukan kesalahan Nayya bunda, Rania! Dia memasuki kamar aku dan membuatnya sangat berantakan, bahkan barang milik-ku juga di ambil olehnya" jelas Nayyara berharap bundanya mau membujuk putri kesayangannya itu untuk mengembalikan apa yang bukan menjadi miliknya"Bukannya bunda yang bilang, bahwa apapu
Nayyara memasuki gedung mewah yang menjulang tinggi di depannya, ia melangkahkan kakinya menuju meja resepsionis yang terletak tidak jauh dari tempat dimana ia berdiri. "Assalamualaikum, Mbak," sapa Nayyara ramah melihat petugas resepsionis nya memakai hijab, sudah pasti wanita itu beragama Islam. Pikir Nayyara."Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu?" balas wanita berhijab itu tak kalah ramah."Saya ingin mengantarkan pesanan dari Umi Syafanah. Apa beliau ada?""Oh, iya, mari mbak saya antar."Nayyara mengikuti langkah wanita yang berjalan mendahuluinya itu dengan sesekali menatap kagum interior bangunan itu. Banyak orang yang berlalu lalang, sepertinya sedang sibuk dengan urusan masing-masing."Silahkan masuk, Mbak," ujarnya mempersilahkan."Terima kasih, Mbak," balas Nayyara."Sama-sama." Resepsionis itu pun berlalu meninggalkan Nayyara seorang diri.Nayyara mengetuk pintu bercorak abstrak tersebut dengan hati-hati, takut membuat orang yang didalamnya merasa terganggu. Dengan g
Nayyara telah selesai mengerjakan segala pekerjaannya dengan sempurna tanpa tertinggal apapun. Ia merasa perutnya sangat perih karena belum di isi makanan sama sekali, Nayyara berjalan menuju meja makan dan mendapati pemandangan yang kembali membuat kesedihan itu terpancar di mata indahnyaEntah kapan terakhir kali ia duduk dan makan bersama keluarganya, yang pasti Nayyara sangat merindukan saat-saat itu. Dimana ia masih diperlukan selayaknya seorang anak yang begitu di cintaiNayyara berniat ingin melewati ruang makan itu dengan hati-hati dan tanpa mengeluarkan suara. Namun, belum sempat melangkah menuju kamarnya Faris menghentikannya, membuat Nayyara seketika menoleh ke arah suara itu"Nay, kamu sudah makan? Sini gabung sama kita, masa kami makan kamu malah sibuk dengan pekerjaan kamu sih,?" ujar Faris tanpa tahu kalau sebenarnya hadirnya Nayyara akan membuat kedua orangtuanya dan juga Rania kehilangan selera makan jika ia turut andil bersama mereka"Aku sudah lebih dulu sarapan ta
Faris menyudahi pembicaraannya dengan Rania dalam sambungan telepon, ada rasa bersalah dalam hatinya yang membatalkan janjinya secara sepihak. Tapi mau bagaimana lagi, malam ini ia memang benar-benar merasa sangat kelelahan Faris berbalik dan segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size miliknya. Bayang-bayang wajah teduh Nayyara terus berputar di pikirannya, bagaimana bisa seorang Nayyara yang ia kenal dengan sifat ramah dan juga rendah hati itu bisa berubah seperti yang di katakan oleh Fania dan juga Rania? Ada keraguan dalam hatinya, tapi mengingat kembali wajah sedih Fania juga membuat hatinya semakin dibuat bingung harus mempercayai yang manaFaris yang masih setia dengan tatapan lurus memandang langit-langit kamarnya itupun terkejut dengan sebuah tangan yang mengelus lembut bahunya. Faris pun menoleh pada pemilik tangan yang sangat di kenali nya itu"Anak mama ini lagi mikirin apa,?" tanya Delia lembut, seraya memindahkan kepala anak laki-laki satu-satunya itu kepan
Satu harian ini tubuh Nayyara benar-benar sangat lemas dan juga lemah, sepertinya sakit lambungnya kembali kumat di karenakan melewatkan makan malam dan juga sarapan hingga siang hari ini ia belum juga memakan apa-apa. Hari ini Nayyara tidak bekerja lantaran sang bunda memintanya untuk menemani Rania bertemu dengan salah satu dosen yang akan membimbing Rania menyelesaikan skripsi kuliahnyaMeskipun Nayyara masih marah pada Rania, akan tetapi ia juga tidak tega meninggalkan adiknya itu seorang diri. Apalagi berduaan dengan pria yang sudah berumur dan terkenal dengan kegenitan nya, Nayyara mengetahui itu saat ia masih menjadi asisten dosen di kampusnya dulu, dan dengan secara kebetulan pria tua itu juga yang menjadi dosen pembimbing Rania saat iniSesekali, Nayyara merintih kesakitan dan memegangi perutnya yang terasa perih bahkan kini wajahnya sudah terlihat sedikit pucat. Nayyara berusaha untuk tetap bertahan sampai Rania selesai dengan urusannya"Aku di jemput temanku" ucap Rania ber
Malam ini sepertinya Nayyara akan kembali tidur di teras, ia tidak di perbolehkan masuk sebelum matahari terbit oleh bundanya yang menguncinya sendirian di luar. Sebenarnya hal itu bukan lagi hal yang baru bagi seorang Nayyara, ia sudah biasa tidur dengan keadaan yang seperti itu Nayyara sudah biasa tidur dengan di peluk oleh kesunyian dan kesakitan"Jika banyak orang yang mengatakan bahwa rumah adalah sebaik-baiknya tempat kita pulang, tapi kenapa aku tidak merasakan itu? Aku memang hanya seorang anak pungut bunda, tapi apa selama aku menjadi putri kalian apa tidak pernah sekalipun kalian bahagia atas hadirnya aku?" lirih Nayyara dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, Nayyara menyenderkan kepalanya di lutut ia terisak dengan tubuh yang menggigil menahan dinginnya malamDua hari berlalu setelah kejadian dimana Nayyara di siksa oleh Fania Bundanya sendiri, hari ini gadis yang masih terlihat sedikit pucat itu akan kembali bekerja. Luka di tubuhnya juga belum sepenuhnya pulih, beg