"Maaf permisi waktunya minum O ...." Suster tersebut tidak melanjutkan perkataannya dan malah berdiri mematung menatap Indy juga Dimas yang terlihat sangat mesra.
Spontan Indy dan Dimas melihat ke arah sumber suara, lalu dengan cepat Indy mendorong Dimas hingga lelaki itu terjengkang. "Astaga, Indy," maki Dimas yang kaget karena di dorong. Rasanya ia ingin meremas kepala Indy yang membuatnya kalang kabut. Sebentar-sebentar menggodanya, lalu melemparnya, lalu menggodanya lagi dan jangan lupa menyindir dirinya jompo! Ampun ... benar-benar anak ini. "Eh maaf, Om ... maaf, Indy nggak sengaja? Sakit?" tanya Indy spontan sambil menyentuh bagian-bagiam tubuh Dimas secara serampangan. "Udah ... udah, udah." Dimas berteriak kesal karena apa yang Indy lakukan lagi-lagi membuat ia harus menggemeretakan giginya menahan hasrat. Baju tidur yang Indy kenakan benar-benar membuat nafsu Dimas hampir meledak. "Ehem ...." Suara itu langsung membuat Indy dan Dimas terdiam dan menoleh kembali ke sumber suara. "Obat?" tanya suster sambil mengangkat nampannya dan tersenyum kikuk karena melihat tingkah dua pasangan beda generasi di hadapannya. Indy langsung meloncat dari duduknya dan berjalan ke arah suster, "Sini saya yang kasih, ini langsung di minum aja? Nggak papa kalau nggak makan dulu?" tanya Indy. "Nggak papa, memang obat ini harus diminum saat ini. Sesuai anjuran, ini bisa langsung diminum," sahut suster sambil memberikan dua bungkusan obat dan melanjutkan perkataannya, "itu pacarn—" "Bukan pacar saya." potong Dimas dingin. "Oh ...." Suster tersebut tak berani berkata apa pun juga, sejujurnya dia pun tak ada hubungannya dengan kisah percintaan pasien VVIP ini. Tapi, kalau bukan pacar apaan? Cuman pacar yang melakukan tindakan berciuman tadi. "Sini obatnya, susternya keluar aja," ucap Indy cepat, ia tidak mau memperpanjang masalah. Indy langsung berbalik dan kembali mendekati Dimas setelah suster itu pergi. Mata Indy malu-malu melirik ke arah bibir Dimas. Pikirannya kalut dan perasaannya bercampur aduk, sensasi lembut nan manis yang sangat singkat namun candu membuat ia kembali membayangkan apa rasanya bibir Dimas. Bibir yang terlihat penuh dan sensual, yang membuat tubuhnya bergetar saat tadi menyentuhnya. Itu baru sentuhan di bibir, bagaimana kalau di bagian tubuh lain? "Mana?" tanya Dimas. "Apa?" "Obatnya Indy, aku butuh minum obat. Kamu sendiri yang bilang kalau aku ini sekarat dan sudah tua," ucap Dimas kesal sambil menengadahkan tangan kanannya. "Lah iya, lupa aku ... maaf, kamu terlalu mempesona buat ak ...." Indy mengunci mulutnya rapat-rapat saat mendapatkan lirikan maut dari Dimas, bukan apa-apa, biasanya Indy akan terus menggoda Dimas hingga kata-kata pamungkasnya keluar tapi, saat ini sepertinya Indy lebih baik diam karena jantungnya berdetak lebih cepat akibat apa yang baru saja terjadi tadi. "Aku kan sudah bilang, jangan main api, Indy," ucap Dimas dengan menekan kan kata Indy pada suaranya. "Apinya panas yah, Om," sahut Indy ngaco karena bingung harus menjawab apa karena sejujurnya untuk bisa berbicara banyak dengan Dimas membutuhkan keberanian yang besar dan saat ini keberanian Indy sedang terkikis habis akibat adegan panas tadi. Terlalu panas dan terlalu intens. "Mana ada api dingin," jawab Dimas sambil tersenyum kecil lalu dengan cepat mengubah ekspresinya agar Indy tak melihatnya. Dimas langsung meminum obatnya dan kembali tenggelam dalam pekerjaannya sedangkan Indy hanya duduk di sofa sambil mengutak atik ponselnya. "Om kenapa marah sama Almira sampai Asma Om kambuh?" tanya Indy sambil tetap fokus ke layar ponselnya seakan layar itu menampilkan sesuatu yang sangat berharga. "Dia anak Om satu-satunya dan dia pergi ke pulau sama lelaki, Ayah mana yang nggak ngamuk Indy," ucap Dimas sambil menggemeretakan giginya dan bersumpah bila bertemu dengan Almira dan Ferry kekasih anaknya itu, ia akan remas mereka berdua. Liar! "Oh ...." "Kenapa? Ada yang salah?" tanya Dimas yang bisa mendeteksi rasa sedih di perkataan Indy. "Hah?" Indy langsung mengalihkan pandangannya dari layar ponsel dan mengerjap saat melihat sorot mata elang Dimas yang selalu membuat Indy terpesona, "Nggak ... nggak salah, cuman ... Almira beruntung punya ayah kaya Om." "Emang bapak kamu nggak bakal ngelakuin hal yang sama?" tanya Dimas sambil melihat Indy dari atas ke bawah mencoba menilai Indy kembali. Oh ... mungkin kalau Dimas adalah Bapak Indy, dia akan lebih marah karena sumpah demi apa pun Indy dua kali lebih cantik dari anaknya. Kulit Indy kuning langsat, hidung bangir, bibirnya merah tanpa lipstik dan penuh, matanya bulat, bulu matanya lentik, rambutnya hitam panjang, dan tubuhnya kecil namun besar di bagian-bagian yang tepat. Wangi tubuhnya ... Dimas langsung menahan hasratnya sendiri saat mengingat betapa memabukkannya wangi tubuh Indy. "Bapak aku?" tanya Indy yang langsung dijawab anggukan oleh Dimas, "nggak tau, aku sudah yatim semenjak usia 3 tahun, jadi, terkadang aku suka iri dengan kawan-kawanku yang selalu dijaga ayahnya. Dan mungkin itu juga yang bikin aku suka sama cowo yang lebih ...." Indy berjuang mencari kata lebih halus daripada tua. Apa? Sepuh? Kakek-kakek? Om-om? Apa?! Tidak mungkin dia bilang kalau dia suka cowok tua sedangkan Dimas tau kalau ia menyukai Dimas. Bisa ngamuk Om-om sexy di depannya itu. "Lebih apa Indy?" Indy langsung tersenyum dan mengambil selimut yang semenjak tadi ada di ujung kakinya, "Lebih baik Indy tidur, Om." Lalu ia menutupi tubuhnya dengan selimut tebal tersebut dan menutup matanya lalu menulikan kupingnya karena mendengar teriakan Dimas. "Indy!" •••"Terima kasih banget sahabat sejatiku, sebumi dan setanah air ku," ucap Almira sambil memeluk Indy dari belakang."Sinting kamu yeh, bapak kamu ampe masuk RS cuman gara-gara tau anaknya ngelayap ama si Ferry monyong itu," maki Indy kesal sambil berbalik dan mendelik ke arah Almira."Dih, ngambek ... dah kaya ibu sambung aku aja," ucap Almira santai sambil duduk di samping Indy."Awas kamu yeh, kalau aku jadi ibu sambung kamu. Aku kurung kamu kalau bikin bapak kamu masuk RS lagi," ucap Indy sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengunci pintu.Hampir dua minggu setelah kejadian Indy mengurusi Dimas. Setelah Indy pura-pura tidur untungnya Almira datang dan menangis meminta maaf pada Dimas."Tapi, karena itu kamu bisa magang di sini kan," ucap Almira sambil merentangkan tangannya dan menunjuk ke arah tulisan PT. Berlian Technology and innovation."Iya sih," sahut Indy yang memang sedang mencari tempat magang yang bisa memuluskan dirinya untuk mendapatkan nilai A di mata kuliah inte
"Maaf permisi waktunya minum O ...." Suster tersebut tidak melanjutkan perkataannya dan malah berdiri mematung menatap Indy juga Dimas yang terlihat sangat mesra.Spontan Indy dan Dimas melihat ke arah sumber suara, lalu dengan cepat Indy mendorong Dimas hingga lelaki itu terjengkang."Astaga, Indy," maki Dimas yang kaget karena di dorong. Rasanya ia ingin meremas kepala Indy yang membuatnya kalang kabut. Sebentar-sebentar menggodanya, lalu melemparnya, lalu menggodanya lagi dan jangan lupa menyindir dirinya jompo! Ampun ... benar-benar anak ini."Eh maaf, Om ... maaf, Indy nggak sengaja? Sakit?" tanya Indy spontan sambil menyentuh bagian-bagiam tubuh Dimas secara serampangan. "Udah ... udah, udah." Dimas berteriak kesal karena apa yang Indy lakukan lagi-lagi membuat ia harus menggemeretakan giginya menahan hasrat. Baju tidur yang Indy kenakan benar-benar membuat nafsu Dimas hampir meledak."Ehem ...."Suara itu langsung membuat Indy dan Dimas terdiam dan menoleh kembali ke sumber su
"Indy!" teriak Dimas frustasi, terkadang dia kesal setengah mati dengan sahabat anaknya ini. Entah polos, entah pura-pura bodoh atau bahkan terlalu pintar hingga cara Indy menggoda dirinya kadang diluar nalar.Dimas lelaki yang sudah makan asam garam dunia percintaan, mungkin dia menikah muda hingga sudah memiliki anak berusia 23 tahun di usianya yang baru 44 tahun. Tapi, menduda selama 10 tahun membuat ia menemukan berbagai macam bentuk wanita.Semua godaan wanita dari yang terhalus sampai terfrontal pernah ia rasakan, dari wanita yang murahan hingga yang terlihat mahal namun liar di ranjang pernah ia rasakan. Tapi, mendapatkan godaan dari gadis bau kencur seperti Indy benar-benar membuat dia tak habis pikir!Namun, yang gilanya kenapa dia akhir-akhir ini merasa tertarik dengan Indy! Padahal dulu dia hanya menganggap gadis itu hanya anak perempuan bau kencur bukan wanita yang memliki daya tarik seksual yang membuat ia harus menahan ledakan hasratnya sendiri. Gila!"Om, nggak salah ur
"Nggak waras kamu Indy!!!""Hah?" Indy kaget saat mendengar perkataan Dimas sampai tanpa sadar ia menunjuk hidungnya sendiri, "Aku? Nggak waras?"Dimas langsung melemparkan berkasnya ke atas pahanya dan membuka kacamata miliknya. Jemarinya memijat-mijat kedua matanya, sambil sesekali memanggil nama Indy dengan frustasi."Cobaan apa lagi ini, Tuhan," batin Dimas sambil berusaha menenangkan hati juga pikirannya dan sesuatu yang tanpa permisi sedikit mengeras di antara kedua pahanya. "Om kenapa sih? Indy ini cuman mau liat Om, katanya Om sakit?" tanya Indy bingung kenapa Dimas bereaksi berlebihan akan kedatangannya. "Aku diminta sama Almira buat ngurus Om, dia katanya baru datang nanti siang."Sekali lagi Indy berdusta karena sejujurnya dia tidak tau kapan pastinya Almira datang apalagi kalau seandainya Almira tahu keadaan Dimas yang baik-baik saja. Dimas menggeleng dan menengadah sambil sesekali melirik Indy yang berjalan mendekati dirinya. Matanya mengerjap berusaha untuk tidak melih
Kring ... Kring ....Suara dering dari ponsel Indy membuat gadis itu berjuang membuka matanya. Tangannya bergerak-gerak mencari ponselnya sedangkan bibirnya berkomat-kamit memaki orang yang meneleponnya di pagi hari."Orang gila mana yang nelepon jam ...." Indy menggantungkan perkataannya sambil melirik ke arah jam dinding, "jam empat subuh! Ngapain Almira!!!"Mata Indy langsung membulat sempurna, cacian dan hinaan makin banyak Indy keluarkan dari bibirnya. Indy bukan morning person hal itu membuat dia sangat sulit untuk bangun pagi dan membenci manusia-manusia tidak waras yang menelepon sepagi itu."Iya halo ape?" tanya Indy dengan suara yang sedikit membentak dan ketus. Sumpah kalau bukan hal penting, Indy akan ngamuk sengamuk ngamuknya. "Apa Almira? Kamu gila yah, nelpon jam 4 subuh? Mau nyuruh kajian rohani?""Indy tolong!"Spontan Indy membangunkan tubuhnya dan mengerjap, "Kenapa? Kamu kenapa? Ada apa? Ferry ngapain kamu?" Indy langsung memberondang Almira dengan berbagai macam p
"Otak kamu nggak waras, yah!" sentak Dimas geram.Indy yang saat itu sedang duduk di depan Dimas hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya, "Ih ... Om kasar, Indy nggak suka."Dimas hanya bisa mengambil napas sebanyak-banyaknya dan mencoba menenangkan diri dari kelakuan Indy yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat anak semata wayangnya. Almira."Om, nggak boleh kasar-kasar ... nanti ...." Indy berdiri dan berjalan ke arah Dimas dan menarik lengan baju pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya, "Om, jadi suka sama Indy loh, Om."Dimas mengangkat tangannya lalu menyentuh kening Indy berusaha mengecek suhu tubuh perempuan di sampingnya, dia takut Indy demam hingga melakukan tindakan-tindakan bodoh contohnya seperti saat ini. Merayunya."Om ...." Indy mengedipkan kedua matanya beberapa kali mencoba untuk menggoda Dimas. Pria yang umurnya hampir dua kali lipat dari umur dirinya."Indy, kamu kalau sakit berobat ke rumah sakit, bukan ke sini." Dimas kemudian berdiri dan membenarkan pa