Share

Bab 6. Gio

Author: Maspanci
last update Last Updated: 2025-10-06 15:10:40

"Terima kasih banget sahabat sejatiku, sebumi dan setanah air ku," ucap Almira sambil memeluk Indy dari belakang.

 

"Sinting kamu yeh, bapak kamu ampe masuk RS cuman gara-gara tau anaknya ngelayap ama si Ferry monyong itu," maki Indy kesal sambil berbalik dan mendelik ke arah Almira.

 

"Dih, ngambek ... dah kaya ibu sambung aku aja," ucap Almira santai sambil duduk di samping Indy.

 

"Awas kamu yeh, kalau aku jadi ibu sambung kamu. Aku kurung kamu kalau bikin bapak kamu masuk RS lagi," ucap Indy sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengunci pintu.

 

Hampir dua minggu setelah kejadian Indy mengurusi Dimas. Setelah Indy pura-pura tidur untungnya Almira datang dan menangis meminta maaf pada Dimas.

 

"Tapi, karena itu kamu bisa magang di sini kan," ucap Almira sambil merentangkan tangannya dan menunjuk ke arah tulisan PT. Berlian Technology and innovation.

 

"Iya sih," sahut Indy yang memang sedang mencari tempat magang yang bisa memuluskan dirinya untuk mendapatkan nilai A di mata kuliah intership.

 

"Makanya, itu adalah win-win solution," ucap Almira yakin sambil menepuk bahu Indy. 

 

"Win-win solution pala lo!" seru Indy kesal namun tak bisa marah pada sahabatnya itu. Mengenal Almira dari SMP kelas 3 hingga sekarang membuat Indy hapal betul kelakuan sahabatnya itu.

 

"Dahlah, selamat bekerja ... aku mau perpanjang dulu visa pelajar aku lagi, aku kan mau ninggalin kamu," ucap Almira yang memang sedang kuliah S2 di Australia dan saat ini sedang berlibur musim panas ke Indonesia sambil memperpanjang visa-nya.

 

"Sombong!"

 

"Salah kamu sendiri cuti ampir dua tahun kuliah, jadi kutinggal kan," ucap Almira sambil mengedipkan sebelah matanya dan berlalu dari sana.

 

"Untung temen coba kalau bukan udah aku remes kamu," ucap Indy kesal sambil kembali berjalan ke arah meja kerjanya. 

 

Belum sempat ia duduk tiba-tiba ada beberapa berkas yang mendarat di depannya. "Apa ini?" tanya Indy spontan sambil melihat orang yang sedang berdiri menjulang di hadapannya.

 

"Kerjaan, emang lo sangka apa?" tanya Gio. Gio adalah kepala sub team Public Relation yang salah satu anggota teamnya adalah Indy. 

 

"Saya semuanya?" tanya Indy kaget karena kerjaan intinya pun belum Indy selesaikan tapi kenapa tiba-tiba ia diminta untuk mengerjakan pekerjaan entah milik siapa.

 

"Iya, kamu sangka di sini ada orang lain? Udah kerjain itu, Tia nggak masuk jadi kerjaan dia, kamu dulu yang handle," ucap Gio santai sambil menepuk tumpukan map di hadapan lalu berlalu dari hadapan Indy.

 

Indy hanya bisa mengerjapkan matanya dan melihat apa saja pekerjaan Tia. Gila ... kerjaan pegawai tetap harus dia kerjakan sendirian? Sinting! 

 

Dengan cepat ia berdiri dan mengejar Gio, beberapa kali ia mencari Gio dan mendapati pria itu sedang di pantry. 

 

"Pak, saya nggak mungkin kerjain semua pekerjaan Mbak Tia, saya nggak terlalu paham dan takutnya kerja dua kali karena banyak salahnya," ungkap Indy yang memang tidak terlalu paham dengan pekerjaan Tia yang menghandel komunikasi eksternal, sedangkan dia bagian copy writer. 

 

"Yah kamu kerjain aja coba," ucap Gio sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding dan melihat Indy dari atas ke bawah.

 

"Tapi, saya butuh waktu lebih lama untuk memahaminya, Pak. Bagaimana kalau dibagi dengan yang lain, jadi pekerjaan lebih cepat dan waktu tidak terbuang," bujuk Indy yang tiba-tiba membayangkan mengerjakan pekerjaan Tia plus pekerjaannya juga.

 

"Nggak bisa, orang lain juga banyak kerjaan dan lagi, aku liat kamu cekatan. Aku yakin kamu bisa ngerjain semuanya," ungkap Gio sambil tersenyum manis. Gio memperhatikan Indy dari atas ke bawah dan baru menyadari kalau wanita itu manis dan cantik. 

 

"Pak ta—"

 

"Coba kerjain dulu, Indy, kalau kamu nggak bisa nanti kamu tanya saya. Saya ada di ruangan," ucap Gio sambil meninggalkan Indy namun, matanya tidak lepas ke arah tubuh Indy yang terlihat menggoda padahal pakaian yang Indy kenakan sopan.

 

Indy hanya bisa menghela napas dan kembali ke mejanya. Selama beberapa jam ia mengerjakan pekerjaan Tia dan juga pekerjaan dirinya sampai ia tidak sadar waktu sudah menunjukan makan siang. Beberapa temannya mengajaknya makan siang namun, ia menolaknya karena masih mengerjakan banyak pekerjaan. Sialan kau Gio!

 

"Masih lama?"

 

"Masih," jawab Indy ketus dan ia tahu kalau yang bertanya saat itu adalah Gio, rasa kesal membuat ia hapal nada suara Gio yang menyebalkan.

 

"Bisa?"

 

"Bisa," sahut Indy cepat sambil menutup map dan melihat ke arah Gio kesal, "kenapa? Mau bantuin?" tanya Indy ketus, peduli setan kalau Gio adalah kepala sub teamnya.

 

"Bisa, tapi ada bayarannya?" ucap Gio yang entah sejak kapan ia mulai memperhatikan Indy. Anak magang yang selalu ceria dan hobi memeriahkan suasana.

 

"Berapa?" tanyq Indy polos sambil mengambil dompetnya untuk mengambil lembaran uang. Dia lebih baik menggunakan uang makan siangnya dan kelaparan selama 2 bulan dari pada mengerjakan pekerjaan sialan itu!

 

"Bukan uang, aku mau yang lain," bisik Gio sambil mengedipkan sebelah matanya.

 

Indy menatap Gio jijik, merinding tubuhnya membayangkan permintaan Gio. Gio ganteng tapi, bukan tipenya. Tipenya itu yang tua-tua, makin tua makin bagus. Dimas contohnya. "Nggak deh, aku kerjain sendiri aja."

 

Indy berdiri dan bersiap berjalan ke kamar mandi untuk meninggalkan Gio, tapi, tertahan karena Gio menangkap tangannya dan menariknya.

 

"Kamu yakin nggak mau?" tanya Gio.

 

"Nggak, aku nggak mau dan lepas!" sentak Indy sambil menarik tangannya yang terasa sangat sakit di cengkeram Gio.

 

"Yakin? Kamu sadar aku siapa kan? Dan kamu sadar nilai kamu itu aku yang urus?" Gio mencoba mengancam Indy, berharap gadis itu takluk.

 

"Dih ... bodo amat, nggak mau yah nggak mau, lepas!" sentak Indy sambil berusaha melepaskan cengkeraman Gio.

 

"Nggak usah teriak-teriak! Nggak bakal ada yang nolongin kamu." Gio mencengkeram makin erat tangan Indy dan hampir membuat Indy menangis.

 

"Lepas, sakit," isak Indy yang mulai bingung bagaimana ia melepaskan diri dari lelaki kurang waras di hadapannya, "aku laporin kamu yah!"

 

"Laporin aja, laporin aja ... emang siapa yang berani nentang aku di perusahaan ini?" tanya Gio sambil menarik tubuh Indy yang mungil.

 

Indy yang kalut makin menahan tangisnya, air matanya sudah menggenang di pelupuk mata. Ini kali pertama dia berurusan dengan lelaki kurang wars seperti Gio. "Lepasin!"

 

"Nggak aku nggak ma—"

 

Tiba-tiba terdengar suara yang berat namun berwibawa di belakang Gio, "Lepasin Indy atau aku pecahkan kepala kamu!!!"

 

Brakk ....

 

•••

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 16 Tak Sengaja Menggoda

    Sepanjang rapat Dimas hanya bisa mencuri-curi pandang ke arah Indy yang dengan luwes mengartikan semua perkataannya dan juga mensingkronkan dengan semua gambar juga berkas-berkas yang sudah ada di tangan Mister Chen dan semua anak buahnya.Rapat berjalan sangat lancar dan dengan gemilangnya Dimas mendapatkan kontrak yang ia inginkan dan bahkan dengan keuntungan yang tidak bisa Dimas bayangkan. Mister Chen sepertinya terpesona dengan keluwesan Indy."Tadi itu apa?" tanya Dimas setelah semua orang keluar dan hanya ada mereka berdua di ruangan. "Rapat," ucap Indy sambil menyelipkan rambutnya ke kuping membuat Dimas bisa melihat leher Indy yang jenjang.Dimas berusaha menahan hasratnya untuk menarik Indy ke pangkuannya lalu menarik kemeja yang menutupi setiap lekuk tubuh gadis itu, "Bukan rapatnya Indya tapi ....""Tapi ... kenapa aku bisa Bahasa Mandarin?" tanya Indy sambil tersenyum senang karena akhirnya ia bisa menunjukkan bakat terpendamnya."Kamu kan nggak pernah les Mandarin setah

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 15. Terpukau

    "Pak Rei kenapa?" tanya Indy yang bingung melihat Rei berjalan mondar mandir di depan ruangan rapat yang akan Dimas pakai lima belas menit lagi untuk bertemu dengan salah satu petinggi perusahaan Jiayou."Astaga kenapa anda udah di sini? Mana Pak Dimas?" tanya Rei panik sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencoba mencari Dimas."Pak Dimas masih di kamar, katanya dia mau bersiap. Saya ke sini duluan karena mau nyiapin ruangan." Indy mengangkat beberapa map yang sudah ia siapkan. "Dan lagi, saya baru selesai benerin jadwal yang anda buat. Pak Rei ngaco."Rei mengangguk, "Saya memang sedang dalam mode banyak masalah yang ...." Rei terdiam dan berpikir apakah harus ia menceritakan masalahnya pada Indy. Rasanya ia dan Indy tidak sedekat itu hingga ia harus memberitahukan kehidupan pribadinya. To much informasion.Indy yang seolah paham hanya mengangkat salah satu tangannya dan berkata, "Is oke ... semua orang punya masalah, ingat masalah itu akan berlalu tapi buat anda kayanya masalahnya m

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 14. Merosot

    "Aku masih perawan, Om!" Seketika itu juga gerakan jari Dimas terhenti, membuat Indy bersyukur sekaligus kesal karena ia suka jemari itu bergerak di bagian paling sensitif tubuhnya. Candu."Kamu nggak lagi mainin aku kan?" tanya Dimas sambil tertawa karena tebakannya benar. Pengalaman hidup membuat dia mampu menebak apalah Indy ini masih perawan atau bukan.Indy langsung menggeleng sambil menjauhi Dimas, otaknya saat ini kembali mengambil alih tubuh, hati dan juga pikirannya membuat ia kembali berpikir jernih dan waras tidak terbius dalam godaan penuh nikmat dari Dimas."Kamu beneran masih?"Indy mengangguk secepat mungkin, bahkan ia merasa kepalanya hampir lepas dari lehernya saking kerasnya Indy mengangguk. "Masih Om ... aku walau genit, nakal dan nyebelin ke Om tapi, aku masih perawa ... sumpah pramuka, Om."Seketika itu juga Diman tertawa keras mendengar perkataan Indy, celananya tiba-tiba tidak sempit lagi dan suhu tubuhnya sudah berangsur-angsur kembali normal. Bersama Indy mema

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 13. Sentuhan Hangat

    "Hah?" Seketika itu juga Indy merasa tuli, ia seolah tidak mendengar suara apa pun juga. Jantungnya hampir meloncat dari wadahnya saat buku-buku jari Dimas menyentuh pipinya dan bergerak ke arah bibir.Dimas memiringkan kepalanya dan berbisik pelan ke kuping Indy, "Om mau jadi Sugar Daddy kamu, Indy.""A-ah ...." desah Indy tiba-tiba saat ia merasakan hembusan napas Dimas di kupingnya. Hembusan itu terasa hangat dan mampu mematik gairah yang selama ini terkubur di dalam dirinya.Tubuh Indy bergetar hebat saat merasakan pucuk hidung Dimas yang bergerak sensual di telinganya. Entah kenapa tiba-tiba saya Indy tak mampu untuk bernapas lagi, seolah semua udara di muka bumi menolak untuk mengisi paru-paru Indy. "Kamu tau kan, apa yang dilakukan Sugar Daddy bersama Sugar Baby-nya?" tanya Dimas pelan sambil menjilat ujung telinga Indy hingga kembali lagi kuping Dimas dimanjakan oleh suara sensual Indy yang membuat gairahnya meronta memaksa Dimas untuk dipuaskan."A-aku ...." Indy mungkin gen

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 12. Sebuah Jawaban Manis

    "Kamu di mana, Nak?""Di cina," jawab Indy singkat sambil menutup pintu kamar hotelnya. Baru tiga puluh menit yang lalu Indy sampai di salah satu hotel terbaik di Guangzhou Cina."Ngapain? Kamu mau jadi TKW, Nak?" "Ya salam, Bu ... ngapain Indy jadi TKW. Kan Indy masih kuliah dan lagi Indy lagi magang." Indy tertawa kecil mendengar celotehan Ibunya Andini. "Yah abis kamu tiba-tiba ke Cina. Kemarin kamu udah bilang sih, cuman Ibu kaget aja tiba-tiba kamu udah di Cina. Kamu nggak ada cita-cita buat daftar jadi pegawai di kebun binatang di Cina, kan?" tanya Andini dengan menahan tawanya akibat membayangkan Indy menjadi pelatih panda."Walaupun Indy suka banget panda tapi, Indy nggak mau jadi pengurusnya Ibu," kekeh Indy yang juga membayangkan dirinya menggendong panda ke mana-mana."Kamu di sana sama siapa dan kenapa kamu yang di ajak ke Cina? Kenapa nggak orang lain?" tanya Andini yang bingung kenapa tiba-tiba anaknya diminta untuk perjalanan dinas padahal dia masih anak magang.Indy

  • Godaan Hasrat Pria Terlarang   Bab 11. Huru Hara di Bandara

    "Pak Rei ... Pak," panggil Indy sesaat setelah sampai di bandara."Iya Indy kenapa?" tanya Rei yang sedang sibuk mengurus sesuatu di ponselnya."Ini beneran aku ke Cina sekarang?" tanya Indy yang bingung sambil melihat ke sekeliling Bandara. "Tiket kamu sudah ada dan paspor kamu juga sudah ada. Semua sudah selesai, cuman jujur memang kemarin aku sibuk banget sampai lupa hubungi kamu ulang. Jadi, cuman hubungi kamu via email dan ternyata malah masuk ke spam," terang Rei sambil melirik Indy yang saat ini menatapnya kebingungan.Rasanya Rei ingin menepuk kepala Indy dan mengusapnya karena saat ini Indy terlihat seperti anak anjing yang kebingungan dan meminta perhatian. Menggemaskan. "Hah ... pantas saja Pak Dimas memberikan perhatian khusus pada Indy. Selain Indy itu sahabat anaknya, Indy pun terlihat sangat menggemaskan dan juga cantik," ucap Rei di dalam hati sambil tersenyum tulus."Tapi, Pak ... Bapak yakin perginya sekarang banget?" tanya Indy sambil menggaruk kepalanya yang tiba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status