"Indy!" teriak Dimas frustasi, terkadang dia kesal setengah mati dengan sahabat anaknya ini. Entah polos, entah pura-pura bodoh atau bahkan terlalu pintar hingga cara Indy menggoda dirinya kadang diluar nalar.
Dimas lelaki yang sudah makan asam garam dunia percintaan, mungkin dia menikah muda hingga sudah memiliki anak berusia 23 tahun di usianya yang baru 44 tahun. Tapi, menduda selama 10 tahun membuat ia menemukan berbagai macam bentuk wanita. Semua godaan wanita dari yang terhalus sampai terfrontal pernah ia rasakan, dari wanita yang murahan hingga yang terlihat mahal namun liar di ranjang pernah ia rasakan. Tapi, mendapatkan godaan dari gadis bau kencur seperti Indy benar-benar membuat dia tak habis pikir! Namun, yang gilanya kenapa dia akhir-akhir ini merasa tertarik dengan Indy! Padahal dulu dia hanya menganggap gadis itu hanya anak perempuan bau kencur bukan wanita yang memliki daya tarik seksual yang membuat ia harus menahan ledakan hasratnya sendiri. Gila! "Om, nggak salah urat kan? Kenapa itu bisa ada yang keras? Om sakit apa?" tanya Indy khawatir dengan keadaan Dimas. Rasanya dia tidak tega memikirkan nasib sahabatnya yang sudah kehilangan ibunya 10 tahun yang lalu dan sekarang harus kehilangan ayahnya. "Kamu mending duduk di sana," perintah Dimas sambil menunjuk sofa yang ada di samping, "duduk diam dan jangan melakukan apa pun juga. Duduk aja, duduk," pinta Dimas yang walaupun kesal dengan Indy, ia tak tega untuk mengusir anak tersebut. "Om, emang Om nggak capek apa kerja terus?" tanya Indy sambil melihat Dimas yang saat ini sedang membolak-balik kertas. "Hmm ...." "Padahal Om yang punya perusahaannya, kenapa harus kerja terus sih? Mending om suruh anak buah Om yang kerjain, kan enak. Om bisa leyeh-leyeh," lanjut Indy. "Kalau nggak diawasi bisa kacau, Indy," ucap Dimas. "Tapi kan, perusahaan Om udah maju banget. Produk-produk Om pun udah banyak di mana-mana, siapa yang nggak tau produk skincare, make up dari Berlian group? Kayanya ampir semua orang yang aku kenal pake deh barang-barang dari brand Berlian," cerocos Indy yang tahu kalau ayah sahabatnya ini seorang Dirut dari salah satu perusahaan skincare, kosmetik dan kebutuhan wanita lainnya. Dimas tanpa sadar tersenyum, "Tapi, kan sekarang banyak pesaing." Dimas tiba-tiba saja ingin berbagi beban pekerjaannya dengan Indy. Jujur usaha kosmetik dan skincare saat ini sedang naik turun akibat gempuran product murah dari cina, makloon, barang KW dan product-product influencer yang belum tentu kepastian BPOM-nya. "Tapi, iklan produk Berlian bagus, walau ada miss di beberapa bagian." Indy yang kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi tiba-tiba ingin mengutarakan pandangannya. "Bagian mana?" tanya Dimas penasaran. "Brandingnya kurang, kaya produk Mina by Berlian itu kan pasarnya untuk anak muda. Yang, Gen Z kan, tapi, kenapa BA-nya Dian Sastro?" Indy berdiri lalu mengangkat kedua tangannya saat melihat Dimas akan protes, "Oke .. oke, Indy paham, siapa yang nggak kenal Dian Sastro, dia cantik, menarik, pintar, tapi ... kurang gen Z. Itu bakal bikin pembeli bingung ...." Dimas sama sekali tidak fokus mendengarkan penjelasan Indy, di sana ia hanya terpukau akan kecerdasan Indy. Indy yang dia kenal adalah seorang anak bersuara cempreng, tidak bisa diam, petakilan, seenaknya dan menyebalkan. Bukan Indy yang saat ini sedang menjelaksan tentang masalah branding sebuah product, terlihat cerdas, menawan dan sumpah demi apa pun dengan terlihat sexy karena mengenakan baju tidur yang menunjukkan kaki yang mulus, leher yang jenjang dan bokong yang sangat pas digenggaman Dimas. Plak!! "Eh Om kenapa?" tanya Indy bingung saat melihat Dimas yang tiba-tiba saja menampar pipinya sendiri. "Nyamuk," jawab Dimas pendek. Dimas tidak mungkin jujur kalau dia menampar pipinya sendiri untuk menyadarkannya dari lamunan erotis akibat memperhatikan tubuh Indy. "Dih, rada aneh Om ini ... masa rumah sakit semewah ini ada nyamuk," ucap Indy bingung, ia berjalan ke arah Dimas, "Om ... mending Om istirahat ajalah. Tidur gitu," ucap Indy sambil mengambil berkas-berkas di tangan Dimas. Tangan Indy dengan cekatan membereskan berkas-berkas dan menyimpannya di meja. Indy pun mengatur posisi tempat tidur Dimas, mengambil bantal dan menyusunnya, berusaha memberikan kenyamanan untuk Dimas tanpa tahu kalau saat ini ia sedang menggoda Dimas. "Kamu ngapain?" tanya Dimas kikuk saat ia berusaha tetap waras karena saat ini matanya di manjakan dengan lekukan payudara Indy yang bergerak ke kanan dan ke kiri sedangkan pemiliknya tampak santai membenarkan posisi bantal. Dimas menggemerutukan giginya saat ia merasakan wangi tubuh dan halusnya kulit Indy saat Indy tak sengaja mencondongkan badannya ke arah wajah Dimas hingga membuat pria itu dapat mencium leher Indy. "Sudahlah, Om ... tidur lah, Om ini kecapean kerja bukan emosi karena tau kalau Almira ke Pulau Seribu," ucap Indy yang tidak sadar kalau saat ini ia sedang membangunkan macan yang sedang tidur. "Kamu sadar nggak sih sama kelakuan kamu?" tanya Dimas sambil menatap Indy yang saat ini sedang menatap dirinya. "Om, jangan mengalihkan pembicaraan, Om tuh harus istirahat. Inget, Om tuh dah jompo, dah tua ... stamina sudah sulit, Om, sulit," cerocos Indy sambil mendorong Dimas berusaha untuk merebahkan badan tanpa sadar kalau tindakannya membuat bibirnya berjarak beberapa inci saja dari bibir Dimas. "Kamu mau coba?" tanya Dimas dengan suara yang membuat Indy menghentikan aksinya dan kaget mendapati Dimas yang manatap Indy penuh hasrat. "Om," bisik Indy sambil menggigit bagian bawah bibirnya namun tak berusaha untuk melapaskan diri dari sorot mata Dimas yang seolah memerangkapnya untuk diam. "Jangan main api, Indy," bisik Dimas lagi sambil mendekatkan bibirnya ke bibir Indy hingga bibir mereka begesekan setiap Dimas mengambil napas berjuang untuk meredam raungan gairah di tubuhnya. Tubuh Indy menegang, tangannya terkepal dan napasnya tercekat, namun, bibirnya terasa manis akibat gesekan kecil yang Dimas lakukan. Seluruh tubuhnya menjerit meminta lebih, memaksa Indy untuk meraup lebih banyak lagi rasa manis nan lembut dari bibir Dimas. "A-aku ...." •••"Terima kasih banget sahabat sejatiku, sebumi dan setanah air ku," ucap Almira sambil memeluk Indy dari belakang."Sinting kamu yeh, bapak kamu ampe masuk RS cuman gara-gara tau anaknya ngelayap ama si Ferry monyong itu," maki Indy kesal sambil berbalik dan mendelik ke arah Almira."Dih, ngambek ... dah kaya ibu sambung aku aja," ucap Almira santai sambil duduk di samping Indy."Awas kamu yeh, kalau aku jadi ibu sambung kamu. Aku kurung kamu kalau bikin bapak kamu masuk RS lagi," ucap Indy sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengunci pintu.Hampir dua minggu setelah kejadian Indy mengurusi Dimas. Setelah Indy pura-pura tidur untungnya Almira datang dan menangis meminta maaf pada Dimas."Tapi, karena itu kamu bisa magang di sini kan," ucap Almira sambil merentangkan tangannya dan menunjuk ke arah tulisan PT. Berlian Technology and innovation."Iya sih," sahut Indy yang memang sedang mencari tempat magang yang bisa memuluskan dirinya untuk mendapatkan nilai A di mata kuliah inte
"Maaf permisi waktunya minum O ...." Suster tersebut tidak melanjutkan perkataannya dan malah berdiri mematung menatap Indy juga Dimas yang terlihat sangat mesra.Spontan Indy dan Dimas melihat ke arah sumber suara, lalu dengan cepat Indy mendorong Dimas hingga lelaki itu terjengkang."Astaga, Indy," maki Dimas yang kaget karena di dorong. Rasanya ia ingin meremas kepala Indy yang membuatnya kalang kabut. Sebentar-sebentar menggodanya, lalu melemparnya, lalu menggodanya lagi dan jangan lupa menyindir dirinya jompo! Ampun ... benar-benar anak ini."Eh maaf, Om ... maaf, Indy nggak sengaja? Sakit?" tanya Indy spontan sambil menyentuh bagian-bagiam tubuh Dimas secara serampangan. "Udah ... udah, udah." Dimas berteriak kesal karena apa yang Indy lakukan lagi-lagi membuat ia harus menggemeretakan giginya menahan hasrat. Baju tidur yang Indy kenakan benar-benar membuat nafsu Dimas hampir meledak."Ehem ...."Suara itu langsung membuat Indy dan Dimas terdiam dan menoleh kembali ke sumber su
"Indy!" teriak Dimas frustasi, terkadang dia kesal setengah mati dengan sahabat anaknya ini. Entah polos, entah pura-pura bodoh atau bahkan terlalu pintar hingga cara Indy menggoda dirinya kadang diluar nalar.Dimas lelaki yang sudah makan asam garam dunia percintaan, mungkin dia menikah muda hingga sudah memiliki anak berusia 23 tahun di usianya yang baru 44 tahun. Tapi, menduda selama 10 tahun membuat ia menemukan berbagai macam bentuk wanita.Semua godaan wanita dari yang terhalus sampai terfrontal pernah ia rasakan, dari wanita yang murahan hingga yang terlihat mahal namun liar di ranjang pernah ia rasakan. Tapi, mendapatkan godaan dari gadis bau kencur seperti Indy benar-benar membuat dia tak habis pikir!Namun, yang gilanya kenapa dia akhir-akhir ini merasa tertarik dengan Indy! Padahal dulu dia hanya menganggap gadis itu hanya anak perempuan bau kencur bukan wanita yang memliki daya tarik seksual yang membuat ia harus menahan ledakan hasratnya sendiri. Gila!"Om, nggak salah ur
"Nggak waras kamu Indy!!!""Hah?" Indy kaget saat mendengar perkataan Dimas sampai tanpa sadar ia menunjuk hidungnya sendiri, "Aku? Nggak waras?"Dimas langsung melemparkan berkasnya ke atas pahanya dan membuka kacamata miliknya. Jemarinya memijat-mijat kedua matanya, sambil sesekali memanggil nama Indy dengan frustasi."Cobaan apa lagi ini, Tuhan," batin Dimas sambil berusaha menenangkan hati juga pikirannya dan sesuatu yang tanpa permisi sedikit mengeras di antara kedua pahanya. "Om kenapa sih? Indy ini cuman mau liat Om, katanya Om sakit?" tanya Indy bingung kenapa Dimas bereaksi berlebihan akan kedatangannya. "Aku diminta sama Almira buat ngurus Om, dia katanya baru datang nanti siang."Sekali lagi Indy berdusta karena sejujurnya dia tidak tau kapan pastinya Almira datang apalagi kalau seandainya Almira tahu keadaan Dimas yang baik-baik saja. Dimas menggeleng dan menengadah sambil sesekali melirik Indy yang berjalan mendekati dirinya. Matanya mengerjap berusaha untuk tidak melih
Kring ... Kring ....Suara dering dari ponsel Indy membuat gadis itu berjuang membuka matanya. Tangannya bergerak-gerak mencari ponselnya sedangkan bibirnya berkomat-kamit memaki orang yang meneleponnya di pagi hari."Orang gila mana yang nelepon jam ...." Indy menggantungkan perkataannya sambil melirik ke arah jam dinding, "jam empat subuh! Ngapain Almira!!!"Mata Indy langsung membulat sempurna, cacian dan hinaan makin banyak Indy keluarkan dari bibirnya. Indy bukan morning person hal itu membuat dia sangat sulit untuk bangun pagi dan membenci manusia-manusia tidak waras yang menelepon sepagi itu."Iya halo ape?" tanya Indy dengan suara yang sedikit membentak dan ketus. Sumpah kalau bukan hal penting, Indy akan ngamuk sengamuk ngamuknya. "Apa Almira? Kamu gila yah, nelpon jam 4 subuh? Mau nyuruh kajian rohani?""Indy tolong!"Spontan Indy membangunkan tubuhnya dan mengerjap, "Kenapa? Kamu kenapa? Ada apa? Ferry ngapain kamu?" Indy langsung memberondang Almira dengan berbagai macam p
"Otak kamu nggak waras, yah!" sentak Dimas geram.Indy yang saat itu sedang duduk di depan Dimas hanya bisa memamerkan deretan gigi putihnya, "Ih ... Om kasar, Indy nggak suka."Dimas hanya bisa mengambil napas sebanyak-banyaknya dan mencoba menenangkan diri dari kelakuan Indy yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat anak semata wayangnya. Almira."Om, nggak boleh kasar-kasar ... nanti ...." Indy berdiri dan berjalan ke arah Dimas dan menarik lengan baju pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya, "Om, jadi suka sama Indy loh, Om."Dimas mengangkat tangannya lalu menyentuh kening Indy berusaha mengecek suhu tubuh perempuan di sampingnya, dia takut Indy demam hingga melakukan tindakan-tindakan bodoh contohnya seperti saat ini. Merayunya."Om ...." Indy mengedipkan kedua matanya beberapa kali mencoba untuk menggoda Dimas. Pria yang umurnya hampir dua kali lipat dari umur dirinya."Indy, kamu kalau sakit berobat ke rumah sakit, bukan ke sini." Dimas kemudian berdiri dan membenarkan pa