YES! Kaisar mengepal erat buku tangannya dengan senyum miring yang mengembang saat mata jelinya menangkap kalau Nara sudah pergi ke belakang karena dress nya ketumpahan air. “Mas, perintahnya sudah saya laksanakan ya.” ucap pelayan wanita sambil menunduk ke arah Kaisar. “Iya, gue tau kok. Kerja bagus ya. Ingat, jangan bilang siapa-siapa. Kalau sampai bocor, gue pastiin lo pelakunya.”“I—iya Mas. Saya paham.” Pelayan wanita itu pun beredar dari hadapan Kaisar. Seperti peringatan Kaisar barusan, tidak boleh ada yang tahu kalau dia sengaja menumpahkan minuman ke dress Nara atas perintah Kaisar. Kaisar pun dengan tidak sabaran namun berhati-hati mengekori Nara ke kamar mandi. Nara pun tampaknya tak menyadari kalau dia sedang diikuti, hingga tangannya dicekal oleh Kaisar dari belakang dan otomatis dia berputar haluan menghadap pria itu. Mata Nara seperti mau melompat dari kedudukannya begitu juga dengan jantungnya. “Lo? Ngapain ngikutin gue ke mari?” Alih-alih menjawab, Kaisar malah
Di luar di antara orang ramai sedang menikmati hidangan, Rega tampak bolak-balik mengecek jam tangan. Pasalnya, Nara belum juga pulang dari belakang, sudah hampir 20 menit berlalu. Hanya mencuci dress yang ketumpahan tidak perlu selama itu, kan? “Nara mana sih? Apa gue susul aja?” Rega bertanya dengan dirinya sendiri, kemudian keningnya terlihat berkerut. “Nggak usah aja deh. Apa kata orang kalau ada yang melihat gue di depan toilet cewek?” putusnya kemudian. Hal serupa juga terjadi pada Luna. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling demi mencari keberadaan suaminya, tapi tak kunjung ketemu. “Di mana sih dia? Bahkan dihari penting begini dia tak mau mendampingi aku sampai akhir. Dasar! Suami gila. Awas saja kalau sampai dia pergi menemui pacar barunya itu.” ***Aldo, karyawan pria satu-satunya yang dipekerjakan Luna kebetulan sedang mengecek sesuatu di belakang ketika tiba-tiba mendengar suara srat-sret seperti suara gesekan sepatu di loron
“Yang tadi itu, bukankah suaminya Luna? Siapa namanya? Kaisar? Kenapa dia keluar dari toilet bersama seorang wanita?” Rupanya Aldo tidak langsung pergi setelah tidak mendengar bunyi srat-sret di lorong menuju toilet tadi, dia sengaja bersembunyi untuk melihat siapa yang kemudian keluar dari sana. Dan siapa yang dia temukan? Kaisar bersama seorang wanita muda. Apa dia berselingkuh dari Luna? Apa Luna sudah tahu? Apa itu sebabnya Luna terlihat tidak baik belakang ini? Lalu, begitu Aldo keluar, ia mendapati penampakan aneh dan membingungkan. Wanita muda yang tadi bersama Kaisar malah menghampiri seorang pemuda yang baru dikenalnya adalah adik ipar Luna, lebih tepatnya adik kandung Kaisar. Jadi, maksudnya, Kaisar bermain api dengan pacar adiknya sendiri? Ah, apa-apaan ini? Aldo sendiri jadi bingung. Haruskah aku beritahu Luna siapa selingkuhan suaminya? “Aldo, kamu juga belum pulang?” Suara Luna mengagetkan Aldo sekaligus menyadarkannya kalau hari sudah semakin larut. Tamu undangan
“Gimana pekerjaan kamu, Ra? Lancar-lancar aja, kan? Maaf ya, kalau aku nggak pernah jenguk kamu di sana.”Nara dan Cantika sedang di kelas, pelajaran baru akan dimulai lebih kurang 15 menit lagi. Cantika bertanya begitu karena dilihatnya sang sahabat yang selalunya ceria dan banyak omong hari ini terlihat lebih banyak diam. “Pekerjaan gue lancar kok. Bahkan gue dapat bonus besar karena akhir Minggu kemarin sibuk banget sampai lembur ngerjain pesanan.”“Oh ya? Bagus dong. Kapan nih traktirannya?” goda Cantika dengan bersemangat, tapi sang sahabat tetap saja bermuram durja, seperti sedang menghadapi masalah besar. Padahal katanya dapat bonus. “Kapan-kapan deh ya. Suasana hati gue lagi kurang baik nih, nggak seru dong entar.”Cantika memandang lurus ke arah Nara, mencari kejujuran di mata indah itu. “Kenapa? Pria ganteng itu lagi?”Nara menghela nafas berat sebagai jawaban, membuat Cantika yakin tebakannya tidak meleset lagi. Oh ya, Nara belum cerita, kan, soal pria yang dibilang gante
“Astaga! Cantika! Jadi selama ini lo bohong sama gue? Mulut gue hampir berbusa ngomelin Elsa, tapi ternyata pelakunya itu lo?” Nara keluar dari perpustakaan yang berada di lantai 3 gedung itu dengan dadanya yang berbuku, semacam ada batu mengganjal di sana. Udara di sekitar wajahnya juga jadi panas. Gadis itu sangat tidak habis pikir. Kenapa bisa Cantika? Aish, tangan Nara meremas udara kosong. Di belakangnya, Cantika juga Elsa mengekorinya dengan langkah tergesa-gesa.“Iya... iya, gue minta maaf. Habisnya gue nggak bisa nolak pesonanya. Dia terlalu ganteng untuk diacuhkan, Nara.” Jawaban Cantika membuat gadis bermata sipit itu menoleh dengan wajah gemas. Ya, gemas pengen cubit-cubit itu wajah tembem Cantika. Nggak dapat jambak rambut, cubitin wajahnya sampai memerah juga nggak apa-apa, kan?“APA? PESONANYA? Gue nggak lagi salah dengar, kan? Emang dia ngapain di depan lo sampai lo terpesona, hah?” Dada Nara dibusungkan, suaranya juga penuh penekanan saat menyebut pesonanya. Uek.
Kaisar membawa Nara ke restoran yang biasa mereka datangi, tapi dia tak pernah pergi sekalipun dengan sang istri ke sana. Di restoran itu, keduanya sudah dikenal sebagai pasangan karena Kaisar selalu mengatakan kalau Nara adalah pacarnya pada pelayan restoran. “Kenapa lo nggak makan? Kalau lapar makan aja, jangan gengsian.” ucap Kaisar. Berbeda dengan Nara yang hanya mengamati piring makanannya dengan tak berselera, Kaisar malah makan begitu lahap, seperti tak makan beberapa hari. Kaisar yang di depannya sekarang juga bukan seorang pria yang makan dengan elegan karena menjaga penampilannya. Makan ya makan. Bahkan Nara menangkap ada sebutir nasi yang menempel di sudut bibir pria itu dan tidak disadarinya. Lucu sekali. Tanpa sadar sudut bibir Nara terangkat naik, tapi begitu tertangkap oleh Kaisar, buru-buru dia menampilkan muka jutek lagi. “Gue kan udah bilang, gue lagi nggak lapar. Lo makan aja sendiri.” “Kinara Putri! Lo nggak usah pura-pura jaim di depan gue deh. Gue aja nggak
Kaisar menengok ke belakang, helaan nafas keluar dari mulut serta hidungnya karena tidak menemukan punggung Nara di sana. Gadis itu benar-benar pergi dan membuat Kaisar bertanya-tanya dengan perasaannya sendiri. Apa yang dia inginkan dari Nara sebenarnya? Tubuh atau hati gadis itu? Kaisar bergeming di tempat duduknya, tangannya bergerak meraba bagian dada yang berdetak tak biasa. Apa ini? Jangan bilang gue beneran suka sama Nara? Kaisar masih bergumul dengan pikirannya ketika sebuah pesan masuk di ponselnya. “Kamu ganti nomor nggak ngabari aku, sampai-sampai aku harus meminta nomor kamu dari Rega?”Dengan malas Kaisar membaca pesan yang sudah bisa dia tebak siapa pengirimnya. Itu Luna. Dia memang belum mengabari wanita itu soal nomor barunya. Lagipula, tidak penting juga, kan? “Ada apa? Gue sibuk seharian ini. Nggak punya waktu buat ngeladenin lo yang terus menerus mengeluh soal mama.” Kaisar menekan tombol kirim setelah mengetik pesannya yang terdengar jutek. “Mama ngajak aku k
Dua insan yang perasaannya tengah dilanda antara dilema atau kasmaran tampak asyik bercumbu. Tidak cuma Kaisar, Nara juga mulai mengimbangi permainan pria itu yang menciumnya dengan buas. Sama seperti Kaisar yang ingin egois, Nara juga tak mengerti perasaannya. Dia yang katanya mencintai Rega, tapi malah menikmati dengan sangat setiap sentuhan Kaisar di tubuhnya. Gigitan pria itu di lehernya yang pastinya meninggalkan bekas merah kehitaman tak mampu ia tolak kenikmatannya. Ibaratnya, Nara sedang mereguk nikmatnya percintaan sementara hatinya tengah meraba-raba. “Ahh, Kai! Gue bisa gila kalau kayak gini terus.” Nara mulai meracau karena Kaisar makin intens mencumbui setiap lekuk tubuhnya. “Nggak apa-apa, Sweety. Malam ini, kita akan gila bersama. Gue akan buat lo ngerasain yang namanya terbang ke langit ke tujuh.”Panggilan Sweety dari suara rendah Kaisar membuat Nara terdiam dan menerima semuanya. Dia terlena. Satu tangan Kaisar meremas bukit kembar Nara yang tegak menantang karen