Se connecterSesampai dirumah aku segera menyusun belanjaanku di dalam kulkas. Karena sudah lelah aku hanya memasak mie instan dan telur sebagai topingnya.
Mungkin karena terlalu lapar, mie instan ini terasa sangat enak. Rumah terasa sepi, tiba - tiba aku menginginkan seorang anak. Tapi itu hanya ada di angan - angan ku saja, karena Edgar belum mau memiliki bayi. 'Masih belum stabil' itu alasannya saat aku membahas tentang hadirnya seorang bayi. "Edgar aku kesepian." Ujarku, kala itu kami minum teh di sore hari. "Kembalilah bekerja sayang, di kampus pasti ramai sekali." Jawab Edgar saat aku mengeluh kesepian saat Edgar sibuk bekerja dan sering berangkat keluar kota. Karena itu setelah 6 bulan pernikahan kami aku mulai kembali bekerja. Padahal aku berencana ingin langsung mempunyai banyak anak, mengingat aku anak tunggal yatim piatu. Aku ingin sekali punya rumah dengan banyak anggota keluarga. Jam sudah menunjukkan jam 11 malam, namun aku belum juga ngantuk. Bosan, aku pun menyalakan tv, tak ada program bagus untuk di tonton. 'Sayaang.' aku mengirim pesan pada Edgar. Namun hingga 10 menit tak ada balasan. Aku pun memutuskan untuk tidur. * Alarm tak berbunyi sehingga hampir jam 10 siang aku baru bangun, untung hari ini cuti bersama. Kalau hari kerja pasti aku sudah terlambat. 'Kluung' 1 notifikasi masuk di ponselku. 'Miss? sedang apa?' Yang jelas bukan dari Edgar. Belum sempat aku membalas, pesan kedua dari Jason sudah masuk. 'Selamat Menikmati Miss, I Love u.' Aku mengernyit, menikmati apa? tak lama suara bel di pagar depan terdengar. Aku membuka pintu melongokkan kepala keluar. "Paket kak." Teriak kurir yang sudah berdiri di depan pintu pagar. Mobil box tampak menjadi latar belakangnya. "Terima kasih pak." Aku buru - buru masuk kerumah dengan kewalahan karena paketnya besar banget, penasaran ingin segera membuka paket itu. Aku merobek kertas dan isolasi yang membungkus si paket. Ternyata puluhan cokelat dengan berbagai varian tersusun di dalam kardus, dan sudah bisa di tebak siapa pengirimnya. "Kamu suruh aku berjualan cokelat?" Aku mengirim pesan pada Jason. "Iya Miss sama - sama." Tak ada 2 menit balasan dari Jason masuk di ponselku. "Baiklah, terima kasih Jason. Kamu suka ya kalau gigi ku bolong - bolong kebanyakan makan cokelat?" "Iya Miss, Aku suka kamu." Balasnya ngacoo. Aku sudahi berkirim pesan pada Jason. Hmm sepertinya enak, aku mencicipi cokelat varian almond. Iseng aku memotret Cokelat yang sudah ku gigit itu lalu memostingnya di akun Wa dengan caption. 'Semoga hari ini semanis cokelat'. 'kluung' 1 notifikasi dan 1 reaction masuk. "Senyummu lebih manis dari cokelat manapun." Jason mengomentari Story ku. Karena sudah mengirimkan cokelat aku memilih menganggapi komennya. "Ya ya, terima kasih cokelatnya." balas ku kemudian. "Sama - sama Manies." hu uh untung jalur pribadi kalau post di I* or F* di jamin banyak yang kepo. Puluhan cokelat itu aku susun di dalam kulkas. Saat cokelat terakhir sudah tersusun didalam kulkas aku menemukan catatan di dalam kardus. 'Coklat manis semanis senyum mu. Lihat Miss aku bisa memberimu cokelat lebih banyak dari pada bocilmu' aku menepuk keningku merasa frustasi. Hari libur begini paling nyaman berbaring sambil bermain game, aku pun tenggelam dalam game seru. Bahkan sampai jam makan siang aku masih asik bermain, mandi pun aku lupakan. 'klung' 1 notifikasi aku mengabaikannya, malas mengganggu saja. Aku masih terus bermain game. Namun tiba - tiba layar ponselku berubah, ada panggilan video Mungkin karena pesannya tak kubaca jadi si pengirim menelponku. "Apa? Aku sedang bermain game. Menggangu saja." Semprotku jengkel "Sayang? kamu marah ya?" Ternyata Edgar ku kira Jason. Aku diam aja tak menjawab. "Maaf sayang semalam aku capek banget, jadi tidak membalas pesanmu." "Aku kesepian." Setelah berdiam beberapa detik akupun menjawab. "Kamu pergilah bermain dengan teman - temanmu, makan di caffe or sekedar minum kopi. Belilah tas atau sepatu yang mau suka." Jawab Edgar. "Aku malas." Ucap ku lagi cemberut. "Sayaang ayolah, pergi keluar jajan makanan enak sambil menunggu aku pulang." Aku hanya diam tak menanggapi. "Sayaaang aku harus pergi, masih ada pekerjaanku." "Iya, hati - hati." lalu Edgar menutup telpon. Tak lama notifikasi dari Mbanking, Edgar mengirimiku uang jajan. Mood bermain gameku bubar, aku malas melanjutkan gameku. Kemana ya malam ini? aku berpikir keras.Jason datang saat Caroline baru mulai duduk untuk creambath. Jason duduk di bangku tunggu dan memandangi Caroline. "Silahkan di minum kak." Seorang gadis menyodorkan air mineral pada Jason. "Terima kasih." "Sama - sama." Sekitar setengah jam kemudian, Caroline sudah selesai dengan rambut di tata rapi dan setiap dia melangkah, rambutnya berkibar dengan lembut dan tercium wangi buah. "Cantik." Puji Jason. "Pacar anda memang sangat cantik." Puji penata rambut. "Dia bukan...." "Terima kasih." Potong Jason sebelum Caroline menyelesaikan kalimatnya. "Ayo kita pulang." Jason meraih kunci mobil dari tangan Caroline dan menariknya keluar. "Kenapa kamu tidak mengatakan kalau aku bukan pacarmu?" "Buat apa? tidak ada ruginya juga." "Nanti ada orang yang mengenali kita gimana?" "Ya biar saja." "Serius ya Jas, kamu ini becanda terus." "Miss, aku tidak bercanda. Aku serius jatuh cinta padamu, cinta lawan jenis." "Sudahlah, aku tidak mau mendengarnya." Caroline memb
Jari si rambut silver terasa geli di bibir Caroline, ingin rasanya menggigit jari nakal itu. Kini dada Caroline yang telanjang dan licin di lap dengan handuk, Si rambut silver mendekat lalu membenamkan wajahnya di antara payudara Caroline. Lidahnya mulai menjelajahi gunung kembar itu, sesekali ujung lidahnya memainkan puting payudara Caroline. Hisapan dan ciuman mendarat bertubi - tubi sepanjang dada. Gigitan ringan makin membuat hasrat Caroline memuncak. "Nona, aku akan menurunkan celana dalam anda." Tanpa menunggu persetujuan, celana dalam Caroline sudah terlepas jatuh di lantai. Kini Caroline merasa tubuhnya sangat terbuka, rentan, rapuh tak berdaya sekaliigus menggairahkan. "Wah indah sekali Vagina anda, aku akan memberikan sedikit perawatan agar lebih bersih." Tanpa bisa berbuat apa - apa. Pria berambut hijau itu mengambil peralatan dan kembali ke bagian bawah tubuh Caroline. Caroline merasakan Vaginanya di lumuri krim yang super halus, tak lama alat cukur terasa menggundul
Caroline melepaskan tangan Jason yang melingkari perutnya. Namun tangan itu begitu kuat mendekap. "Jass, biarkan aku bangun." "10 menit lagi miss." Caroline diam di tempatnya, percuma memberontak Jason tak akan bergeming. Pelukan Jason makin erat, badannya menempel. Caroline bisa merasakan nafas hangat Jason di lehernya dan, dan sesuatu yang keras menekan bokongnya. Caroline tidak berani bergerak, takut membangkitkan sesuatu yang sudah bangun. "Miiiss." Bisik Jason tepat di telinga Caroline, suaranya serak. "Jas, ini sudah 10 menit. Kamu harus bangun dan berangkat kuliah." "Ooh tidak aku hanya ingin tidur memelukmu." Namun meskipun begitu Jason menarik tangannya, membiarkan Caroline bangun. "Jas, kamu bisa memakai kamar mandi dekat dapur. Aku akan mandi di kamar mandiku." "Bolehkah kita mandi bersama?" Bluug, sebuah bantal mendarat tepat dimuka Jason saat dia menguap. "Miss, aku langsung pulang ya. Jam 9 ada kelas." "Yaa." Jawab Caroline dari dalam kamar mandi.
"Apa maksudnya?" Jason mengerutkan alisnya. "Begini, lelaki ini bernama Peter. Dia punya foto tak senonoh Cassandra untuk memerasnya. Jadi aku akan mengambil ponselnya. Rencana yang ku pikirkan begini, kita akan mengikutinya sampai tau jadwal kegiatannya." "Trus?" "Aku akan berpura - pura tertarik padanya lalu saat dia lengah aku ambil ponselnya." "Apa kah miss Caeoline tau itu berbahaya?" "Iya tau, mangkanya aku butuh kamu." "Aku harus apa?" tanya Jason pasrah. "Pantau aku dari jauh, jika ehm jika situasi memburuk tolong selamatkan aku." "Situasi memburuk itu seperti apa?" "Kamu pasti bisa melihat sendiri tanda - tandanya." "Aku ragu." "Jangan khawatir Jas, dosenmu ini mantan artis panggung di kampus. Aku jago akting." "Miss yakin?" "Baiklah." "Cass?" "Aku takut Line, dia lelaki yang berbahaya." "Kamu tenang saja, Jason sangat jago berkelahi. Aku akan baik - baik saja." "Aku akan mematahkan tangannya jika dia menyentuh miss Caroline." "Tidak Jas, j
Kami memasuki kamar, dia membopongku yang sudah mulai lemas. Cassandra menghela nafas berat, jari - jarinya memilin sarung bantal. Tampak sekali hatinya sedang gundah. Duduknya tak tenang, bantal sofa jadi pelampiasan. "Sampai di kamar, tubuhku di baringkan dan dan.. hiks hiks." Cassandra mulai menangis, aku yang tegang memdengar cerita Cassandra tanpa sadar mencengkeram pinggiran kursi. Aku menenangkan Cassandra dengan menepuk - nepuk bahunya. "Tidak apa - apa, kalau tidak sanggup jangan di lanjutkan ceritanya." Aku memberinya tissue. "Aku baik - baik saja, jadi aku berbaring di ranjang hotel dan lelaki itu mulai membuka bajuku sampai aku telanjang dada dan mulai memfoto - foto ku." Mendengarnya, emosiku naik aku memukul - mukul lengan sofa dengan geram. "Saat aku mendengar suara jepretan aku segera sadar, dan mencoba bangkit dan berlari keluar kamar hotel dengan menutupi dadaku dengan bantal. Untungnya ada staf hotel yang menolongku." "Siapa nama laki - laki berengs
"Kaaak." Aku memanggil pelayan. "Iya nona, mau pesan apa?" "Aku mau spageti Bolognes dengan udang, kentang goreng dan susu soda!" pesan Deborah. "Kamu Cess?" Tanyaku saat Cassandra masih membolak balik buku menu. "Lemon tea dan roti panggang coklat." "Baik, di tunggu ya pesanannya." "Eh line, gimana spa yang aku rekomendasikan?" "Oh ya itu, hmm bagus." Jawabku salah tingkah, aku mengambil jus jerukku dan menyeruputnya. "Aku punya lagi vouchernya, ini kadaluarsa dal







