Home / Romansa / Godaan Panas Pegawai Magang / Bab. 03. Big Bos Berulah, Dasar Bayi Sialan!

Share

Bab. 03. Big Bos Berulah, Dasar Bayi Sialan!

Author: Kurnia
last update Last Updated: 2025-10-03 16:55:34

Sampainya di hotel, aku menemui Kevin yang ternyata sudah menungguku di lobi.

"Ada apa, Bos?" tanyaku, saat sudah di depan Kevin.

"Gawat! Big Bos marah besar. Dia berencana untuk memutus kerja sama dengan perusahaan. Kamu bisa merayunya, 'kan? Dia luluh sama cewek tobrut kayak kamu!" pinta Kevin, menggoyang-goyang kedua pundakku.

Sambil menatapnya datar, aku bersedia merayu Big Bos agar tetap percaya pada perusahaanku bekerja.

"Di mana Big Bos?" tanyaku, ingin segera betindak.

"Big Bos sedang makan siang di ruang VIP restoran hotel. Cepat kamu temani. Dia uring-uringan, kayak remaja labil," desak Kevin sambil mendorong-dorong punggungku.

Aku menemui Big Bos yang... Sedang makan siang bersama Leon? Leon lagi? Apa yang dia lakukan? Dia? Duduk bersama Big Bos? Apa ini? Bukannya Leon tadi ada di panti asuhan?

Apakah Kevin juga memanggil Leon untuk merayu Big Bos? Tunggu, bukankah Big Bos sukanya sama cewek semok? Atau... Ah! Aku tidak ingin berpikir buruk! Big Bos tidak mungkin menyimpang! Dia sudah punya empat anak!

"Lia? Buat apa kamu di sini?" sungut Big Bos, tak senang melihatku.

Sambil berjalan menghampiri Big Bos, aku mengembangkan senyum terbaikku. Aku tak menghiraukan keberadaan Leon. Kali ini perhatianku hanya tertuju pada Big Bos.

"Jangan gitu, dong, Bos... Kita 'kan sudah kenal sejak remaja. Masak Bos tega ninggalin saya?" rayuku, bersuara lembut.

"Cih, memangnya kenapa kalau kenal sejak remaja? Tidak akan mengubah keputusanku untuk memutus kerja sama dengan Vici Industri," lontar Big Bos, menaikkan dagu. Menunjukkan betapa berkuasa ia.

"Kesalahan bisa diperbaiki. Tolong beri Vici Industri kesempatan," pintaku penuh harap.

"Aku tidak mau berbicara denganmu. Suruh CEO Vici Industri menemuiku, dan memohon di kakiku," perintah Big Bos.

Ya ampun, sifat Big Bos yang arogan telah kembali. Posisiku di perusahaan memang penting, tapi, aku belum terlalu memiliki kuasa untuk memanggil CEO Vici Industri. Bahkan Kevin saja tidak berani.

Apalagi setelah tiga tahun CEO lama diganti, aku belum tahu siapa CEO Vici Industri yang baru. Identitas beliau dirahasiakan, dan hanya petinggi perusahaan yang mengetahuinya.

"Tidak bisa mempertemukanku dengan CEO kalian ya? Dasar... Kalau begitu jangan bawa-bawa Vici Industri!" ketus Big Bos, meremehkanku.

"Gege galak sekali. Memangnya ada masalah apa? Sampai pengen lihat wajah CEO Vici Industri?" ucap Leon, yang sedari tadi bungkam.

Aku melempar tatapan membunuh pada Leon. Bukan tanpa alasan, ocehannya yang ngawur, bisa membuat Big Bos makin marah.

"Makan siang dulu, baru ngobrol lagi," ajak Leon, mengelus punggung tangan Big Bos.

"Ah... Kamu benar. Kita makan dulu." Dan Big Bos menurut.

Bahkan aku juga diajak makan siang bersama mereka. Aku benar-benar bingung. Sebanarnya, apa hubungan Leon dan Big Bos. Mereka... Masih lurus 'kan?

Tanpa sadar, aku memperhatikan Leon dan Big Bos secara bergantian. Entah ini hanya perasaanku belaka, atau wajah Leon dan Big Bos memang agak mirip? Maksudku, mereka seperti saudara kandung.

Selesai makan siang, kami pindah ke ruangan pertemuan VIP. Sepertinya Big Bos meminta Kevin untuk mengadakan rapat dadakan.

Yang aku heran, kenapa Leon ikut rapat? Dia ini karyawan magang. Sementara yang duduk sejajar denganku adalah orang-orang penting.

"Aku ingin bertemu CEO Vici Industri yang baru... Kenapa kalian menyembunyikannya?" keluh Big Bos, frustasi.

"Tuan CEO sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. Beliau sangat sibuk, Bos," terang Kevin, dengan penuh kesopanan.

"Lia! Kamu pernah menjadi sekretaris CEO Vici Industri. Kenapa sekarang kamu ada di bawah? Siapa yang memindahkanmu?" tanya Big Bos menyinggung soal karierku yang meredup.

Bayangkan saja, dulu aku adalah sekretaris pribadi CEO Vici Industri, dan sekarang aku hanya menjadi Buyer yang lebih sering kerja di lapangan. Tentu, kemunduranku menjadi tanda tanya besar.

Dengan senyum getir, aku menjawab, "Ada banyak orang yang memiliki kualitas di atasku. Wajar jika mereka menggantikanku."

"Jika aku bertemu CEO Vici Industri yang baru, aku akan memintanya untuk mengangkatmu menjadi Sekretaris lagi," ujar Big Bos, terdengar seperti janji palsu pejabat.

Sebenarnya aku sudah nyaman dengan posisiku sekarang. Aku tidak menginginkan posisi itu lagi. Posisi yang membuatku dicap sebagai simpanan CEO. Sungguh memuakkan.

"Bos terlalu bertele-tele. Langsung saja ke tujuan rapat ini," cetus Leon, sangat berani.

Andai saja aku duduk didekat Leon, pasti dia sudah aku pukul.

*Bos... Tolong jangan memutus kerja sama. Tolong tetap percayakan kami untuk menggarap sepatu milikmu," pintaku, berusaha mengalihkan perhatian yang tertuju pada Leon.

Big Bos menghembuskan napas kasar. "Baiklah... Aku beri kesempatan sekali lagi. Awas saja kalau garapan kalian tetap buruk. Aku tak akan segan lagi."

Semua orang di dalam ruangan bernapas lega. Kecuali Leon yang keluar ruangan tanpa sopan santun. Anak itu! Aku yang geram, menyusulnya.

"Leon...." panggilku.

Leon melepas kembali helmnya begitu aku berdiri di sampingnya.

"Iya, Mbak?" tanyanya, tanpa turun dari atas motor.

"Apa hubunganmu dengan Big Bos? Kayaknya kalian akrap ya?" Aku bertanya tanpa basa-basi.

Lagi-lagi Leon menyentuh daguku, membuatku kesal, dan langsung menepis tangannya.

"Asal kamu tahu saja, Big Bos itu sudah punya istri dan anak. Jangan-jangan... Yang kamu ceritakan tadi bukan cewek, tapi cowok!" Baiklah, aku menuduhnya.

"Mbak Lia ngomong apa? Aku laki-laki normal. Aku menyukai...." Leon berhenti bicara, matanya melirik dadaku sebentar sebelum beralih pada wajahku. "Aku masih menyukai wanita berdada besar," lanjutnya, sambil menyentuh dadanya sendiri.

Aku memukul kepala Leon. "Kamu ini... Suka sekali menjahiliku. Aku atasanmu!" Berkali-kali aku mempertegas.

Leon kalau dibaikin, kayak ngelunjak. Aku harus memberinya efek jera.

"Mbak Lia, mau aku antar pulang?" tawarnya, masih berani menggodaku.

"Nggak perlu, aku mau jemput suamiku!" Terpaksa aku berbohong, aku takut dia mengikutiku dari belakang seperti tadi malam.

"Baiklah... Kalau begitu, aku pergi dulu," pamitnya, sebelum mengenakan helmnya kembali.

***

Setelah rapat tak terduga di hotel, aku langsung pulang ke tempat tinggalku. Aku ingin sekali memasak untuk makan malam. Meskipun aku tak pandai memasak, aku tetap ingin mencoba dan berusaha.

Dengan tanggap aku mengikuti tutorial video. Tak jarang, tanganku terluka akibat tidak berhati-hati ketika mengiris.

Belum sempat aku menyelesaikan masakanku, suamiku telah pulang. Aku menyambutnya dengan ramah, walau penampilanku berantakan.

"Mas Yuan mandi dulu, sebentar lagi masakanku matang," tuturku, bebarengan denganku yang mengambil tas suamiku.

"Nggak perlu. Aku ada acara makan malam bareng teman-temanku," katanya, dingin.

"Oh... Gitu ya? Yaudah, aku juga siap-siap," balasku, senang.

Biasanya Mas Yuan selalu mengajakku ketika ia ada acara di luar. Tapi, kali ini ia tidak mengajakku, dengan alasan kalau yang hadir hanya laki-laki.

Aku tidak boleh sedih, aku harus memaklumi. Lelaki juga burtuh bersenang-senang tanpa pasangan.

"Mas... Gimana kalau aku berhenti kerja, dan fokus program hamil?" Tiba-tiba saja aku kepikiran hal itu. Jadi aku melontarkannya untuk mengetahui respons Mas Yuan.

"Berhenti kerja? Kamu sudah tidak waras ya?" sosor Mas Yuan.

Jujur, aku tersentak. Ini pertama kalinya Mas Yuan membentakku.

"Kamu lupa? Kita sedang membangun rumah! Kalau kamu berhenti kerja, rumah impian kita, nggak bakal pernah selesai!" imbuhnya, menggebu-gebu.

"Iya, Mas. Aku ngerti," jawabku, menundukkan kepala.

Sebagai istri aku memang tidak berani menentang suamiku. Aku selalu menurut dan mengalah.

"Kalau kamu nggak bisa kasih aku anak, ya sudah! Nggak perlu usaha lagi!" makinya.

Mas Yuan beranjak menuju kamar dengan kaki yang dihentakkan.

Perasaanku sekarang campur aduk. Aku bingung harus bagaimana lagi. Aku tidak ingin hubunganku dengan Mas Yuan renggang.

Kalau dipikir-pikir lagi, selama ini hanya aku yang berusaha agar lekas hamil. Aku sudah melakukan berbagai cara, dan metode. Namun hasilnya nihil.

Aku juga sudah meminum berbagai macam ramuan tak enak yang dipercaya menyuburkan rahim. Tapi, bukannya aku hamil, aku justru masuk rumah sakit karena keracunan.

Akan tetapi, Mas Yuan tidak pernah berjuang. Dia tes kesuburan saja tidak mau. Aku... Juga manusia. Aku bisa merasakan lelah.

***

Hari berlalu, aku menjalani hidupku seperti biasa, bekerja menjadi Buyer di sebuah perusahaan nomor satu di negeri ini. Aku sangat mencintai pekerjaanku. Tentu saja! Aku mengusai bidang ini.

"Lia... Barang yang kamu pesan tiga bulan lalu, sudah tiba. Kamu bisa mengeceknya sekarang," ucap Kevin, yang membuatku terperanjat.

Bagaimana tidak? Kevin muncul di belakangku tanpa permisi.

"Ok Bos, bentar lagi aku lihat. Aku selesaikan laporan dulu," balasku, tetap fokus ke layar komputer.

"Oh ya, kamu cari anak buahmu yang tobrut buat menemani Big Bos lihat-lihat produksi," pinta Kevin, menyentuh pundakku.

"Beres... Bos! Mandor di sana juga tahu, apa yang disukai Big Bos," timpalku santai.

Sebelum pergi, Kevin sempat berpesan, "Kamu ngeceknya sama Leon ya. Dia kelihatan nganggur mulu, sakit mata saya lihatnya."

Aku menggelengkan kepala sebagai respons.

Aku segera membereskan pekerjaanku, agar bisa mengecek bahan baku yang dikirim dari Taiwan.

Setelah semua selesai, aku menghampiri meja Leon, bermaksud untuk mengajaknya ikut denganku. Tapi, aku dibuat geram olehnya yang tertidur dalam posisi duduk.

"Leon!" panggilku, memukul kepalanya menggunakan lembaran kertas yang aku gulung.

Leon otomatis terbangun. Dengan wajah mengantuk, dia memandangku.

"Mbak Lia... Suka sekali masuk ke dalam mimpiku," gumamnya, tidak jelas.

"Sadarlah! Ini buka mimpi!" sungutku, kembali memukulnya. "Ayo ikut aku! Kamu jangan enak-enakkan! Mau makan gaji buta huh?!"

Leon membuntutiku dari belakang.

Akhirnya kami berdua sampai di gudang. Aku meminta anak buahku untuk menurunkan barang dari kontainer.

"Leon... Kamu jangan diam saja, cepat bantu mereka!" perintahku.

Ini kesempatan bagus untuk menyiksa Leon yang akhir-akhir ini sering menggodaku.

Leon mengindahkan perintah tanpa protes.

***

Beberapa jam berlalu, masih banyak barang yang ada di dalam kontainer. Semua anak buahku terlihat lelah. Aku mengizinkan mereka melepas kaos supaya tidak terlalu kepanasan.

Pandanganku terpaku pada Leon yang juga bertelanjang dada. Aku berkeringat meski ada di dalam ruangan ber-AC.

Aku bergerak gelisah. Sepertinya... Ada sesuatu yang basah.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Panas Pegawai Magang   Bab. 05. Istri Lain Suamiku

    Aku menggelengkan kepala, heran dengan pemikiran Intan. Kami berdua duduk bersama setelah mengambil nampan berisi makanan. "Intan, anakmu sekarang sudah kelas berapa, ya? Terakhir aku bertemu dengannya... Sekitar dua tahun lalu," tanyaku, teringat anak semata wayang Intan.Intan memasukkn sesuap nasi ke dalam mulutnya, lalu menjawab, "Anakku tinggal di asrama, sesuai keinginannya."Aku tidak menyangka, Intan akhirnya memperbolehkan anaknya dididik orang lain. Kalau aku jadi Intan, aku mungkin tak akan merelakan anakku dibawa jauh dariku.Setiap orang memiliki prinsip masing-masing. Aku tidak boleh membanding-bandingkan hidupku dengan Intan."Oh ya, gimana rumahmu yang di Prima Cube? Pasti sudah selesai dibangun dong...." Intan menyenggol pundakku, alisnya naik-turun saat memandangku. "Sudah pindah rumah?"Aku menghembuskan napas berat. "Boro-boro pindah rumah. Rumahku yang di Prima Cube saja belum rampung digarap," jelasku.Keterkejutan Intan membuatku tersentak. Ada apa dengannya?

  • Godaan Panas Pegawai Magang   Bab. 04. Desy, Keponakan Kesayangan Suamiku

    "Mbak Lia...." Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. "Apa?" tanyaku, menggebu dan sedikit goyah. "Semua bahan sudah siap dicek," kata Leon, melaporkan. "Ya-yasudah! Kenapa kamu nggak pakai kemejamu!" Aku mengutuk diriku sendiri yang gugup, dan salah tingkah. "Maaf, bolehkah aku mandi dulu? Badanku mungkin bau." Dia meminta izin padaku. "Aku ngeceknya setelah makan siang kok. Kamu boleh istirahat dulu, sama kayak yang lain," kataku bijak, sambil mencoba menutupi kegugupanku. "Mbak Lia nggak mau mandiin aku?" godanya. Aku melotot, sopankah begitu pada atasan? "Mbak Lia dari tadi lihatin aku," ucapnya, dengan senyum genit. "Siapa juga yang lihatin kamu? GR banget...." kelitku. Ya masak aku ngaku? Leon tersenyum miring sambil menyentuh perutnya yang berbentuk kotak-kotak."Padahal kalau Mbak pengen, nggak cuma dilihat, aku bolehin nyentuh juga," tambahnya. Leon... Kenapa begini? Genit banget! "Sudah Leon! Sekarang kamu istirahat saja! Nanti kamu bantuin saya nyatet!" Aku harus

  • Godaan Panas Pegawai Magang   Bab. 03. Big Bos Berulah, Dasar Bayi Sialan!

    Sampainya di hotel, aku menemui Kevin yang ternyata sudah menungguku di lobi."Ada apa, Bos?" tanyaku, saat sudah di depan Kevin."Gawat! Big Bos marah besar. Dia berencana untuk memutus kerja sama dengan perusahaan. Kamu bisa merayunya, 'kan? Dia luluh sama cewek tobrut kayak kamu!" pinta Kevin, menggoyang-goyang kedua pundakku.Sambil menatapnya datar, aku bersedia merayu Big Bos agar tetap percaya pada perusahaanku bekerja."Di mana Big Bos?" tanyaku, ingin segera betindak."Big Bos sedang makan siang di ruang VIP restoran hotel. Cepat kamu temani. Dia uring-uringan, kayak remaja labil," desak Kevin sambil mendorong-dorong punggungku.Aku menemui Big Bos yang... Sedang makan siang bersama Leon? Leon lagi? Apa yang dia lakukan? Dia? Duduk bersama Big Bos? Apa ini? Bukannya Leon tadi ada di panti asuhan?Apakah Kevin juga memanggil Leon untuk merayu Big Bos? Tunggu, bukankah Big Bos sukanya sama cewek semok? Atau... Ah! Aku tidak ingin berpikir buruk! Big Bos tidak mungkin menyimpang

  • Godaan Panas Pegawai Magang   Bab. 02. Godaan Anak Magang

    "Please... Ibu jangan sembarangan kalau ngomong!" tegurku cukup keras.Aku memang selalu meluruskan segalanya agar tidak tercipta skandal dan gosip.Aku tak ingin melanjutkan obrolan tidak penting ini. Aku meminta wanita itu mengantarku ke tempat di mana Big Bos mengamuk.Baru saja aku membuka pintu ruangan inspeksi, sebuah sepatu melayang ke arahku, dan sukses mengenai kepalaku. Badanku terhuyung ke belakang.Untungnya ada Leon yang sigap menangkapku.Mataku yang buram, menatap wajah penuh khawatir Leon. Sungguh, Leon sangat tampan, seperti pahatan patung Dewa Yunani. Aku terpukau dengan visualnya."Mbak Lia baik-baik saja?" tanyanya.Aku berusaha memperbaiki posisiku. Menunjukkan sikapku yang profesional. Lalu aku fokus pada Big Bos yang juga menatapku khawatir."Ada apa, sih, Bos? Kok lempar-lempar sepatu segala?" Aku meraih sepatu yang barusan mengenaiku.Para mandor menatapku penuh harap. Dilihat dari ekspresi mereka, sepertinya mereka telah dimarahi habis-habisan oleh Big Bos."

  • Godaan Panas Pegawai Magang   Bab. 01. Aku Ditolak Berhubungan Intim

    Dengan rambut setengah basah, aku menyambut kepulangan suamiku. Aku langsung merebut tas yang ia bawa, dan menuntunnya menuju meja makan. Wajah lelahnya membuatku prihatin."Mas... Gimana kerjanya hari ini?" Aku melontarkan pertanyaan pertama yang selalu aku tanyakan.Ketika aku menyentuh pundak suamiku, dan hendak memijatnya, ia dengan kasar mendepak tanganku.Aku mengerutkan kening. "Ada masalah di kantor?" tanyaku, khawatir.Suamiku, yang kerap aku panggil Mas Yuan, menggelengkan kepala sebagai jawaban.Aku memilih duduk di dekatnya. Aku memperhatikan suamiku dengan seksama. Senyumku merekah saat menyadari bahwa Mas Yuan tetap terlihat tampan di usianya yang sudah menginjak kepala empat."Mas... Kalau ada masalah, cerita dong... Kita 'kan sudah menikah selama lima tahun. Masak kamu masih nggak mau berbagi?" Aku merayunya.Nada suaraku sengaja aku buat lembut agar Mas Yuan nyaman, dan mau menyalurkan keluh kesahnya padaku. Tapi, sepertinya aku belum bisa meluluhkan hatinya yang kera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status