共有

2. Sang Penggoda

作者: Dezaa_Author
last update 最終更新日: 2025-11-08 14:18:57

“Kau memang yang terbaik, Nona Arlett.”

Senyum tipis terangkat di sudut bibir seorang pria—senyum kecil yang jarang muncul, tapi jelas memancarkan kepuasan.

Leon Karlsson berdiri di tengah ruang CEO, menatap asisten pribadinya yang masih duduk anggun di sofa ruang kerjanya.

Karlsson Corporation baru saja menyelesaikan meeting besar. Beberapa staf mati-matian membujuk klien, namun tetap terlihat buntu… hingga asisten pribadi Leon berdiri. Dengan kecerdasan dan ketenangannya, ia menutup celah yang gagal diisi tim Leon, meyakinkan para klien satu per satu, sampai mereka akhirnya menandatangani kerja sama bernilai fantastis.

“Katakan, hadiah apa yang kau inginkan?” Leon mencondongkan tubuh, duduk di armrest sofa. Jemarinya menarik dagu asistennya dengan ringan namun penuh dominasi.

“Terima kasih, Tuan. Ini semua berkat pengalaman dari Tuan Leon.”

Wanita itu menunduk malu, lalu perlahan mengangkat wajah, memberikan tatapan sayu yang ia tahu selalu melemahkan pria itu. “Kalau boleh… apa malam ini kita bisa menghabiskan waktu berdua? Seperti sebelumnya.”

“Tentu saja boleh.”

Senyum puas muncul di sudut bibir Shenina.

Setelah lima belas tahun menghilang, ia kembali—bukan sebagai Shenina Bronze, yang dianggap mati oleh keluarganya sendiri, melainkan sebagai Arlett Shenina, asisten pribadi Leon Karlsson. Anak sulung Maria. Putra wanita yang menghancurkan keluarganya dan merenggut nyawa ibunya.

Enam bulan terakhir ia mengatur langkah, mendekati Leon perlahan, melilitnya sedikit demi sedikit. Dan sekarang, pria itu sudah berada di dalam jebakannya tanpa menyadarinya sama sekali.

Shenina tahu, Leon bukan hanya CEO berkelas, tetapi juga pria penggila wanita. Sedikit pakaian terbuka, sifat manja yang memuaskan ego pria itu, juga keberanian, Shenina bisa melakukannya.

Dan kini, keberhasilan Shenina mengikat Leon hampir 80%. Tinggal satu dorongan kecil yaitu mengikatnya secara lebih serius. Maka segala kekuasaan, kehormatan keluarga Karlsson, dan balas dendam akan ada dalam genggamannya.

“Kau pasti lelah, Tuan…” Shenina berbisik menggoda sambil menyentuh kerah kemejanya. “Kau bekerja terlalu keras hari ini.”

Leon tersenyum tipis, dingin, lalu menarik pinggang Shenina hingga tubuh wanita itu menempel pada dadanya. Bisikannya merayap di telinganya.

“Kau selalu tahu apa yang kubutuhkan… selain kecerdasanmu itu, Shenina.”

Tanpa menunggu jawaban, Leon mencium Shenina dengan rakus, dalam, seolah ingin menelan seluruh udara dari paru-parunya. Pria itu berganti posisi, menarik Shenina hingga duduk di pangkuannya.

Shenina membalas dengan terampil. Tangannya melonggarkan kancing kemeja Leon, membelai dada bidang yang selama ini diagungkan banyak wanita—tapi bagi Shenina, dia hanya alat.

Bibir Leon turun ke leher jenjangnya. Napasnya berantakan, iramanya semakin tak terkendali.

Hingga tangan Leon menyentuh kancing blouse Shenina dan tepat sebelum ia membukanya, Shenina menangkap pergelangan tangan itu.

Leon membeku.

“Ada apa?” suaranya rendah, jelas kesal karena kesenangannya dipotong.

Shenina menatap wajah Leon—parahnya, wajah itu sama sekali tidak menyerupai Maria. Kadang, hal itu membuat dendamnya sedikit goyah.

Ia mengusap pipi Leon dengan lembut, ibu jarinya menyapu garis rahang pria itu. Tubuhnya condong ke depan hingga bibirnya hampir menyentuh telinga Leon.

“Leon…” bisiknya rendah dan hangat. “Kau tahu aku tidak seperti wanita lain di sekelilingmu.”

Leon menahan napas. Tangannya di pinggang Shenina semakin erat.

Shenina tersenyum samar, menatap langsung ke dalam mata pria itu.

“Aku tidak ingin hanya menjadi… hiburan setelah jam kerja.”

Shenina mengunci tatapan Leon dengan tajam, seperti mengirim pesan yang hanya bisa dimengerti oleh pria itu.

“Aku ingin sesuatu yang… lebih berarti,” lanjutnya pelan, setiap kata meluncur seperti racun manis. “Sebuah hubungan yang tidak hanya berlangsung di sofa kantor atau hotel yang kau pilih.”

Dengan sengaja ia menyelipkan jemarinya ke tengkuk Leon.

“Aku ingin berada di sampingmu… secara nyata. Bukan sebagai seseorang yang bisa kau lepas kapan pun kau bosan.”

Leon menatapnya, pupilnya menyempit, ekspresinya mendadak gelap.

Shenina tersenyum kecil, penuh percaya diri.

“Tapi itu hanya… jika kau juga menginginkannya. Aku tidak ingin terjebak dalam sesuatu yang samar.”

Ia menautkan napasnya dengan Leon, hampir menyentuh bibir pria itu tapi menahan diri.

“Kalau kau serius denganku… kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan, Leon.”

Kalimat yang sederhana tapi bermakna tajam. Dan Leon mendengarnya sangat jelas.

Sebelum Leon sempat berbicara, Shenina menambahkan, “Aku bersyukur bekerja di sini… tapi, belakangan aku dapat beberapa tawaran dari perusahaan rival Karlsson.” Ia mengedip pelan. “Mereka bilang aku… kandidat yang sangat mereka inginkan.”

Reaksi Leon instan.

Otot rahangnya mengeras. Tangan di pinggang Shenina berubah mengepal—mencoba menahan emosi, tetapi gagal menyembunyikan amarahnya. Imajinasi buruk langsung muncul di kepala Leon: tubuh Shenina disentuh pria lain, duduk di pangkuan pria lain, melayani pria lain.

Dan yang lebih parah—dinikmati saingannya.

Shenina, seolah tak sadar bahaya, tersenyum kecil. “Mungkin… kalau ada pria yang melamarku, aku bisa langsung menerimanya. Bekerja memang… melelahkan.”

Krak.

Leon meraih rahang Shenina, dan mencengkeramnya. Meski tidak kasar, tapi cukup kuat untuk menunjukkan bahwa ia berada di ambang ledakan.

Napasnya memburu. Matanya gelap dan penuh posesif.

“Apa kau menginginkan pernikahan, Shenina?!”

Bibir Shenina tersenyum tipis saat Leon menyebut kata pernikahan.

Ya… tentu saja. Itu bagian dari rencana besarnya.

Namun sebelum ia sempat menjawab, pintu ruang CEO terbuka cukup keras hingga membuat keduanya refleks menoleh.

Shenina langsung menajamkan mata ketika melihat siapa yang masuk. Meski begitu, ia tetap memberi senyum sopan. Untung saja ia sempat merapikan blouse-nya, meski sengaja tidak menutup dua kancing teratas yang masih terbuka.

Maria Karlsson berdiri di ambang pintu.

Aura dingin Leon langsung muncul. Rahangnya mengeras.

“Ma, bisa mengetuk dulu? Ini ruang kerja, bukan ruang keluarga,” tegurnya ketus.

Tapi mata Maria tidak melihatnya. Tatapannya terpaku pada Shenina—tajam, malas, muak… dan sedikit kaget saat melihat dada Shenina yang terbuka, lalu jas Leon yang kusut, seolah baru saja dilempar asal.

Alih-alih menanggapi teguran putranya, Maria justru bertanya balik, suaranya ketus penuh kecurigaan.

“Apa yang kalian lakukan berdua di dalam sini?”

Leon mendengkus dingin, masih kesal oleh jeda panas yang diputus tiba-tiba.

“Pertanyaan apa itu, Ma? Dia asistenku. Tentu saja kami bekerja.” Ia menyesap kopi pahitnya yang bahkan sudah dingin. “Aku tidak suka pertanyaan tidak wajar.”

Maria tidak puas. Langkahnya seperti predator yang mendekati mangsa. Tatapannya menguliti Shenina dari ujung kepala sampai dada yang sengaja dibiarkan terbuka.

“Tidak wajar?” Maria mendengus. “Lalu apa wajar asisten berpakaian seperti itu di depan bosnya?”

Nada suara itu mengintimidasi.

Dan jika Shenina adalah wanita lain, mungkin ia akan menunduk gentar.

Namun Shenina hanya tersenyum kecil yang terkesan polos.

Dengan sengaja ia memperbaiki blouse-nya perlahan hingga tanda merah di lehernya sedikit terlihat.

Leon menahan batuk kecil.

Maria langsung membelalak.

Namun sebelum wanita itu sempat bicara, Shenina mendahului dengan suara lembut.

“Bukankah memang seperti ini standar penampilan seorang asisten pribadi, Nyonya Karlsson?”

Nada sopan, tetapi sangat jelas penuh sindiran halus.

Maria menegang.

Ada rasa tidak asing yang menusuk ketika ia memandangi Shenina.

Seperti melihat bayangan dirinya sendiri dari masa lalu ketika ia masih menjadi asisten Thomas Bronze, mengenakan pakaian jauh lebih terbuka dari Shenina, memikat pria yang bukan miliknya.

Dan kesadaran samar itu membuat hatinya semakin gelisah.

Shenina menangkap kegelisahan itu.

Dan ia tersenyum lebih lebar.

“Kau bahkan beberapa kali tidak memakai apa pun di depan bosmu, Penggoda.”

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   5. Senyum Sang Penggoda

    Udara di ruang HRD mendadak terasa menekan. Leon menatap Shenina tajam. Dia mempunyai mata berwarna abu-abu kelam dengan wajah yang keras, rahang tegas dan bibir tipis yang nyaris tidak bergerak saat dia berkata."Kudengar kau bisa menjual apa pun untuk bekerja di sini," ucap Leon datar. "Termasuk tubuhmu?"Shenina menatap balik tanpa gentar."Tuan Karlsson, Anda salah dengar," katanya tenang. "Saya tidak menjual tubuh saya. Saya hanya tahu betul… nilai saya."Leon menatap Shenina beberapa detik tanpa berkedip, lalu satu sudut bibirnya terangkat yang tidak bisa ditebak apakah itu ejekan atau kekaguman. Dia menyuruh Shenina untuk mengikuti langkahnya lebih ke dalam. "Berdiri di sana." perintah Leon datar. Jemarinya yang panjang menunjuk dinding di sisi kanan ruangan.Shenina menuruti tanpa banyak bicara. Langkah hak sepatunya terdengar nyaring saat ia berdiri merapat ke tembok dengan punggung yang tegak. Wajahnya masih tenang, tidak terpengaruh dengan tekanan apa pun.Viktor yang ikut

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   4. Candu yang Mematikan

    Shenina baru saja sampai di apartemennya setelah seharian fitting baju dengan Leon. Perasaannya semakin puas meski sedikit terkejut. Tidak pernah ia sangka Leon akan sejauh itu terseret oleh permainannya.“Beberapa langkah lagi, ibu… aku akan masuk ke keluarga Karlsson,” bisiknya sambil merengkuh foto sang ibu dan memejamkan mata.Bayangan akan kehebohan besok pagi atas kejadian hari ini mulai memasuki kepala Shenina. “Aku tidak sabar menunggu besok pagi.“Ia hampir tertidur ketika suara pintu apartemen tertutup membuat dadanya tercekat. Sebelum sempat bangkit untuk memeriksanya, tiba-tiba tubuh berat yang terasa hangat dan wangi alkohol jatuh menindihnya.Shenina terkejut, napasnya tertahan. “Tuan Leon…?” bisiknya serak.Tak ada jawaban. Hanya hembusan napas yang berat, aroma anggur, dan dada bidang yang naik-turun tak teratur. Pria itu mabuk. Parah.Shenina hendak mendorong, namun Leon justru menariknya naik, membalik posisi hingga ia berada di atas tubuh Leon. Gerakan refleks itu

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   3. Pria Itu Semakin Terjebak

    Shenina menyadari perubahan Leon hanya beberapa hari setelah ia menyenggol hubungan mereka ke arah yang lebih serius.Pria itu menjadi semakin pendiam. Lebih sibuk bekerja dan menjauh.Seolah-olah permintaan halus Shenina tentang komitmen membuatnya mundur selangkah.Namun Shenina bukan tipe yang kehilangan arah. Jika Leon ingin menjauh, ia akan membuat pria itu justru terjebak lebih dalam.Dan hari ini, ia memilih rapat besar sebagai panggungnya.Karlsson Corporation dipenuhi ketegangan seperti biasa—para investor besar, proyek bernilai ratusan juta, dan sorot mata kritis dari berbagai penjuru meja.Tapi Shenina justru tampil paling tenang di ruangan itu.Strategi berbicaranya rapi. Caranya menjelaskan proposal membuat para investor muda dan beberapa yang jauh lebih tua menatapnya tanpa kedip.Ia bisa merasakan mata Leon pada dirinya sejak awal.Tajam. Diam. Mengawasi.Dan setiap kali salah satu investor pria terlalu lama menatap Shenina, rahang Leon semakin mengeras.Shenina tidak b

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   2. Sang Penggoda

    “Kau memang yang terbaik, Nona Arlett.”Senyum tipis terangkat di sudut bibir seorang pria—senyum kecil yang jarang muncul, tapi jelas memancarkan kepuasan. Leon Karlsson berdiri di tengah ruang CEO, menatap asisten pribadinya yang masih duduk anggun di sofa ruang kerjanya.Karlsson Corporation baru saja menyelesaikan meeting besar. Beberapa staf mati-matian membujuk klien, namun tetap terlihat buntu… hingga asisten pribadi Leon berdiri. Dengan kecerdasan dan ketenangannya, ia menutup celah yang gagal diisi tim Leon, meyakinkan para klien satu per satu, sampai mereka akhirnya menandatangani kerja sama bernilai fantastis.“Katakan, hadiah apa yang kau inginkan?” Leon mencondongkan tubuh, duduk di armrest sofa. Jemarinya menarik dagu asistennya dengan ringan namun penuh dominasi.“Terima kasih, Tuan. Ini semua berkat pengalaman dari Tuan Leon.”Wanita itu menunduk malu, lalu perlahan mengangkat wajah, memberikan tatapan sayu yang ia tahu selalu melemahkan pria itu. “Kalau boleh… apa ma

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   1. Dosa Pertama Keluarga Bronze

    “Sayang… cepatlah. Aku sudah tidak tahan.”Napas panas Thomas Bronze, pengusaha berusia 40 dengan sisa wibawa di wajahnya, mengalir di telinga Maria Karlsson, asistennya. Tangan besar pria itu menarik pinggang wanita tersebut dan mencium bibirnya dengan rakus.Maria terkekeh kecil saat blouse kerjanya ditarik kasar hingga kancingnya beterbangan.“Sabarlah, Thomas. Apa kau yakin aman melakukannya di sini?” godanya, tatapannya licik.Thomas menghirup napas pendek, tak peduli. “Ini rumahku. Tidak ada yang berani menyentuhku. Di mana pun kita bercinta, tak masalah.”Blouse Maria jatuh ke lantai. Thomas membenamkan wajahnya ke dada wanita itu.Maria melirik foto pernikahan Thomas dan Briana yang tergantung di dinding kamar, senyum tipis menghiasi bibirnya. “Bagaimana kalau istrimu tahu? Ini kamar kalian, bukan?”Thomas tak menjawab, terlalu tenggelam dalam nafsu.Di balik pintu kamar yang tidak tertutup rapat, sepasang mata kecil menyaksikan semuanya.Shenina, putri 10 tahun Thomas dan Bri

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status