Nisa merasa sedih dan tidak tahu dengan apa yang diperbuat laki-laki itu. Dia merasa, memang benar-benar tidak mengenalnya.
Leon tersentak dan melemparkan dompetnya kepada Bisma yang masih melonggo melihat aksi Tuannya. Saat dia berbalik badan, Nisa sudah tidak ada. Dia sudah menghilang dari pandangannya."Argghhh. Sial." Leon terus saja mengumpat.Dia meremas wajahnya dengan kasar. Dia sudah bertekad tidak akan kehilangan sosok wanita yang selalu dicarinya malah berbanding terbalik dengan keinginan-nya."Kau sudah melihatnya bukan, cari semua informasi secepatnya. Aku mau tahu semua tentang-nya dengan jelas!" Leon memberikan perintah pada Bisma masih dengan tatapan kemarahan.Bisma memperhatikan punggung Nisa yang semakin jauh meninggalkan tuannya dengan kemarahan."Benar wanita itu. Wanita yang selama lima tahun ini dicari Tuan, ternyata dia sudah banyak berubah penampilannya jauh lebih cantik dan dewasa." Bisma pun tidak kalah takjub dengan perubahan Nisa yang menjadi lebih dewasa atau mungkin sebenarnya dipaksakan dewasa karena kondisi keluarganya.Leon melihat lagi makanan yang diinjaknya tadi, walaupun secara samar Leon tahu makanan tadi adalah makanan kesukaan Nisa."Huh, harusnya aku tak berbuat sejauh ini." Sesal Leon masih memaki kebodohannya. Dia benar benar merasa bersalah karena emosinya tadi.Leon sudah tidak fokus, dia membatalkan pertemuan-nya. Dia merasa tubuhnya tidak enak jadi memerintahkan Bisma mengantarnya pulang. Dia turun di sebuah penthouse dua lantai, miliknya dan bergegas masuk mengunci kamar.BRUKK. Leon menyandarkan tubuhnya di pintu. Wajahnya memerah, jantung berdebar ribuan kali saat pertemuannya tadi dengan Nisa. Di pelupuk mata Leon, dia masih dapat melihat wajah cantik Nisa."Dia sudah banyak berubah, sangat cantik. Dan tubuh mungil dengan dadanya yang berisi membuatku candu. Bahkan hanya dengan menggunakan kaos ketat dan celana jeans saja sudah bisa membuatnya menonjol dengan sempurna.""Arghh. Aku hampir gila, siapa yang merubahnya sampai secantik itu atau jangan-jangan dia sudah menikah? Hahh!! Aku bahkan tidak peduli jika dia sudah menikah, aku akan tetap mengikatnya."Leon mengepal geram kedua tangannya ketika memikirkan Nisa sudah menikah. Dia sungguh tidak rela jika apa yang dipikirkannya terjadi.***Di tempat lain,Nisa merutuki pertemuannya dengan laki-laki yang menurutnya gila."Bisa-bisa dia mencengkram tanganku seperti tadi, bilang mengenalku. Hah! Dasar pria kaya gila. Amit-amit deh ketemu dia lagi, ahhh, jangan sampai." Nisa bergidik ketika membayangkan pertemuannya dengan laki-laki yang tentu saja dia adalah Leon."Hih, sebel seharusnya tadi aku bisa makan enak. Sia-sia Aldo membelikan aku makanan." Gerutu Nisa masih membayangkan makanan yang dibelikan Aldo tadi.Nisa membuka lemari pendingin, melihat bahan makanan yang akan dibuatnya dengan cepat karena perutnya langsung terasa lapar."Beneran deh, inget tadi makin emosiku terkuras olehnya," oceh Nisa menggerakkan bahunya.Dengan cekatan tangan Nisa mengiris tomat, namun dia tiba-tiba terhenti saat mengingat peristiwa tadi. Nisa berusaha mengingat wajah pria yang tampak tidak asing."Aku bahkan tak bisa ingat dengan jelas, ini efek samping dari obat yang diminum selama lima tahun ini. Atau apa," Nisa mengoceh kembali, hatinya ada rasa nyes ketika dia membayangkan kemarahan laki-laki yang tidak dikenalnya itu.Nisa masih bersyukur karena dia tidak melupakan orangtuanya. Akibat kecelakaan terakhir di masa kuliahnya dulu, dia benar-benar tidak bisa mengingat beberapa bagian dari kehidupan yang mungkin saja itu adalah bagian terpentingnya.Apalagi Nisa juga mempunyai penyakit jantung dan dia juga terpaksa menerima jantung dari adiknya, Lana. Ibunya bahkan berkorban untuk Nisa, lebih memilih keselamatan putri satu-satunya yang tersisa."Semangat Nis, sekarang saatnya kamu yang membalas budi. Sembuhkan mama lalu kau bisa memikirkan tentang masa depanmu."Sambil mengangkat tangan ke udara, dia menyemangati dirinya sendiri.***Pukul enam pagi Nisa sudah terbangun dan menyiapkan sarapan. Setelah membuat sarapan Nisa meninggalkannya untuk mandi, berganti baju dan berdandan.Nisa menggunakan rok span hitam di atas lutut dengan kemeja berwarna lemon berenda sangat pas di tubuh mungil dan dua benda berisi milik Nisa. Di tambah heels juga rambutnya yang ditata bergelombang membuat Nisa cantik dan mempesona.Nisa meneguk susu coklat dan roti isi coklat yang sudah dibuatnya. Segera turun karena Adam akan menjemputnya. Tempat kerja yang dicarikan Adam satu arah dengan Adam hanya beda beberapa gedung. Adam melonggo melihat penampilan Nisa. Dua hari ini, Adam hanya melihat dandan casual Nisa."Aduh duh duhhh, pagi yang panas, cetar membahana!" Adam berkomentar, dia segera memalingkan wajah dan mengusap dadanya."Untung saja Sarah tak kalah panas darimu, Nis." Batin Adam."Apa sih, Dam?""Nggak. Ayo, kita berangkat nanti terlambat!" Adam melirik dari kaca spion saat Nisa duduk di belakang."Pegangan ya, Nis. Jangan sampai kamu jatuh, dan ini ...," Adam membuka jaketnya menutupi rok Nisa yang terangkat melebihi batas keimanan mata laki-laki."Terima kasih, Dam!" Nisa segera menutupi dan menaruh tasnya di atas jaket Adam."Nis, aku bilang dulu nih," ucap Adam sudah menjalankan motornya."Kenapa, Dam?""Maaf aku mau ingkar, nanti sore aku nggak bisa jemput kamu, ya!""Oh, itu, santai saja, Dam. Harusnya kamu juga nggak usah antar jemput seperti ini, aku bisa berangkat sendiri," ucap Nisa."Nggak Nis, aku kan udah janji buat jagain kamu sama bibi, selama ada aku sebisa mungkin kamu sama bibi akan aku jaga!" sahut Adam dan mulai menjalankan mesin motor bebek bututnya."Awas, Dam, nanti Sarah salah paham melihatnya. Aku nggak mau loh jadi penyebab rusaknya hubungan kamu sama Sarah!""Nggak Nis, Sarah ngertiin aku kok. Yang jelas aku baru bisa tenang kalau sudah melihat bibi sembuh dan kamu hidup bahagia," tambah Adam. Nisa sudah tak bisa membujuk lagi kemauan Adam untuk menjaga keluarganya."Ingat ya, Nis, langsung pulang setelah pulang kerja, jangan keluyuran. Aku ada acara yang harus dilakukan bersama dengan Sarah, tapi besok aku akan antar dan jemput kamu, mengerti!" Adam terus memperingati Nisa seperti seorang kakak laki-laki yang tidak pernah dimilikinya."Beres, bos!"***Nisa melangkah masuk pada sebuah gedung dengan nama PRAWIRA COMPANY. Semua mata langsung tertuju pada penampilan Nisa yang sangat cantik dan memikat para kaum Adam.Nisa menghampiri meja resepsionis, "Selamat pagi, saya, Nisa. Saya ada janji dengan Ibu Wanda, lantai berapa saya bisa bertemu dengannya?" sapa Nisa sopan dan tersenyum."Selamat pagi juga, saya cek di daftar sebentar ya!" Resepsionis segera mengecek daftar janji tamu di komputer yang tersedia."Bisa ke lantai tiga puluh bagian personalia, lift sebelah kiri. Anda bisa gunakan tanda pengenal tamu sementara sebelum mendapatkan tanda pengenal untuk akses masuk ke dalam gedung!" Nisa menerima id tamu dan segera mengalungkan lehernya."Terima kasih!"***Bisma mengetuk pintu sebelum masuk ke ruangan Leon. Dia terlihat sibuk dengan beberapa berkas. Mata dan tangan sedang serius dengan berkas berkas yang tidak jauh dari pandangannya."Ini data yang Anda minta, Tuan." Leon menghentikan pekerjaan, menatap Bisma dan sebuah amplop coklat di tangannya.Bisma memberikan amplop coklat tadi, "Terima kasih, keluarlah!" Bisma mengangguk dan keluar.Leon membuka perlahan amplop coklat tadi dan melihat isi informasi yang dia perintahkan. Dia membaca informasi bahwa setelah kebangkrutan perusahaan keluarga Nisa, ayah dan adik Nisa meninggal. Lalu ibu Nisa terbaring di rumah sakit. Nisa ada di salah satu negara dan melakukan banyak pekerjaan. Dan Nisa baru berada tiga hari di kota ini. Mata Leon membulat tak percaya saat dia melihat perusahaan yang sedang menerima Nisa bekerja, dan status lajangnya Nisa membuat hati Leon lega."Ternyata mau lari sejauh manapun kau tetap akan kembali kepadaku." Seberkas senyum hadir di wajah Leon. Dia tak bisa lagi membohongi kebahagiaan yang terlihat dengan jelas di wajahnya.Leon menyimpan kembali berkas tadi dan beranjak dari tempat duduknya. Dia sedikit gelisah hingga mondar mandir di dalam ruangan.“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar