Share

Bab 2

Author: Golden
Berhubung hal itu sudah terjadi, aku tidak berencana untuk menyembunyikannya. Setelah dewasa, area sensitifku terasa begitu gatal sehingga aku tidak bisa tidur setiap malam. Aku pernah menggunakan jari, pensil, timun, dan sebagainya .... Namun, tidak ada satu pun yang dapat memuaskan hasrat kuat ini.

Aku bukannya tidak pernah mencari pria kota. Hanya saja, begitu mereka melepas celana, aku langsung menolak. Ukuran mereka tidak dapat memuaskanku.

Setelah kebetulan mendengar dari temanku yang datang dari pedesaan mengatakan bahwa pria yang bekerja di ladang sangat kuat, pria idamanku berubah menjadi seorang petani yang kuat.

Aset Adri yang ada di dalam tubuhku perlahan-lahan membesar dan terasa makin panas. Aku mendesah untuk sesaat, lalu mengulum jarinya. "Kamu keras sekali."

"Meski sakit, kamu juga harus tahan."

Adri pun menurunkan pinggangnya dan bergerak secepat motor. Otot perutnya yang kencang bergerak maju dan mundur di depan mataku. Area bawah tubuhku terasa sangat puas. Suara yang kami hasilkan dapat membuat orang berimajinasi liar.

Tubuhku terasa makin panas dan hasratku sudah mencapai puncaknya. Aku pun memeluknya dengan erat sambil mengerang, "Adri, Adri!"

Gerakannya makin cepat. Dia menepuk dada montokku yang seputih salju dengan tidak puas. "Nggak boleh! Sama-sama, dong."

"Aku nggak tahan lagi ...." Aku tidak berhenti merintih, tetapi untungnya Adri mengampuniku. Saat aku mencapai puncak, Adri merangkul pinggangku dan menunjukkan senyum jahat tetapi tulus. "Sekali lagi."

Saat aku bangun, hari sudah siang. Aku segera mengenakan pakaianku dan berlari ke tempat kerja.

Orang-orang di desa sangat miskin dan tidak mampu membayar upah. Untuk menghasilkan uang, para guru juga bekerja paruh waktu di ladang selama musim tanam yang sibuk.

"Ke mana saja kamu!" tegur wakil ketua tim yang diangkat Adri untuk bertanggung jawab atas pengaturan kerja di ladang ketika melihatku datang terlambat.

Aku berhenti dan berdiri di depan Adri, lalu mengeluh dengan suara pelan, "Bukannya ini gara-gara kamu yang melakukannya berkali-kali."

Adri berhenti berbicara, lalu mengangkat dagunya untuk memberi isyarat agar aku bergegas pergi menyiangi rumput.

Aku terlalu lelah semalam, sedangkan pinggangku juga terasa pegal dan lemas. Ditambah dengan matahari yang sangat terik, aku pun jatuh pingsan tak lama kemudian.

Aroma maskulin yang familier menyerbak ke hidungku. Aku menggerakkan jari-jariku untuk meraih orang yang hendak pergi itu dan menjilat bibir bawahku yang kering. "Mau lakukan sesuatu yang mendebarkan?"

Kami berada di sisi teduh di balik tumpukan jerami yang tinggi. Di sisi lainnya, para anak muda terpelajar dan petani sedang bekerja.

Adri menahan tanganku yang sedang membuka kancing dan bertanya dengan ekspresi muram, "Kamu begitu bernafsu?"

"Iya, mau?" Aku mengembuskan napas dengan lembut. Tulang selangkaku yang halus sudah terekspos. Melihat dia tidak menjawab, aku mengalihkan pandanganku ke celananya yang sudah menonjol. Kemudian, aku berdiri sambil tersenyum. "Kalau kamu nggak mau, aku akan cari orang lain."

Baru saja aku melangkah maju dua langkah, sebuah tangan yang kuat sudah mengait ikat pinggangku dan menarikku mundur. Sebuah bayangan terbentuk di bawah terik matahari. Aku menatap dadanya yang berotot dan tidak dapat menahan diri untuk tidak meremasnya.

Dia memukul bokongku dua kali dan menyebabkan aku berseru. Adri segera menutup mulutku. "Ssst, kamu mau kelihatan orang lain?"

"Bukannya kamu suka dengar rintihanku?" Aku mengangkat bahu dengan acuh tak acuh, tetapi tanganku sibuk menyentuh asetnya.

Berhubung kami terlalu dekat dengan para pekerja, Adri pun mengambil segenggam jerami dan hendak menggunakannya untuk membuatku bungkam.

"Coba saja kalau kamu berani!"

Aku memelototinya. Pada detik berikutnya, dia mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari sakunya, lalu meremasnya menjadi bola, dan menyumpal mulutku. "Bosku, begini sudah bisa, 'kan?"

Aku meringkuk dalam pelukannya dan tersenyum bodoh. Puncak dadaku tiba-tiba dicubit dua kali. Dia sedang menghukumku.

Cubitan yang kuat itu membuat dadaku yang seputih salju terasa panas. Aku merasa kulitku seperti sudah terkelupas, tetapi malah sangat menikmatinya. Perlakuan kasar seperti inilah yang kuinginkan. Makin kasar perlakuannya, makin basah pula aku.

Tubuh Adri dipenuhi aroma rumput yang bercampur dengan debu dan langsung membuatku kehilangan akal sehat.

"Adri ... bergerak ... lebih cepat lagi ...."

Mulutku tersumbat oleh uang kertas sehingga kata-kataku tidak jelas. Namun dia tetap mengerti dan mempercepat gerakannya.

Pada saat aku hampir mencapai puncak, dia tiba-tiba berhenti dan tersenyum jahat, lalu menarik diri. Di saat-saat kritis ini, aku buru-buru meraih tangannya dan memasang tampang memohon.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 8

    Saat matahari terbit, Adri menggendongku dan menekanku ke jendela. Tubuh kami saling menempel erat. Dia menunjuk cahaya di depan dan berbisik di telingaku, "Nova, kali ini kita jangan berpisah lagi."Hari ujian masuk perguruan tinggi adalah di hari musim dingin. Aku menyuruh Adri mengenakan mantelku dan mengawasinya berjalan masuk ke ruang ujian. Dia telah mengulang pelajaran tanpa kenal lelah dan begitu lama. Dia pun berbalik dan menunjukkan senyum percaya diri ke arahku. Tidak sia-sia aku menangis berkali-kali saat berada di bawah tubuhnya.Setelah ujian, aku langsung menemukan Adri di tengah kerumunan dan berlari ke arahnya. "Gimana hasil ujianmu?""Lumayan."Aku diam-diam mendekatkan diri ke telinganya dan bertanya, "Mau hadiah malam ini?"Apa arti "hadiah" ini sudah jelas. Malam itu, Adri membantuku mencapai puncak berulang kali. Setelah selesai berhubungan, aku menempelkan wajahku di lengannya dan memperhatikannya mengeluarkan sebuah buku tua dari bawah bantal.Itu buku pertama

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 7

    Pantas saja aku tidak mengenalinya. Aku memandangi tubuh kekar dan wajah tampan Adri. Dia sudah sepenuhnya berbeda dari saat kecil dulu. Aku begitu tenggelam dalam pikiranku hingga tidak menyadari tatapan mata Adri yang makin dalam. Dia menatapku dan memelukku. "Sejak hari itu, aku selalu menantikanmu kembali setiap hari, tapi kamu nggak pernah kembali. Setiap malam waktu aku nggak bisa tidur karenamu, aku akan ambil buku-buku pemberianmu dan membacanya sampai robek. Lalu, aku akan beli buku-buku lain dan bahkan mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi. Aku berencana pergi ke kota untuk mencarimu saat kuliah nanti."Suara Adri terdengar berat, tetapi aku selalu merasa dia merasa seolah-olah aku telah menelantarkannya. "Aku sudah melihatmu di hari pertama kamu tiba di desa."Pantas saja aku selalu merasa Adri melepaskan hormon maskulinnya terhadapku entah sengaja atau tidak. Ternyata dia sedang merayuku!Menyadari hal ini, aku tiba-tiba memberanikan diri untuk bertanya te

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 6

    "Ssst."Adri tersenyum jahat lagi dan terus bergerak dengan liar tanpa menghiraukan permintaanku. Melihat aku memasang tampang memelas, dia langsung menyumpalkan pakaiannya ke mulutku. "Gigit!"Dia bergerak makin cepat dan aku yang tak kuasa menahannya jatuh menimpanya. Kenikmatan itu datang secara bergelombang. Aku mungkin benar-benar akan mati karenanya. Hanya itu yang kupikirkan saat ini."Tina, apa kamu dengar suara-suara aneh semalam?" tanyaku dengan gugup pada teman sekamarku yang sudah bangun.Dia menggeleng, lalu tiba-tiba berhenti memakai sepatu dan menjawab dengan serius, "Apa semalam hujan? Hujannya sepertinya deras sekali. Atau ada air ketuban siapa yang bocor? Tapi mungkin ini cuma mimpi."Melihat ekspresi seriusnya, aku akhirnya menghela napas lega.Adri ternyata memang serius ingin pergi bersamaku. Begitu aku selesai mengerjakan tugas, dia mengambil bahan pelajaran yang dia temukan entah dari mana dan membawaku ke rumahnya untuk mengajarnya.Aku sudah lulus bertahun-tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 5

    Rasa malu, marah, dan sakit berkecamuk dalam hatiku. Air mataku pun mengalir makin deras. Aku rindu mendengar hiburan dan bisikan Adri sebelumnya, tetapi moralitasku menghentikanku.Percakapan mesra kami berdua malam itu terus berputar di benakku. Aku meronta lagi dan menendang Adri dengan kuat. Akan tetapi, dia malah menahan pergelangan kakiku dan membawanya ke titik panas tubuhnya."Adri! Dasar berengsek! Kamu sudah punya pasangan, tapi masih memperlakukanku seperti ini!" seruku. Namun, tubuhku terasa lemas dan lemah. Aku hanya bisa pasrah membiarkannya memperlakukanku sesuka hatinya.Kenikmatan itu makin intens, sedangkan rasa malu membuatku tak mampu mengangkat kepala. Sampai aku mencapai puncak, Adri baru menarik kembali ujung lidahnya, kaku dengan hati-hati mengoleskan obat pada lukaku. Kemudian, dia menarikku ke dadanya yang bidang dan memelukku sambil berkata, "Aku nggak punya pasangan. Aku menyukaimu."Aku menghindari Adri selama tiga hari berturut-turut karena aku tidak tahu

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 4

    "Dua orang baru bisa memuaskanmu, 'kan? Kamu benar-benar nafsuan dan nggak tahu malu!"Aku mengira Adri serius dan mataku pun memerah. Meskipun aku memang bernafsu besar, aku tidak sembarangan. Namun, ketika gerakannya makin kasar, aku menyadari bahwa dia sedang marah dan cemburu.Adri mengangkat dan meletakkan sebelah kakiku di bahunya. Punggungku tidak berhenti menggesek pohon belakang akibat dorongannya. Kulitku yang halus pun terasa perih karena terkena permukaan pohon yang kasar. Rasanya sakit, tetapi juga memabukkan.Saat mencapai puncak, Adri menggigit bahuku. "Jangan cari orang lain. Aku bisa memuaskanmu."Seolah-olah untuk membuktikan ucapan ini, dia terus mendominasiku hingga fajar tiba. Aku tergeletak di atas dada bidang Adri, lalu mengelus-elus garis perut bawahnya dan tidur dengan perasaan puas.Aku tidak tahu bahwa dia menatap wajahku saat aku tertidur. Tatapannya sangatlah lembut. Aku lebih tidak mengerti lagi apa maksud kalimat yang diucapkannya."Lama nggak jumpa, Nova

  • Godaan si Petani Tampan   Bab 3

    Adri mengeluarkan uang kertas itu dan menatap tubuh bagian bawahku. Sentuhannya yang kasar justru membuat area itu makin basah. Dia menarik tangannya dan berkata, "Basah sekali.""Cepat .... Aku mau ...." Aku hanya ingin melepas hasratku.Namun, dia menggeleng dan tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya. "Aku akan memuaskanmu malam ini."Setelah mengatakan itu, dia menyeka tubuh bagian bawahku dengan uang kertas. Kemudian, dia berdiri dan menarik celananya. Aku menggenggam saku celananya erat-erat sambil berujar dengan nada memelas, "Kalau kamu nggak memuaskanku sekarang, aku akan merasa sangat nggak nyaman. Berhubung begitu, aku akan cari orang lain."Raut wajah Adri langsung menjadi kelam. Kemudian, dia membalikkan tubuhku dan menekanku ke atas kakinya. Bokongku yang empuk dipukulnya tanpa ampun sampai aku memohon ampun, "Adri, aku salah.""Salah apa?" Pertanyaan mendadak itu membuatku tidak bisa menjawab. Dia pun memukulku lagi.Akhirnya, aku tidak tahan lagi dan berseru

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status