Share

4~Jadian

Deg

Jantung Rindu berdebar sangat kencang. Ia bahkan merasa nafasnya terasa sesak. Ia meremas roknya menahan gejolak dalam dadanya. Ia kemudian tertunduk diam.

"Rin, kamu nolak aku?" tanya Bintang dengan raut wajah kecewanya. Padahal ia sangat tertarik dengan gadis di dekatnya ini. Ia suka dengan Rindu yang apa adanya. Tidak ribet dan asik juga saat diajak berbicara. Ia merasa nyambung dan nyaman saat didekat cewek itu. Memang Rindu  bukan cewek pertama yang ia sukai. Namun ia berharap Rindu bisa jadi pengobat hatinya yang masih terluka. Ia ingin melupakan masa lalunya dengan mencoba mencari pengganti yang baru. 

"Rin, aku sayang sama kamu. Aku ingin kita selalu bareng, tapi gak sekedar teman. Aku juga udah terlanjur nyaman sama kamu," ucap Bintang memelas. 

"Aku gak pantas jadi pacar kamu, Bi," balas Rindu lirih. Ia bukannya tidak mau jadi pacar Bintang. Tetapi ia tahu diri. Dia ini hanya gadis biasa. Dia juga gak merasa cantik. Sedangkan Bintang cowok tampan. Jadi ia merasa tidak cocok dengan cowok itu. Dia sadar diri ia ini siapa. Dan Bintang itu siapa. 

Bintang mengangkat wajah Rindu untuk menatap matanya. "Kamu pantas kok jadi pacar aku. Aku senang bisa kenal kamu. Kamu juga baik. Dan satu lagi, kamu itu cantik Rindu. Kamu pantas buat aku."

"Benarkah?" Pikir Rindu. 

"Kamu mau, kan?" tanya Bintang sekali lagi.

Lama Rindu terdiam hingga akhirnya ia berani mengatakan, "Aku mau," jawab Rindu. 

Bintang tersenyum lebar dan langsung memeluk Rindu. "Makasih Rin."

Ada kelegaan di hati Bintang. Ia merasa senang perasaannya diterima. Sudah saatnya untuk ia belajar mencintai gadis lain. Ia harus melupakan mantannya. Rindu akan jadi pengobat untuknya yang terluka dan belum move on ini. 

Rindu senang sekali. Hatinya berbunga-bunga. Apalagi saat ini ia sedang dipeluk oleh orang yang ia cintai. Ia tidak pernah sesenang ini sebelumnya. Hari ini adalah hari terbaik dalam hidupnya. Siapa sangka kini ia memiliki seorang pacar yang akan mencintai dan menyayanginya. Mungkin Bintang adalah penyelamat dalam hidupnya yang dikirim Tuhan untuknya. 

"Terima kasih Bi, kamu udah menjadikan aku berarti dalam hidup kamu."

"Iya sama-sama, Sayang."

***

Rindu dan Bintang jalan bergandengan menuju kelas Rindu. Bintang mengantar pacarnya itu. Mereka berjalan dengan sejajaran dan saling melempar senyuman.

Teman-teman sekolah Rindu dan Bintang memandangi mereka berdua. Dengan tatapan tak percaya jika seorang Bintang sedang menggandeng cewek yang sering dibully itu. Ada juga yang tertawa melihat mereka. Iya, mereka sangat tidak sangka Bintang mau dengan cewek itu. Bagi mereka Bintang dan Rindu itu seperti langit dan bumi. Sangat jauh dan tak pantas bersama. 

"Liat apa kalian?!" Bintang menghentikan langkahnya dan melihat tajam ke arah 2 orang siswa yang sedang menertawakannya. 

"Enggak, heran aja," jawab cowok dengan papan nama yang bertuliskan Aldi.

"Apa yang kalian heranin? Hah?" tanya Bintang kesal. Rindu mencoba menghentikannya dan meminta mengabaikan siswa itu tapi Bintang tidak mau. 

"Udah kita ke kelas aja," pinta Rindu. 

"Enggak Rin. Aku gak bakal biarin mereka ngejek kamu."

"Gapapa kok. Aku udah biasa."

"Enggak. Sekarang udah ada aku. Dan aku bakal jagain kamu," ucap Bintang tegas.

Mendengar perkataan Bintang membuat Rindu sangat senang. Akhirnya ia memiliki seseorang yang bisa menjaganya. Ia bangga dengan Bintang. Dalam hatinya tak henti berterima kasih pada cowok bergingsul itu.

"Ngapain sih lo dekat sama kuman kaya dia! Dia itu pembawa sial di sekolah kita. Lo juga, kaya gak laku aja sampai pdkt sama dia," cerca Aldi. 

"Lo!" Bintang ingin menghajar Aldi tapi Rindu menghentikan tangannya. 

Rindu menggeleng, meminta Bintang tidak melakukan hal kasar pada Aldi. 

Bintang menghela napas gusar dan mengurung niatnya untuk meninju wajah Aldi yang songong itu. 

Aldi dan satu temannya tertawa.

"Lo cemen ya ternyata. Mau aja nurut sama Si kuman," ucap Aldi mengejek.

"Hahaha, tau ni Si Bintang. Lo dipelet apa sih sama dia? Sampai mau gandengan tangan segala sama Si kuman," timbal Kiki.

"Hahaha, goblok banget lo, Bi," tambah Aldi. 

Bintang tidak terima dengan ucapan itu. Seperti kilat menyambar, Bintang langsung menonjok wajah Aldi sampai hidung cowok itu berdarah hanya dalam sekali pukulan.

Kiki yang melihat temannya dihajar cuma bisa terdiam. Dia tidak bisa berkelahi hanya pandai buat keributan.

"Kalau gue dengar kalian nyebut cewek gue kuman lagi, gue gak bakal tinggal diam. Lo! Berurusan dengan gue!" ancam Bintang tidak main-main. 

Rindu meraih tangan Bintang dan membawa pacarnya itu pergi menjauh dari Aldi. Ia tidak mau masalah jadi panjang. Dan ia tidak mau nanti Bintang kenapa-napa karena Aldi. 

***

Rindu tiba di kelasnya bersama Bintang. Ia meminta pacarnya itu untuk tenang. Setelah Bintang terlihat lebih baik baru ia mengajak cowok itu berbicara. 

"Bi, kamu jangan kaya gitu lagi ya. Aku gak mau kamu dapat masalah," pinta Rindu. 

"Tapi Rin, aku gak mau kamu diejek sama mereka. Aku gak bakal tinggal diam kalau kamu disakiti."

Rindu menghela napas. "Aku memang gak pantes kok sama kamu. Yang mereka bilang itu benar. Kamu gak seharusnya dekat sama aku. Apalagi jadi pacar kamu."

Bintang memegang tangan Rindu. "Dengerin aku ya. Jangan dengerin omongan mereka. Yang berhak atas hidup kita itu ya kita bukan mereka. Aku suka sama kamu urusan aku, bukan mereka. Biarin aja mereka gak setuju. Terpenting, aku beneran sayang sama kamu. Kamu cewek yang baik, cantik, dan aku gak peduli dengan omongan mereka."

"Tapi..."

"Sttt..." Bintang mendaratkan telunjuknya di bibir Rindu. "Gak ada tapi. Aku mau kamu tetap disisi aku. Gak ada lagi omongan yang bilang kamu itu gak pantas untuk aku. Bagi aku, kamu sangat pantas." Bintang memeluk Rindu. Kebetulan kelas Rindu tidak ada siapapun jadi mereka berpelukan tanpa ada hinaan lagi.

"Terima kasih, Bi. Semenjak ada kamu, aku merasa hidup aku gak sunyi lagi. Makasih ya..."

Bintang mengusap kepala Rindu. "Jangan sering berterima kasih. Udah jadi tugas aku untuk bahagiain kamu."

Bel masuk berbunyi. Bintang melepaskan pelukannya. Sudah saatnya ia berpisah dengan Rindu untuk sementara waktu. Inilah nasibnya jika beda kelas jadi ia selalu terpisahkan.

"Aku pamit ke kelas ya," pamit Bintang seraya mau beranjak pergi. 

Rindu mengangguk. Saat bintang sudah di ambang pintu cowok itu memberikan kiss bye untuknya dan ia jadi senyum-senyum. 

Tak selang waktu lama semua teman kelas Rindu masuk ke dalam kelas. Dan disusul oleh Bu Rita, guru Matematika di kelasnya. 

Seorang cewek berkerudung duduk di sebelah Rindu sambil melempar senyum pada Rindu. Dia Kasih, teman sekelas Rindu yang baik hati. 

Di selang waktu pelajaran yang membosankan. Kasih menyingkut siku Rindu. Ia bosan mendengarkan penjelasan Bu Rita yang membahas soal-soal yang tidak sampai otaknya.

"Kenapa?" tanya Rindu di sela mencatat pembahasan soal yang Bu Rita tulis di papan tulis. 

"Kamu lagi dekat ya, sama Bintang?" tanya Kasih dengan suara pelan supaya Bu Rita tidak mendengarnya mengobrol dengan Rindu. Kalau ia ketahuan bisa habis dia. Bu Rita terkenal galak naudzubillah. Entah kenapa setiap guru yang mengajar Matematika selalu terkesan killer. 

Rindu mengangguk. 

"Cieee, akhirnya ada yang deketin juga."

Rindu tersenyum-senyum malu. 

"Udah jadian belum?"

Malu-malu Rindu mengangguk. 

"Hah! Udah!" Refleks Kasih bersuara keras. Semua orang jadi melihat ke arahnya. "Upsss..."

Ia cuma terkejut mengetahui Rindu sudah jadian dengan Bintang. Ia terkejut karena temannya itu berarti tidak jomblo lagi dan artinya ia tinggal sendirian. Ah... ia sedih.

"Kasih! Apa-apan sih kamu! Sangat mengganggu proses mengajar saya!" ketus Bu Rita dengan berkacak pinggang dan jangan lupakan matanya yang melotot seakan mau keluar bola matanya. 

"Maaf Bu, saya gak sengaja."

"Sini kamu!"

"Mau ngapain Bu?"

"Kerjakan soal halaman 53. 1 sampai 5!"

"Ta-tapi Bu..." Kasih bukan murid pintar, apalagi bisa Matematika. Kali ini ia benar-benar apes. Mana soal yang diberikan banyak. Matilah sudah. 

"Gak ada tapi-tapian! Ke depan! Dan kerjakan!"

Kasih menghela napas berat. "Baik Buk." Ingin ia pingsan aja kali ini. Tapi ia gak jago acting. Kalau ketahuan akan menambah masalah. Jadi pasrah saja. 

Kasih beranjak dari duduknya. Ia berjalan gontai menuju ke depan kelas. Bu Rita memandanginya, guru itu melihatnya dengan tatapan menakutkan. Seperti ingin memakannya hidup-hidup. 

Teman sekelasnya tidak menertawainya. Tapi ia yakin mereka tertawa. Cuma karena takut aja sama Bu Rita makanya teman-teman kelasnya itu diam saja. Tapi dalam hati menertawakannya.

Ah! Ia apes sekali pagi ini.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status