Share

5~Janji

Jam istirahat. Bintang cepat-cepat mengemasi buku-bukunya. Setelahnya ia langsung buru-buru ke kelas Rindu. Saat sudah sampai dan berdiri di depan pintu kelas Rindu. Ia memberikan dadahan pada pacarnya itu sambil tersenyum dengan manis. 

"Sayang, yuk kantin!" Ajak Bintang dengan pedenya memanggil Rindu dengan panggilan sayang di depan teman-teman kelas Rindu. 

"Cieee, udah ada yang ngajak tuh," ledek Kasih. 

"Yuk kantin bareng," ajak Rindu. 

"Cieee yang mainannya kantin sekarang," ledek Kasih lagi. Dulu teman sebangkunya itu mainnya cuma ke perpustakaan kalau gak ke taman belakang sekolah. Tapi semenjak Rindu kenal dengan Bintang, temannya itu berubah tempat kunjungan. Tetapi meski Rindu sudah ada Bintang, temannya itu gak berubah sedikitpun. Tetap baik padanya dan tetap ada untuknya.

"Apaan sih, biasa aja kok," balas Rindu. 

"Aku yang jomblo ini bisa apa? Hem... menyedihkan," ucap Kasih berdramatis. 

"Makanya kantin bareng aku dan Bintang."

"Gak ah."

"Kok gak mau?"

"Gak mau jadi nyamuk. Aku ke perpus aja." Kasih melenggang pergi begitu saja. Saat di ambang pintu ia berpesan pada Bintang. "Awas ya, kamu sakitin Rindu," katanya lalu pergi. 

Rindu melangkah menghampiri Bintang. Saat ia sudah berdiri di hadapan cowok itu, tangannya langsung digandeng. 

"Yuk," ajak Bintang lalu tersenyum manis. 

Teman-teman kelas Rindu khususnya yang cewek melihat sepasang kekasih itu merasa kesal. Mereka tidak terima Rindu bisa sedekat itu dengan Bintang. Mereka yang merasa lebih dari Rindu tentu saja merasa tidak terima dengan kedekatan Rindu sama Bintang. 

"Apa kalian?" Bintang sadar ada geng cewek-cewek yang sedang memperhatikannya dengan Rindu. Melihatnya dengan tatapan tak suka dan tidak terima dengan hubungannya sama Rindu.

"Heran aja. Kok bisa ya, cowok kayak lo gandengan tangan sama dia! Dan manggil sayang ke dia! Kalian jadian?" tanya Siska, cewek populer dan kebetulan sekelas dengan Rindu, Si parasit Siska menyebutnya.

Bintang melangkah satu langkah. Berdiri di hadapan Siska lebih dekat. Ia tahu Siska siapa. Siska itu siswi yang sering dibicarakan teman sekolahnya. Cewek cantik, cerdas, sombong, dan suka dipasang-pasangkan dengannya. Ia ogah dengan cewek itu. Memang sih secara fisik Rindu kalah. Tapi secara attitude Siska kalah jauh.

"Terus kenapa? Iri?" tanya Bintang.

Siska menggigit bibir bawahnya. Ada rasa perih di hatinya saat ini.

"Lo harus terima dan sadar. Bahwa lo kalah dari Rindu. Dia bisa sama gue. Sedangkan lo, gak!"

Siska mengepal jemarinya menahan rasa kesalnya pada Bintang dan juga Rindu. 

Sengaja menambah panas keadaan, Bintang merangkul Rindu dengan mesra dan pergi meninggalkan Siska serta dayang-dayangnya.

"Shit!" umpat Siska selepas Bintang pergi. 

***

Sampai di kantin Bintang memesankan bakso untuk Rindu. Setelah bakso siap ia segera memberikan bakso itu pada Rindu. Menu makan mereka hari ini bakso dan ditemani teh es. Memang sederhana tapi terasa spesial saat bersama orang yang juga spesial.

"Kok gak dimakan?" tanya Bintang. Ia lihat Rindu hanya minum teh es aja. Dan bakso cewek itu diabaikan. 

"Masih panas soalnya," jawab Rindu. Ia memang tipikal cewek yang gak suka makan sesuatu yang masih panas. Ia juga malas meniup makanannya. Menurutnya, kalau bisa dingin dengan sendirinya makanan itu ngapain didinginkan. Toh, memakan makanan yang panas-panas itu gak baik buat kesehatan gigi. Ia yang ingin menjadi dokter gigi ini, sangat menjaga giginya. Ia cuma mikir, bagaimana bisa jika nanti ia meminta pasiennya untuk merawat gigi mereka, sedangkan dirinya saja tidak bisa merawat giginya sendiri.

"Ohh, masih panas."

Bintang meraih mangkok bakso Rindu. Ia mengambil sesendok bakso itu. Lalu ia tiup hingga dingin. "Aaa..." Ia meminta pacarnya buka mulut. 

Rindu membuka mulutnya dan Bintang menyuapinya. Sumpah, ia merasa ini sangat romantis. Akhirnya ia bisa merasakan hal semacam ini. Dengan hati yang berbunga-bunga ia mengunyah-ngunyah makanannya.

"Makasih Bi. Seharusnya kamu gak perlu ngelakuin itu," ujar Rindu setelah menelan baksonya. 

"Perlu dong. Kamu kan, pacar aku."

Bintang berhasil lagi membuat Rindu terkagum-kagum. Ia ingin momennya bersama Bintang bisa bertahan selamanya. Ia harap Bintang lah, yang akan jadi pasangannya seumur hidup. Ia tidak perlu mengenal orang lain lagi. Cukup Bintang saja. Dengan berada disisi Bintang ia merasa hidup dan semangat untuk menjalani hari-harinya yang sering merasa kesepian.

"Kenapa bengong? Sambil senyum lagi," tanya Bintang. 

"Eh, maaf-maaf. Aku cuma kagum sama kamu," jawab Rindu. 

"Ohh, kagum. Tapi, cinta gak?"

Rindu malu-malu. "Cinta kok."

"Kalau cinta, baksonya makan sampai habis. Biar gak laper dan gak sakit."

Rindu mengangguk. 

"Aku gak mau orang yang katanya cinta sama aku, tapi gak cinta sama dirinya sendiri," ucap Bintang. Lagi, membuat Rindu menjadi kagum. 

"Kamu, kenapa milih aku jadi pacar? Padahal bisa cuma teman?" tanya Rindu penasaran. 

Bintang meminum teh esnya. Baru setelah itu ia jawab pertanyaan pacarnya itu. "Karena aku maunya kita pacaran, bukan temenan."

"Tapi kenapa?"

"Karena kamu orangnya."

Rindu tidak bisa berkata-kata lagi. Ia sudah merasa puas dengan jawaban Bintang. Jantungnya juga sudah terlalu berdetak-detak. Ia tidak sanggup lagi. Ia memakan baksonya saja, karena kebetulan sudah dingin dan takut jika lanjut bicara nanti keburu bel masuk berbunyi.

***

Jam pulang sekolah. Lagi, Bintang ke kelas Rindu dulu. Ia akan pulang dengan pacarnya itu. Karena pintu kelas tertutup maka ia cuma bisa menunggu. Ia tidak bisa memperlihatkan pada Rindu jika ia sudah standby di sini. Namun tidak apa-apa, ia akan sabar menunggu pasangannya itu. 

Tidak lama kemudian pintu kelas Rindu terbuka. Guru dan teman-teman kelas Rindu pada keluar kelas. Dan pada akhirnya Rindu pun muncul. Rindu tidak tahu Bintang menunggunya. Namun pada saat ia berjalan beriringan dengan Kasih tiba-tiba ada yang menarik dirinya dan itu Bintang. 

"Yuk, pulang bareng," ajak Bintang. 

"Aku gak diajak?" tanya Kasih yang bersama Rindu. 

"Kamu siapa?" tanya Bintang. 

"Oh iya, aku belum sempat kenalin teman baik aku. Dia Kasih, teman sebangku aku." Rindu memperkenalkan Kasih pada Bintang. 

"Kenalin, aku Kasih," ucap Kasih malu-malu. 

"Hai Kasih," balas Bintang sambil dadahan tapi dengan gaya cuek. 

"Mau kan, aku ajak pulang bareng?" tanya Bintang sekali lagi pada pacarnya. 

"Tapi aku bareng Kasih," jawab Rindu. Ia tidak mungkin ninggalin Kasih. Walaupun yang mengajaknya pulang itu Bintang. Karena baginya Kasih juga penting. Kasih itu orang pertama yang ia punya. Jadi ia tidak akan meninggalkan Kasih. 

"Yah, padahal aku mau pulang berdua sama kamu." Bintang sedikit kecewa. 

"Aku pulang sendiri aja, Rin. Kamu sama Bintang aja," usul Kasih. Ia tidak enak kalau Rindu menolak Bintang yang meminta pulang bareng. Ia mengalah saja. 

"Tapi, Kasih."

"Udah gapapa. Aku pamit ya. Dah Rindu." Kasih berlalu pergi. 

Bintang tersenyum. "Tuhan memang nakdirin kita pulang bersama," ucapnya sambil menggandeng Rindu dan membawa pacarnya itu pergi. 

***

Bintang dan Rindu duduk di kursi halte bus. Mereka duduk dekat-dekatan dan masih pegangan tangan. Tidak selang beberapa menit kemudian bus datang. Mereka berdua berdiri ke depan halte. Saat bus sudah berhenti mereka masuk bersama-sama dan duduk berdampingan. 

Semenjak ada Bintang, Rindu tidak pernah lagi berjalan kaki untuk pulang. Bintang selalu mengajaknya naik bus dan membayarkan biayanya. Rindu tidak pernah minta dan malah ia menolak. Tapi Bintang memaksanya untuk menerima kebaikannya itu. Dan semenjak itulah Rindu selalu menaiki bus setiap pulang. Perginya ia tetap berjalan kaki.

Selama perjalanan, Bintang menyandarkan kepalanya di pundak Rindu. Momen seperti ini pertama kali ia lakukan. Sebelum jadian dengan Rindu ia belum berani menyenderkan kepalanya di pundak cewek itu. Tapi setelah jadian ia merasa Rindu sudah jadi miliknya. Jadi, ia tidak perlu menjaga jarak lagi.

Rindu selama perjalanan hanya diam. Bintang yang di dekatnya saat ini membuat jantungnya tak henti berdebar-debar. Pacarnya itu juga terus mengelus tangannya. Ia juga ada rasa takut saat ini. Ia takut momen seperti ini cepat berlalu. Ia takut suatu hari nanti Bintang pergi seperti orang-orang yang dikasihinya.

"Kamu mikirin apa sekarang?" tanya Bintang.

"Gak mikirin apa-apa?" jawab Rindu tidak jujur. 

"Boleh gak, kalau aku mikirin kamu?"

"Memangnya kamu mau mikirin aku seperti apa?"

"Kamu gak bakal ninggalin aku. Dan aku juga janji gak bakal ninggalin kamu."

"Kamu sekedar janji atau sungguhan?"

"Bukan sekedar janji. Aku sungguhan."

"Dengan apa biar aku percaya?"

"Liat aja nanti. Aku gak bakal pergi dari kamu."

Entah kenapa ada keraguan dalam diri Rindu. Ia tidak mudah percaya dengan sesuatu dalam bentuk ucapan. Jika benar terjadi, baru ia bisa mempercayainya. Maka dari itulah ia jarang untuk mengucapkan kata janji. Bahkan tak pernah dalam hidupnya.

"Kalau kamu bisa janji gak, untuk gak ninggalin aku?" tanya Bintang.

"Aku gak suka main janji," jawab Rindu.

"Kenapa?"

"Karena janji dibuat untuk diingkari."

"Enggak gitu. Janji itu untuk memberikan kepercayaan pada seseorang, Sayang."

"Aku gak percaya sama janji."

"Oke kalau kamu gak percaya. Tapi kamu percaya gak sama aku?"

"Untuk saat ini aku percaya."

"Kalau nanti?"

Rindu menggeleng. 

"Ya udah gapapa. Tapi aku ingin kamu janji sama aku untuk gak ninggalin aku. Kamu harus setia sama aku. Janji?" Bintang menunjukkan jari kelingkingnya. 

"Aku gak janji."

"Loh, kenapa? Aku percaya kok sama kamu, kamu pasti nepatin janji."

"Gak perlu janji, Bi. Aku akan bertahan sama kamu, karena aku sayang sama kamu. Aku gak akan ninggalin orang yang aku sayang," ucap Rindu dengan sepenuh hatinya. 

Bintang tersenyum senang. "Makasih, Sayang."

"Gak perlu makasih. Memang sudah seharusnya, orang yang mencintai itu tidak akan meninggalkan, tanpa terkecuali."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status