Bab 4
.Mas Ahmad terlihat sangat emosi, tanpa menunggu lama, di raihnya kunci motor langsung tancap gas kerumah mbak jannah."Mbak... mbak... keluar kamu.." teriak mas Ahmad tanpa basa basi ketika tiba didepan rumah mbak janah yang tak lain adalah rumah Mak Syam." Ada apa sih Mad, datang kerumah orang teriak teriak gak jelas." Sahut mbak janah tanpa rasa bersalah."Kenapa mbak ngusir emak dari rumah? kenapa mba tega? " Tanya mas Ahmad tanpa basa basi." Kenapa? Emak ngadu sama kamu?" ucap Jannah tanpa rasa bersalah." Mbak udah kelewatan, mbak sadar gak udah berbuat durhaka pada emak?"" Eh..mad, kamu gak tau apa apa gak usah nyalahin mbak ya."" Cuma gara gara sayur singkong, mbak tega ngusir emak, hah..?" Bentak ma Ahmad."Siapa yang bilang, pasti emak ngadu yang bukan bukan sama kamu, ya kan?"" Kenapa embak tega usir emak, apa mbak enggak sadar ini rumah emak bukan rumah embak..""Siapa bilang ini bukan rumah embak? Sekarang ini sudah sah jadi rumah embak..""Benar benar keterlaluan kamu mbak.." mas Ahmad langsung masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan ocehan kakak nya. Ia teringat pesan emak nya supaya mengambil surat rumah yang disimpan emak didalam lemari. Sedangkan si janah mengikuti Ahmad dari belakang."Mau kemana kamu?" Tanya mbak janah sambil mengikuti langkah adiknya.Ahmad tak menjawab, langsung dibuka kamar emak dan membuka lemari pakaian. Tak susah mencari surat itu, emak meletakkan nya di laci tengah lemari baju nya.Ketika membuka laci lemari, Ahmad langsung mengambil surat tanah dan beberapa surat penting lainnya yang sudah di masukkan dalam map merah."Pa yang kamu ambil mad, sini berikan sama mbak." Si janah benar benar tak tahu malu, sudah berani mengusir ibu kandungny sendiri, dan sekarang malah ingin merampas surat tanah yang sudah dipegang Ahmad."Awas.. aku gak punya waktu berdebat dengan orang sepertimu." Bentak Ahmad pada kakaknya."Sini..berikan surat itu pada ku mad."" Asal mbak tahu, rumah ini atas nama emak. Dan dengan berani beraninya embak mengusir emak dari rumahnya sendiri, apa mbak gak punya malu ..hahhh??"Janah terdiam. Ia tak berpikir tentang ini sebelumnya. Ia pikir rumah ini masih atas nama almarhum bapak. Ternyata ia salah besar."Mad.. kamu gak bisa lakukan ini." Teriak mbak janah."Kenapa enggak??" Tanya Ahmad penasaran."Rumah ini warisan bapak, setelah bapak meninggal bapak menyerahkan rumah ini pada mbak." Kilah janah mencari alasan."Oh ya ??? Apa mbak punya bukti hitam di atas putih ?" Tanya Ahmad tak kalah pintar."Kalau cuma ngomong siapa saja bisa mbak, anak kemarin sore juga bisa. Jaman sekarang perlu bukti hitam di atas putih, bahkan warisan orang tua kepada anaknya sekalipun." Jannah terbengong mendengar ucapan sinis adik laki lakinya itu."Mad... Kamu gak bisa begitu, bapak sudah janji kasih rumah ini buat mbak. Kamu kan sudah dikasih tanah sama bapak, semua anak anak yang lain juga sudah dikasih warisan yang sama rata mad." Ucap janah kembali mencari alasan."Dan mbak juga sudah dikasih warisan kan sama bapak, tanah di kampung sebelah yang sudah mbak gadai waktu acara pesta nikah si Tini?""I...iya sih mad, tapi...""Tapi apa??""Tapi gak punya uang buat Nebus nya ya??" Pertanyaan Ahmad benar benar membuat janah mati kutu."Mau ada atau enggak ada uang buat Nebus itu urusan mbak, karena itu mbak sendiri yang menggadai tanpa paksaan orang lain. Dan sekarang rumah ini masih milik emak. Jangan coba coba embak berbuat hal bodoh lagi atau mbak akan berurusan dengan pengadilan, mbak ngerti?"Janah hanya terdiam tanpa perlawanan. Ia tak menyangka perbuatan bodohnya itu akan berakibat begini.Sekarang, ia merasa menyesal telah mengusir ibunya dari rumah. Hanya karena masalah sepele ia sampai hati menyakiti orang tua satu satunya yang masih ia miliki.Tanpa menunggu lama, setelah mendapatkan apa yang dipesan ibunya. ahmad segera keluar dari rumah dan memacu motornya.Janah terduduk lemas di lantai, seperti orang kebingungan. Kini, hanya penyesalan yang ada. Ia masih teringat dengan kata kata Ahmad. Jika ia masih saja nekad menggugat rumah ini, maka ia akan berurusan dengan pengadilan, otomatis janah akan kalah karena surat tanah rumah itu atas nama emak.Bersambung...Bab 5Ahmad mengambil surat tanah. Deru suara motor Mas Ahmad kian mendekat, itu berarti mas Ahmad hampir tiba. "Mak.. Itu suara motornya mas Ahmad" Ucap murni mengagetkan emak mertua. "Semoga saja Ahmad berhasil membawa pulang surat surat itu""Amin" Ucap murni dengan penuh harap. "Assalamualaikum mak" Ucap Ahmad seraya mencium tangan nek Syam. "Waalaikumsalam.. Bagaimana nak? " Tanya nek Syam penuh harap. "Ini mak, surat akta tanah dan surat penting lainnya, sengaja Ahmad sembunyikan dalam baju, biar gak menarik perhatian orang"ujar Ahmad membuat nek Syam dan murni merasa senang. " Alhamdulillah... Syukurlah surat ini berhasil kamu ambil mad""Iya mak, Ahmad masih emosi pada mbak jannah. Sepertinya dia punya niat menguasai rumah itu, padahal kami semua sudah diberikan masing masing sepetak tanah oleh almarhum bapak dulu""Emak juga gak nyangka mad, jannah tega berbua
Bab 6. Mas Ahmad menghubungi semua saudara kandungnya agar datang kerumah untuk membahas musyawarah penting keluarga. Semua Abang dan kakaknya dihubungi, tak terkecuali jannah. Meski masih kesal dan kecewa pada kakaknya itu, Mas Ahmad tetap mengundang kakaknya itu. "Hallo assalamu'alaikum mbak... " Ucap Ahmad membuka salam melalui sambungan telpon. "Waalaikumsalam. ada apa kamu telpon aku? Mau ceramahin aku lagi? " Tanpa tedeng aling jannah langsung emosi. "Aku bukan ustad, jadi untuk apa aku ceramahi orang sejahat mbak""Lalu, ada apa kamu telpon aku? ""Aku mau buat musyawarah dengan semua anak anak emak, masalah Mba yang udah Ngusir Emak""Maksud kamu? Kamu mau bahas masalah mba dan emak sama semua kakak dan abang mu? ""Iya, biar mereka semua tahu" Mas Ahmad sengaja memancing emosi kakaknya, agar jannah tidak datang. Kalau jannah datang, pasti dia tidak setuju deng
Part 7Surat perjanjian "Mak, sedang apa? Kok melamun? " Emak terlihat murung dan sedih, aku yakin pasti Emak teringat anak anaknya. "Enggak Murni, Emak cuma teringat Bapak""Bapak sudah tenang di alam sana Mak"" Andai saja Bapak masih hidup,... " Kata-kata Mak terputus lalu sedetik kemudian ia berlinang air mata. "Bapak pasti kecewa sekali melihat anak kesayangannya seperti ini, huhu... "Emak menghapus tetesan bening dari sudut matanya. "Mak, jangan bilang begitu, kita doakan saja semoga Mba jannga diberi Hidayah oleh Allah, dan menyadari kesalahannya""Mak rasanya udah enggak tahan lagi Murni, mak pingin di jemput Bapak... ""Istighfar Mak, jangan bilang begitu, hanya Allah yang tahu kapan kita akan tiada, Mak gak boleh bilang seperti itu. Disini masih ada kami bersama emak, emak gak sendiri"Begitu dalam luka di hatinya, aku hanya bisa mengelus bahunya yang renta. Hatiku teriris me
Part 8Rapat keluarga dirumah AhmadEmak memiliki banyak anak laki laki, tak mungkin mereka akan mengalah semua, pasti salah satu dari mereka akan meminta haknya dari rumah itu. "Mak, lebih baik rumah itu Mak jual saja, jangan Mak terlalu menengang nostalgia dirumah itu, apa emak udah lupa, bagaimana emak di usir oleh Mba Jannah? Setelah dia ngusir emak dari rumah mak sendiri, dia bisa bebas tinggal dan berkuasa dirumah itu? Tidak Mak, aku sebagai anak laki-laki tidak akan membiarkan itu"Mas Ahmad masih memendam kesal pada kakaknya, memang benar apa yang Mas Ahmad katakan, mna Jannah gak berhak atas rumah itu, apalagi dia sudah berani dan tega mengusir ibu kandungnya sendiri. "Mak, ingatlah satu hal, jika suatu hari nanti anak anak mak berkelahi karena memperebutkan rumah itu, apa mak akan senang? Apa mak akan bahagia nanti? " Mas Ahmad sudah kehabisan akal untuk membujuk ibunya. "Enggak Mad, emak gak mau itu terjadi"
Part 9Kesepakatan"Loh, kenapa bisa begitu mak? " Tanya Bang Umar, Semua yang hadir diruang tamu kaget dan kompak bertanya tanya. "Emak sudah diusir dari rumah itu" Kata kata Mak singkat tapi penuh penakan. Emak tak sanggup lagi memendam luka itu terlalu lama, semakin ia pendam semakin hancur hati nya. "Apa? Di usir? Siapa yang berani usir emak? " Samsul tampak berang, ia tak percaya ibunya di usir dari rumahnya sendiri. "Jannah dan Suaminya" Balas Mak Syam sambil terisak. Air matanya lolos begitu saja, mengucap nama Jannah seperti membuka kembali luka yang belum kering. Sakit dan perih namun tak berdaran, lebih sakit dari pada disayat pedang. "Apa? Jannah dan Ramli yang usir Emak? Kurang ajar mereka" "Aku tak menyangka Jannah setega itu sama Emak? " Saidah menggeleng-geleng kepala tak percaya pada sikap adik perempuan nya. "Kok bisa Mak, apa yang terjadi? Ceritakan pada kami, biar kami ber
Part 10Menentukan harga rumahEmak masih telihat sedih, Mba Saidah tanpa henti memberi pelukan dan semangat untuk ibunya, aku kembali merasa terharu karena teringat almarhumah ibuku. "Mak.. " Tiba tiba Mas Ahmad mengeluarkan kata. "Iya, kenapa Ahmad? ""Kalau Ahmad boleh usul, kita menandatangi surat perjanjian yang telah ahmat buat""Surat perjanjian apa Ahmad? " bang Samsul penasaran. "Aku buat selembar surat perjanjian Bang, didalam surat itu aku menulis bahwa Rumah peninggalan almarhum bapak akan dijual berdasarkan kesepakatan bersama, kemudian aku juga menulis bahwa hasil penjualan rumah akan dibagi sama rata kecuali Mba Jannah, dan yang terakhir Emak akan mendapatkan 1/5 dari hasil penjualan rumah, dan itu terserah emak mau di pakai untuk apa kita sebagai anak tidak boleh meminta hak emak dan tidak mengganggu gugat hak emak, karena kita juga mendapatkan hak masing masing. Juga kita harus menandatang
Part 11Mimpi emakLumayan banyak juga mereka dapat bagian. Aku yakin, Mba Jannah pasti akan mencak mencak jika tahu dia tak dapat warisan dari rumah itu. Padahal, Jika Mba Jannah mau meminta Maaf pada Emak dan menyesali perbuatannya, dia tak akan diperlakukan seperti ini. Ini adalah salahnya sendiri, buah dari sikap angkuh pada orang tua kandungnya. Setelah mendapat hasil yang pasti, dapat keluarga akhirnya selesai juga. Mereka tampak lebih tenang sekarang, tidak marah marah dan emosi lagi. "Mak, kami pulang dulu ya, nanti besok atau lusa Umar balik lagi kesini""Iya Nak, sering seringlah jenguk emak mu, mungkin emak gak akan lama lagi didunia ini nak""Emak jangan bilang begitu, umur ditangan Tuhan. Kita gak tahu kapan ajak datang, bisa saja kami duluan yang mendahului emak, bisa saja kan? "Emak hanya mengaangguk, karena sejatinya umur dan maut itu hanya Tuhan saja yang Tahu. Mati itu Tidak mengenal muda
Part 12Emak jatuh sakitAku tak tahu lagi bagaimana caranya menghibur Emak. Aku sendiri rasanya ingin menangis mendengar mimpinya itu. "Mak, sudah jangan bersedih lagi, serahkan saja semua sama Allah ya Mak. "Hanya itu yang bisa kukatakan pada Emak. "Murni, emak mau berpesan sama Kamu, jika suatu hari nanti emak meninggal sebelum rumah itu terjual, tolong sampaikan pada Ahmad dan saudaranya bahwa Tolong jangan bertengkar lagi dengan Jannah, biarlah Jannah jauhi emak tapi jangan saudaranya juga dijauhi, tak ada siapa siapa lagi dia didunia tanpa saudara kandungnya, katakan juga kalau emak Pingin dikuburkan dekat Bapak. "Tes.. Tes..Butiran bening lagi lagi keluar begitu saja, aku tak sanggup menahan sedih mendengar ucapan emak, seolah pertanda bahwa umurnya sudah tak lama lagi. "Iya Mak, pasti Murni sampaikan nantinpada Mas Ahmad. Sekarang emak jangan sedih lagi ya, emak harus kuat emak harus ikhlas, biar emak bisa t