Share

5. Pukulan Keras

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-16 10:57:37

Happy Reading

*****

Bukannya takut, Arham malah menampilkan deretan giginya. "Ya, kan, siapa tahu aja mataku yang kelilipan melihat semua ini," jawabnya, "gimana menurutmu, Na?" tanyanya pada perempuan yang membawa paper bag tadi.

Pemilik nama Ratna itu cuma bisa tersenyum sambil menunduk karena takut jika atasannya akan tersinggung jika dia menjawab pertanyaan Arham. Bekerja selama lima tahun di sisi Bagas, tentunya sudah mengenal watak dan karakter lelaki tersebut.

"Saya permisi, Pak," pamit Ratna tak mau terlibat lebih jauh dengan permainan Arham dan Bagas. Sadar posisi jika dia bukan dari golongan yang selevel dengan dua lelaki tersebut.

Bagas menggerakkan tangannya, mengusir perempuan yang bekerja sebagai sekretarisnya tersebut. Setelahnya, lelaki tersebut melirik Mutia yang ternyata sudah menyelesaikan sarapannya.

"Cepat ganti bajumu dengan yang ada di paper bag itu," perintah Bagas.

Mulai memahami karakter Bagas yang tidak menerima bantahan, Mutia berjalan meninggalkan meja makan menuju kamar yang sudah dia gunakan tidur semalam. 

Mutia mulai membuka isi dari paper bag tersebut. Matanya membulat sempurna ketika melihat celana dalam dan juga bra dengan ukuran miliknya.

"Dia tahu dari mana ukuranku?" gumam Mutia sambil melepas semua yang melekat di tubuhnya sekarang dan menggantinya dengan yang baru.

Selain pakaian, Mutia juga melihat alat make up lengkap yang biasa digunakan para wanita mempercantik diri.

"Gila, brand make up ini kan mahal banget. Kenapa Pak Bagas rela buang-buang uang."

Mutia memutuskan tidak menggunakan make up tersebut kecuali bedak dan lips tin saja. Setelah itu, dia mulai merapikan baju kotor yang tadi digunakan ke dalam paper bag. Keluar kamar dengan menenteng tas miliknya semalam yang sebagian telah terkoyak.

Menuruni anak tangga, dua pasang mata menatap Mutia nyaris tanpa kedip. Rupanya, Bagas dan Arham sudah menyelesaikan sarapan mereka dan kini keduanya berdiri di sisi tangga terbawah sambil menatap Mutia yang berjalan turun menghampiri.

"Maaf, sudah membuat Pak Bagas dan Pak Arham menunggu," ucap Mutia lembut.

Oleh karena profesinya seorang pendidik dan mungkin sifat pembawaan yang memang santun, jadi suara si perempuan terdengar sangat lembut.

"Nggak masalah menunggu asal yang ditunggu secantik bidadari gini," sahut Arham.

"Ehem," ucap Bagas sambil melirik arlojinya. "Ayo berangkat sekarang. Katanya, kamu ada jam ngajar pagi."

"Iya, Pak." Mutia berjalan mengikuti langkah kaki Bagas dan Arham.

Sesampainya di bagasi rumah Bagas, dia menoleh pada Arham. "Berangkat pake mobilmu sendiri. Aku masih harus mengantar Mutia ke sekolah."

"Yah, kok, gitu? Aku sudah nyuruh sopir pulang karena mau nebeng."

"Pesen taksi online saja." Bagas masuk mobil setelah meminta Mutia untuk tidak menghiraukan protesan Arham.

"Pak, itu beneran Pak Arham ditinggal  gitu aja. Kalau nggak dapet taksi gimana? Katanya mau ada meeting penting," kata Mutia setelah mobil meninggalkan kediaman lelaki bersorot mata tajam di sampingnya.

"Jadi, kamu begitu peduli padanya? Apa kamu tertarik tidur dengannya juga?" sahut Bagas dengan suara khasnya yang terkesan dingin dan kejam.

"Bukan begitu, Pak. Jangan salah paham dulu," jawab Mutia tergagap. Ketakutan, tangan perempuan itu mulai meremas rok yang dikenakannya.

Bagas tidak menjawab, tetapi dia lebih tertarik dengan isi paper bag yang ada di pangkuan Mutia.

"Kenapa baju kotor itu, kamu bawa?" tanya Bagas mengalihkan pembahasan sebelumnya.

"Ya, masak baju saya ditinggal di rumah Bapak. Kalau ada yang melihat dan salah paham, gimana?"

"Siapa yang salah paham?" Bagas melirik Mutia dengan tatapan ingin memangsa, seperti yang ditampakkan semalam.

Mutia mulai gugup serta takut. "Saya cuma nggak mau Bapak dan kekasih Bapak salah paham dengan keberadaan barang-barang ini," katanya gugup.

Saat itu juga, suara tawa Bagas menggema. "Cemburu?"

"Nggak, tuh." Mutia membuang muka. Bukannya dia cemburu, tetapi apa yang dia katakan adalah sebuah rasa yang muncul ketika dia berdekatan dengan lelaki seperti Bagas yang terkenal player.

"Benarkah?" Bagas malah mengulang pertanyaan, sama seperti tadi.

"Apaan, sih, Pak." Mutia masih membuang muka. "Turunkan saya di tikungan itu, Pak," tunjuknya pada tikungan dan pertigaan yang tak jauh dari jarak mereka sekarang.

"Apa kamu takut ketahuan oleh Nazar? Ingat, kamu sudah berjanji semalam. Jadi, jangan pernah berpikir bisa mempermainkan aku dan Nazar." Suara Bagas terdengar menyeramkan karena mengandung ancaman di setiap kata yang dikeluarkannya.

"Saya nggak akan ingkar janji," sahut Mutia masih dengan pandangan ke arah luar.

"Bagus! Kalau begitu buktikan semua ucapanmu. Sekarang, turun." Bagas sudah menghentikan kendaraan yang mereka tumpangi.

Tangan Mutia mulai menyentuh gagang pintu, kakinya bahkan sudah terjulur keluar. Namun, semua itu dia urungkan karena melihat sosok lelaki yang selama ini telah mengisi hari-harinya.

"Kenapa? Apa kamu takut bertemu dengannya?" tanya Bagas yang sudah lebih dulu melihat sosok Nazar di gerbang sekolah, tempat Mutia mengajar.

"Apa Anda sengaja melakukannya?" Mutia menatap lelaki di sampingnya penuh selidik.

"Kalau iya, apa pendapatmu?" Tatapan Bagas begitu tajam. Siap memangsa lawannya. "Sekarang, buktikan ucapanmu tadi kalau kamu memang tidak takut dengannya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   124. Mengejar Kata Maaf

    Happy Reading***** Mutia bersiap menutup pintu rumahnya lagi ketika melihat wajah Bagas. Namun, gerakan lelaki itu jauh lebih cepat untuk mencegah niatan si perempuan. "Sayang, Mas mau ngomong penting," ucap Bagas. Mutia menatap lelaki di depannya dengan malas. "Nggak ada yang perlu kita omongin lagi. Pergi sana," usir si ibu guru. Dia kembali akan menutup pintu, tetapi tangannya Bagas jauh lebih cepat menarik pinggang perempuan itu sehingga bibir keduanya menempel satu sama lain.Bagas malah dengan sengaja melumatnya sebentar membuat Mutia meronta-ronta dan saat itulah, si kecil Fardan memanggil keduanya."Mama sama Papa ngapain, sih? Kalau mau mesra-mesraan di dalam saja, deh. Malu kalau di luar gitu. Dilihat tetangga juga nggak enak," ucap si kecil. Mutia tak menjawab, melangkah pergi meninggalkan keduanya. Setelah jaraknya cukup jauh, perempuan itu menoleh dan berkata. "Suruh dia pergi, Sayang. Kita harus segera berangkat sekolah," suruhnya pada si kecil.Fardan menyilangkan

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   123. Aku Akan Membawamu

    Happy Reading*****Mutia benar-benar menghentikan langkahnya. Dia berbalik menatap Surya dan Bagas bergantian. Sementara Bagas, dia terpaku. Ucapan Surya membuatnya mematung. "Jadi, Papa sudah mengetahui semua ini?" tanya Bagas. Sempat tak percaya jika orang yang membelanya saat ini adalah Surya.Surya menoleh pada putra dan istri sahnya. "Maaf, jika selama ini Papa terkesan selalu membela Nazar," ucapnya.Mutia mendengkus. "Jadi, beginilah kelakuan semua keluarga Anda. Salah satu anggota keluarga melakukan tindak kriminal, tapi Anda malah melindunginya. Maaf, jika saya semakin yakin untuk membawa Fardan pergi dari sini." Perempuan yang berprofesi sebagai guru itu kembali melanjutkan langkahnya sambil menggandeng tangan si kecil yang sejak tadi sama sekali belum membuka suara."Tia, tunggu!" teriak Bagas. Akan tetapi, orang yang dia panggil makin mempercepat langkahnya."Gas, biarkan saja. Beri kesempatan pada Mutia untuk bersama Fardan dulu," nasihat Anjani yang ikut mengejar langk

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   122. Pergi

    Happy Reading*****"Nggak mungkin, ini sangat nggak mungkin," ucap Mutia berkali-kali, air matanya sudah menganak sungai di pipi."Sayang, kenapa?" Bagas mengguncang kedua bahu perempuan yang sudah menguasai seluruh hatinya itu.Surya langsung merebut selembar kertas di tangan Mutia. Lalu, membaca isi yang tertera di sana. Sebagaimana reaksi si ibu guru, lelaki paruh baya itupun cukup terkejut ketika membacanya."Pa, ada apa?" tanya Anjani. Perempuan itu merebut kertas di tangan suaminya. "Lho," ucapnya tak percaya."Itulah kenyataannya," kata Fardan, "semula, aku juga berharap bahwa Mama adalah orang yang melahirkanku, tapi kenyataannya nggak sesuai harapan. Padahal dari foto ini, aku sudah berharap banyak."Si kecil menyerahkan dua lembar foto berbeda tempat, tetapi pakaian yang digunakan si bayi sama.Bagas menyambar foto yang disodorkan si kecil. Lalu, dia mencermati kedua foto tersebut. "Bukankah ini fotomu ketika Mama baru pertama kali melihatmu di rumah sakitnya Satya waktu it

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   121. Tidak Mungkin

    Happy Reading*****"Mana mungkin dia?" teriak Elvina setelah cengkeraman tangan kekasihnya terlepas dari leher.Tama menyipitkan mata, dia menatap lurus ke arah perempuan cantik dan anggun yang kini berjalan mendekati mereka semua. Dia seperti mengenal perempuan itu, tetapi tidak ingat di mana. "Sayang, apa bener yang kamu katakan itu?" tanya Bagas. Dia maju, berusaha menggenggam tangan si perempuan. Namun, perempuan itu menepisnya dengan cepat. "Benar atau nggaknya, tanyakan pada hatimu sendiri. Aku sudah mengingat semuanya." Perempuan itu menatap ke arah Surya. "Saya sudah mengingat semuanya bahkan ketika Anda mengambil anak yang telah saya lahirkan di rumah sakit saat itu. Saya telah salah menilai kebaikan kalian semua. Ternyata, kalianlah orang yang telah menghancurkan hidupku selama ini," ucapnya.Tanpa menghiraukan keberadaan Surya dan Bagas yang tertegun dengan semua ucapan perempuan itu, dia melangkahkan kaki menuju kamar Fardan. "Aku akan membawa anak itu pergi," katanya.

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   120. Akulah Wanita itu

    Happy Reading*****Bagas dan semua orang yang ada di ruang tamu menoleh pada lelaki tak diundang yang kini berdiri di pintu rumah tersebut. "Tama?" kata Bagas dan Surya bersamaan."Hai, Gas," sapa lelaki berbadan tegap dengan tinggi sekitar 175 cm. "Selamat malam, Om, Tante," lanjutnya menyapa kedua orang tua Bagas. Tama melangkahkan kakinya mendekati mereka semua walau sang pemilik rumah belum mempersilakan. Dia berdiri tepat di samping Elvina yang perkataannya sengaja dipotong karena jelas mengandung kebohongan."Ada perlu apa kamu ke rumahku, Tam?" tanya Bagas. Tama melirik perempuan yang beberapa waktu lalu masih menghangatkan ranjangnya, tetapi kini sudah berbalik arah mendekati Bagas. "Kedatanganku ke sini, jelas berkaitan dengan dia," ucapnya pada Bagas."Apa hubunganmu dengan dia, Tam?" Bukan Bagas yang bertanya, tetapi Surya. "Dia salah satu wanitaku, Om. Dan, sekarang, sepertinya dia ingin merangkak naik ke ranjang Bagas. Ingat, El. Nggak semudah itu kamu bisa mendekati

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   119. Kebohongan Demi Kebohongan

    Happy Reading*****"Pa, ada apa kok ribut sekali?" tanya Anjani. Di samping perempuan paruh baya itu sudah ada Fardan yang menatap bingung dua lelaki yang ada di hadapannya."Eyang, apakah yang dikatakan Papa itu benar?" tanya si kecil dengan wajah sedih. Surya menatap semua orang bergantian, mengembuskan napas panjang. Berat mengatakan sebuah kebenaran yang selama ini sudah dia tutup rapat-rapat. Kehadiran Fardan sudah banyak membawa perubahan dalam hidupnya yang saat itu hampir berada di jurang kehancuran. Lelaki yang sudah memiliki kerutan di wajahnya itu kembali mengembuskan napas panjang. "Sudah saatnya Papa harus menceritakan kebenaran yang selama sebelas tahun terpendam rapat," ucap Surya. Dia kembali menatap ke arah Elvina. "Mungkin, perempuan yang kamu nodai malam itu benar Elvina, tetapi dia bukan perempuan yang melahirkan Fardan. Sejujurnya, Fardan memang bukan anak kandungmu, Gas.""Nggak mungkin," kata Anjani keras."Eyang pasti bohong," teriak Fardan."Pa, tidak usah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status