Share

4. Tidur Nyenyak

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-05-16 10:56:42

Happy Reading

*****

"Saya, nggak bermaksud," ucap Mutia terbata-bata.

Gemas, Bagaskara langsung melumat bibir perempuan tersebut penuh gairah. Mutia terbawa arus, dia mulai mengikuti apa yang pengusaha muda itu lakukan hingga napasnya mulai menipis.

Memberi kode dengan menepuk-nepuk dada Bagas. Lelaki yang terkenal playboy itu, terpaksa melepas pagutannya. Bukannya marah karena Mutia berusaha menyudahi ciuman panas mereka, Bagas malah menarik selimut hingga menutupi tubuh keduanya. Lalu, lelaki itu memeluk Mutia erat layaknya guling.

"Tidur, yuk. Aku benar-benar lelah hari ini," ucap Bagas membuat Mutia membulatkan mata, tidak bisa berkata-kata lagi saking syok mendengar kalimat tersebut.

Mutia cuma bisa diam ketika Bagas menarik selimut menutupi sebagian tubuh mereka. Lelaki itu bahkan memeluknya dengan erat, salah satu kakinya menyilang di atas tubuh si perempuan. Sebentar saja, napas teratur sang pengusaha muda sudah terdengar.

"Gila memang orang ini. Di saat bersamaan dia membuatku takut dan merasa terlindungi."

Tubuh yang terasa lelah menyebabkan Mutia berusaha memejamkan mata setelah melihat jam pada ponselnya.

Entah berapa jam mereka tidur sambil berpelukan. Suara alarm ponsel, membangunkan Mutia. Perempuan itu segera mematikan alarm tersebut karena takut mengganggu tidur Bagas. Gegas perempuan itu turun dari pembaringan, menuju kamar mandi.

"Sepertinya, aku harus cepat-cepat pulang ke rumah. Nggak mungkin berangkat ke sekolah menggunakan baju kemarin," gumam Mutia ketika dia keluar kamar mandi.

Sementara itu, Bagas masih menutup mata. Sama sekali tidak terganggu dengan kegiatan Mutia yang menghidupkan hair dryer untuk mengeringkan rambutnya.

Melirik arlojinya, perempuan itu berpikir akan membuatkan sarapan untuknya dan Bagas. Walau terkenal kaya dan putra tunggal orang nomor satu di kota mereka, nyatanya lelaki tersebut tinggal di rumah yang terbilang sederhana. 

Mutia dengan mudah menemukan dapur dan segala macam peralatan memasak. Ketika membuka lemari pendingin, dia juga menemukan beberapa bahan makanan yang bisa diolah menjadi menu sarapan mereka.

 Di tengah-tengah kesibukannya memasak, suara bel pintu rumah Bagas terdengar. Tubuh Mutia menegang. Antara ingin membuka pintu untuk melihat siapa yang datang, tetapi sekaligus takut jika sang pemilik rumah akan marah karena kelancangannya tadi. Pada akhirnya, Mutia memutuskan untuk membiarkan orang yang memencet bel tersebut. Toh, jika tidak ada respon dari dalam, si tamu pasti akan pergi dengan sendirinya. Namun, semua itu tidak terjadi.

Beberapa menit setelah bel tersebut tidak terdengar lagi, suara seorang lelaki malah menyapanya. 

"Siapa kamu?" tanya lelaki dengan pakaian resmi beserta jas berwarna hitam.

Hampir saja Mutia menjatuhkan panci berisi sayur sop yang berhasil dimasaknya. "Saya ...," ucapnya ragu akan menjelaskan apa pada lelaki tersebut.

Menelisik setiap inci bagian tubuh Mutia, lelaki itu memicingkan mata. "Di mana Bagaskara?" tanyanya sambil menggelengkan kepala seperti mengejek tampilan perempuan di depannya.

"Pak Bagas ada di kamarnya?"

"Di kamar?" tanya lelaki itu dengan wajah terkejut dan tatapan tak percaya.

"Iya di kamar. Beliau masih tidur ketika saya melihatnya tadi," jelas Mutia.

"Nggak mungkin. Pantang baginya tidur di pagi hari." Si lelaki langsung berbalik arah, meninggalkan Mutia yang terdiam mematung.

"Memangnya kenapa kalau tidur di pagi hari. Mungkin Pak Bagas benar-benar kecapean seperti yang dikatakannya semalam. Makanya, dia masih tidur sekarang," gumam Mutia sambil melanjutkan sisa masakannya agar bisa dihidangkan sebelum dia meninggalkan rumah tersebut.

Selesai dengan segala hidangan untuk sarapannya, Mutia berniat memanggil Bagas. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat sang pemilik rumah sudah berada di anak tangga paling bawah.

"Pak, saya sudah membuatkan sarapan untuk Anda. Jika berkenan silakan dimakan. Saya pulang sekarang karena ada tugas mengajar jam delapan," terang Mutia yang masih mengenakan kemeja milik Bagas.

"Kita sarapan bareng. Aku yang akan mengantarmu ke sekolah nanti. Lagian baju ganti yang aku pesan untukmu belum diantar sama anak-anak. Apa kamu akan memakai pakaian semalam," ucap Bagas tegas seperti mode sebelumnya. Sangat berbeda dengan sikapnya semalam yang ingin tidur karena sudah mengantuk.

"Tapi, Pak," protes Mutia.

"Aku tidak menerima bantahan, Mutia," sahut Bagas keras. Mutia langsung menundukkan kepala, lalu mengikuti langkah sang pemilik rumah menuju meja makan.

Lelaki yang sejak tadi berada di samping Bagas cuma mendengkus melihat tingkah keduanya.

Di meja makan, kedua lelaki itu membulatkan mata dengan sempurna ketika melihat hidangan yang tersaji di atas meja. Sayur sop, ayam goreng dan perkedel kentang tampak menggiurkan bagi mereka.

"Ini kamu yang masak semuanya?" tanya lelaki yang tidak diketahui siapa oleh Mutia.

"Iya," jawab Mutia singkat.

Bagas duduk di kursi dengan senyum yang tidak bisa diartikan oleh Mutia.

"Pak Bagas mau makan pake lauk apa?" tanya Mutia setelah dia menaruh secentong nasi ke piring lelaki yang semalam menyelamatkannya.

"Aku mau perkedel kentang itu saja," jawab Bagas, lalu melirik sang perempuan dengan senyum.

"Tumben kamu sarapan, Gas?" tanya lelaki pemilik nama Arham. "Tia, kalau aku mau lauk ayam goreng sama sambel kecap aja." Arham menyodorkan piring kosong ke arah Mutia.

"Jangan layani dia," cegah Bagas. Ada kemarahan dari sorot matanya.

"Tapi, Pak," jawab Mutia.

"Aku tidak suka dibantah!" bentak Bagas membuat Mutia mengabaikan permintaan Arham. "Kamu punya dua tangan yang bisa digunakan untuk mengambil makananmu sendiri." Bagas mendelik pada asisten sekaligus sepupunya itu.

"Dih, gitu saja marah. Biasanya juga kamu seneng banget berbagi. Kenapa sama yang ini agak lain," sahut Arham sambil melirik Mutia.

"Diam atau kamu tidak usah sarapan di rumahku," bentak Bagas dengan tatapan mematikan. Mutia cuma bisa diam sambil mengunyah makanannya.

"Dasar kejam!" Arham malas melanjutkan perdebatannya dengan Bagas, dia lebih tertarik menikmati makanan di hadapannya yang sejak tadi begitu menggugah seleranya.

Beberapa menit menikmati sarapannya, suara ponsel Bagas berdering. Lelaki itu segera mengangkat panggilan dari benda pipih tersebut.

"Masuk saja. Saya ada di meja makan," kata Bagas dan langsung memutus panggilannya.

Tak butuh waktu lama, seorang perempuan datang dengan membawa paper bag. "Pak, ini pesanan yang diminta tadi," katanya sambil menyerahkan benda yang dia pegang.

"Kasih ke dia." Bagas menunjuk Mutia dengan tatapannya agar si perempuan tersebut menyerahkan benda di tangannya. "Tugasmu sudah selesai kamu langsung ke kantor saja," ucap sang pemilik rumah dengan suara tak terbantahkan.

Mutia hampir tersedak ketika melihat tingkah kejam Bagas dengan mata kepala sendiri. Sungguh, rumor tentang kesadisan lelaki itu, semuanya benar.

"Kalau makan hati-hati," peringat Bagas sambil menyodorkan gelas berisi air putih miliknya yang sudah sempat diminum tadi.

Ragu, Mutia mengambil gelas di tangan Bagas karena tidak ingin membuat lelaki itu marah. "Terima kasih, Pak," ucapnya pada sang penolong.

"Sama-sama," balas Bagas. Tak lupa dia mendaratkan tangannya di atas kepala Mutia sambil mengusapnya lembut.

"Mataku nggak sedang kelilipan, kan, hari ini? Matahari juga nggak terbit dari barat, kan?" tanya Arham.

"Diam!" bentak Bagas sambil menggebrak meja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   17. Kacau

    Happy Reading*****Tak berbeda jauh dengan keadaan Mutia yang kacau, kondisi Bagas pun lebih menyedihkan lagi. Setelah meninggalkan klinik Satya karena kecewa dan kesal dengan hasil pemeriksaan Mutia, lelaki itu segera datang ke kantor. Rapat penting yang membahas proyek besar bernilai fantastis, dia batalkan. Entah mengapa hatinya begitu sakit ketika mengetahui dirinya bukanlah lelaki pertama yang berhubungan intim dengan Mutia. "Kamu beneran sudah gila, Gas. Cuma karena suasana hatimu buruk, kamu bisa membatalkan meeting penting kali ini. Ada apa sebenarnya? Nggak biasanya kamu linglung begini. Apa ini menyangkut Fardan?" tanya Arham di ruang kerja Bagas. Lelaki itu terpaksa menghubungi klien mereka yang akan bekerja sama untuk membatalkan pertemuan. Alhasil, rekanan itu marah dan membatalkan kontrak kerja sama yang akan mereka jalani. Pihak rekanan menganggap jika perusahaan yang dipimpin Bagas, hanya main-main dengan proyek yang sedang berlangsung. Bagas tak menyahut, malah m

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   16. Bukan Perawan

    Happy Reading*****"Mengapa kamu berbohong, Tia!" bentak Bagas, tangannya masih mencengkeram kuat leher wanita di sebelahnya padahal Satya sudah berusaha menyingkirkan tangan itu."Hentikan, Gas! Atau aku akan memanggil polisi," bentak Satya, "Ingat, kamu sedang berada di klinikku sekarang. Nggak usah nyari gara-gara." Bagas melepaskan cengkeraman tangannya dari leher Mutia, tetapi tatapannya masih saja menakutkan. "Kamu mengatakan tidak pernah berhubungan dengan Nazar, tapi apa ini?" teriak Bagas, meluapkan semua kekecewaannya pada perempuan yang semalam sudah membuatnya terbang berkali-kali ke nirwana. Kini, lelaki itu kembali mencengkeram leher wanitanya walau tidak sekuat tadi. Mutia terbatuk-batuk, tenggorokannya sakit hingga tidak bisa menjawab pertanyaan lelaki yang sudah menolongnya itu. Dia sama sekali tidak memahami mengapa Bagas marah sampai lepas kendali seperti tadi. Mutia semakin takut dan mempertanyakan pendapatnya sendiri yang mengatakan bahwa Bagas adalah lelaki

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   15. Kenyataan Pahit

    Happy Reading*****Bagas segera melangkah keluar ketika percakapannya dengan seseorang ditelepon sudah terputus. Sementara Mutia masih berendam di bak mandi air hangat yang sudah disiapkan lelaki itu. Aroma lavender yang berasal dari lilin di sebelahnya memberikan sensasi menenangkan, perempuan itu tanpa terasa memejamkan mata kembali.Entah berapa lama dia tertidur di bak tersebut, saat terasa sentuhan di kulitnya yang halus, Mutia membuka mata."Sudah berendamnya, ya." Bagas segera mengangkat tubuh perempuannya tanpa meminta persetujuan Mutia."Pak," jerit Mutia ketika lelaki itu menggendongnya. Merapatkan kedua paha agar pusat intinya tidak terlihat oleh Bagas. Tadi, Mutia tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun saat berendam."Malu?" tanya Bagas sambil terkekeh. "Aku sudah melihat semuanya semalam.""Iya, tapi kan," protes Mutia sambil menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si lelaki."Sudahlah." Bagas menurunkan Mutia di kursi meja kerjanya. Lalu, mengambilkan jubah mandi un

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   14. Malam Panas

    Happy Reading*****"Aaah," ucap Bagas merasakan geli ketika bibir Mutia menyentuh area lehernya. Rasanya pusat inti sang lelaki makin terbangun saat ini. "Selesaikan makannya dulu!" Lelaki itu menyuapkan kembali makanan ke mulut wanitanya. Setelahnya memasukkan makanan ke mulutnya sendiri dengan menggunakan sendok sama seperti yang dipakai untuk menyuapi Mutia. Bagas perlu mengisi energinya sebelum kegiatannya dengan Mutia dimulai. Sejak sarapan tadi, lelaki itu belum mengisi perutnya kembali dengan makanan.Selesai menghabiskan makanan yang ada di piringnya, Bagas membopong Mutia."Bi," paggil sang pemilik rumah pada pembantunya. Perempuan paruh baya yang membantu Mutia di dapur tadi, tergopoh mendekati majikannya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat adegan romantis yang belum pernah dia lihat."Aduh, mata Ibu ternoda, Mas," kata Bi Siti, menggoda majikannya yang sejak beberapa tahun lalu seperti antipati terhadapa wanita. Namun, anehnya nama Bagas sebagai don juan begitu me

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   13. Permainan Mutia

    Happy Reading*****Mutia berjingkat, lalu menatap dua lelaki berbeda generasi itu dengan tatapan heran."Batasan apa yang kamu maksud? Apa yang kita lakukan nggak jauh beda," cibir Fardan, enteng bahkan tak ada permintaan maaf yang keluar dari bocah itu."Dan," panggil Arham sambil menggelengkan kepala. Jelas sekali lelaki itu meminta supaya si kecil tidak melanjutkan perdebatannya dengan Bagas."Ham, bawa anak ini keluar kalau perlu kurung dia supaya sadar kesalahannya," perintah Bagas pada asistennya."Gas, ingat. Dia masih kecil," protes Arham yang langsung mendapat pelototan dari Bagas."Masih kecil saja sudah jadi pembangkang. Bagaimana besarnya nanti?""Bukankah kelakuan kita sama. Kamu masih kecil juga sering membangkang dan nggak mematuhi omongan Eyang Kakung," cibir Fardan.Braak ....Tangan Bagas memukul meja dengan keras."Enyahkan di dari hadapanku! Kurung dia di kamarnya," bentak Bagas pada Arham."Tapi, Gas," tolak Arham.Entah kekuatan dari mana, Mutia tanpa sadar meme

  • Guru Cantik Simpanan Anak Pejabat   12. Keras Kepala

    Happy Reading*****Tatapan lelaki itu begitu menakutkan bagi Mutia, tetapi Fardan sama sekali tak gentar. Si kecil malah melotot mendengar perkataan Bagas yang menghentikan ucapannya tadi."Aku punya hak memilih siapa perempuan yang akan menjadi istrimu. Jika aku nggak setuju dengan perempuan itu. Maka, kamu nggak boleh menikahinya," kata Fardan keras. Arham dengan cepat menutup mulut si kecil karena melihat tatapan mengerikan dari Bagas.Sang asisten bahkan sudah memindahkan tubuh mungil yang sejak tadi menaruh tangannya di pinggang ke dalam gendongannya. Arham terlihat seperti melerai pertengkaran yang terjadi dengan lawan yang tidak seimbang."Kalian ini kenapa sebenarnya?" tanya Mutia, "Apa hubungan kalian berdua? Pak Bagas aneh. Omongan anak kecil masih saja diladeni.""Diam!!" bentak Bagas dan juga Fardan secara bersamaan."Eh." Mutia langsung memundurkan langkah ketika mendengar suara keras tersebut."Sebaiknya, kamu siapkan makanan untuk kami," perintah Bagas dengan tatapan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status