Kisah Si Kembar.....
"Untuk sementara waktu menyamarlah jadi guru disana, entah kenapa aku merasa orang itu juga berada di sekolah itu." Ucap seorang pria 35 tahun, dia bernama Leon, dia adalah ketua kepolisian. Seorang pria tampan yang berusia 32 tahun itu hanya diam mendengar perintah baru dari atasannya itu. "Tenang saja Axel, tidak ada yang mengenalimu aku akan mengganti identitasmu. Namamu akan aku ubah menjadi Gavin Alexander." Jelas Leon sambil menyentuh pundak Axel, lalu Axel menatap Leon dengan tatapan dinginnya. "Tujuanku bersembunyi dari orang-orang, kenapa malah menyuruhku jadi guru disana?" Tanya Axel dengan kesal. Leon menatap Axel dengan kesal, "Aku tidak mau membicarakan ini tapi putra dan putrimu sekolah disana, apa kau tidak takut jika terjadi sesutu dengan mereka?" Tanya Leon. "Apa?? kenapa kau bisa tahu tentang mereka berdua?" Tanya Axel dengan heran. "Tentu saja, kau sendiri tidak tahu kan bagaimana kabar Keara sekarang kan," Ucap Leon. Axel hanya diam, dia memang tidak tahu bagaimana wajah Keara dan kedua anaknya itu sampai saat ini, bahkan Axel tidak pernah melihatnya sejak bayi. "Kau takut jika dekat dengan mereka kau semakin merasa bersalah? bukankah ini kesempatanmu untuk melindungi mereka?" Tanya Leon. Axel menghela nafas dengan kesal. "Kau yakin sialan itu menyamar juga sebagai guru disana?" Tanya Axel dengan kesal. "Iya, aku yakin dia lari kesana karena kau tahu sendiri pemilik sekolah itu ada kaitannya dengan ini." Jelas Leon sambil tersenyum. "Ini saatnya kau bekerja sebagai polisi sungguhan bukan polisi bayangan lagi Axel." Ucap Leon sambil tersenyum. Axel hanya diam, dia sebenarnya lebih memikirkan tentang kedua anaknya daripada orang itu. "Leon, apa kau tahu siapa nama anak-anakku?" Tanyaa Axel dengan raut wajahnya yang sedih. ####### "Baru 16 tahun udah hamil...." "Aduh malu-maluin banget, kasihan ibunya kerja keras buat dia eh malah anaknya hamil." "Bisa bahaya enggak sih kalau di biarin tinggal di daerah kita, nanti anak-anak kita pada niru dia lagi." "Kasihan ya, ibunya bunuh diri karena menahan rasa malu gara-gara anak yang tidak tahu terimakasih seperti dia." Gadis berambut panjang itu hanya diam di sepanjang jalan meskipun banyak orang yang membicarakan dia, dia membawa tasnya dan segera pergi dari tempat ini. "Pergi sana dasar sampah!" "Jijik banget aku liatnya..." Orang-orang itu melemparinya dengan batu untuk mengusirnya. Dia hanya diam dan meneteskan air matanya. "Mama...mama" Wanita berambut sebahu itu langsung terbangun mendengar suara anak perempuannya itu. "Vina..." Ucap wanita itu. "Mama, kenapa mama sampai meneteskan air mata begitu? mama mimpi buruk ya?" Tanya Vina Keanara, gadis imut berusia 16 tahun itu, dia kecil, cantik, dan berambut panjang lurus. Lalu wanita muda yang cantik dan imut itu bernama Keara Putri, dia berusia 32 tahun dia adalah ibu dari Vina. "Mama kecapekan ya...apa mau aku pijit?" Tanya Vina sambil tersenyum. "Enggak perlu sayang, lho kok kamu pulang sendirian? dimana Vyan?" Tanya Keara dengan heran. Vyan Kianaro adalah anak Keara juga, Vyan dan Vina adalah anak kembar, mereka juga sekelas. "Anak itu pasti main," Jawab Vina dengan kesal. Keara menghela nafas, "Kok kalian enggak pulang bareng sih," "Mama, dia itu ribet masih main sepak bola lah, voli lah, basket lah, pokoknya ribet deh." Jawab Vina dengan kesal. "Itu tandanya dia aktif dong, dulu ya mama itu juga aktif itu ini itu kok kamu malah enggak ikut apa-apa sih," Tanya Keara dengan heran. "Aku enggak ada waktu buat ketemu banyak orang, aku pengen di kamar baca buku sendirian." Jawab Vina. Keara tersenyum kecil, melihat tingkah Vina seperti ini mengingatkan dia ke seseorang yang dia cintai dulu, yaitu papa mereka berdua. "Kenapa mama malah senyum?" Tanya Vina dengan heran. "Enggak. Nanti malam kalian temani mama belanja ya. Sekalian kita ke rumah paman Ivan." Ajak Keara. "Ha? ah enggak ah mama sama Vyan aja aku di rumah aja," Jawab Vina. "Vina." Bantah Keara dengan pelan. Vina menghela nafas dengan kesal. "Ayo bantu mama masak," Ajak Keara. "Bye mama aku mau ke kamar..." Jawab Vina lalu dia lari dengan cepat ke arah kamarnya. Keara tersenyum kecil. "Anak itu," Gumamnya dengan heran. Keara adalah single mom, meskipun dia sendirian tapi dia bisa merawat mereka. Keara mempunyai kedai mie kecil yang dia kelola sendiri, dan dari hasil itulah dia bisa menghidupi keluarga kecilnya. Banyak hal yang harus dia korbankan untuk membesarkan mereka berdua tapi itu bukan masalah baginya karena mereka berdua adalah bagian terpenting dihidup Keara. Dan Keara teringat dengan mimpinya tadi, dia terlihat sedih dengan semua ingatan dia di masa lalu. "Vyan pulang dulu ya, papaku telepon terus ngajakin kondangan ke rumah temennya, heran aku kenapa aku harus di paksa ikut sih." Ucap Aldo, dia adalah teman dekat Vyan. "Mungkin ingin menunjukkan kalau anaknya sudah besar, orang tua kan suka begitu." Jawab Vyan. Aldo menghela nafas, "Ah kenapa aku juga..." Gumamnya lalu dia segera pergi. Vyan terkekeh melihat temannya itu, dan dia lanjut bermain basket sendirian di sekolah, dan dia memikirkan papanya. "Kalau aku punya papa, apa akan seperti Aldo juga." Gumam Vyan dengan heran. Dan Vyan sampai di dalam rumah, saat dia masuk dia melihat mama dan kembarannya sedang makan. "Mama tumben pulang cepat," Ucap Vyan dengan heran. "Heh kau nanti cuci piring!" Omel Vina dengan kesal. Vyan berdecak kesal sambil melirik ke arah Vina, lalu dia duduk dan ikut makan dengan mereka. "Vyan cuci tangan dulu," Ucap Keara. "Enggak apa-apa ma, lagian aku makan pakai sendok." Jawab Vyan lalu dia makan dengan lahab. "Tapi kan kamu habis dari luar, pasti tanganmu kotor ayo cuci dulu." Ucap keara. "Iya ma," Jawab Vyan lalu dia segera mencuci tangannya setelah itu dia kembali ke kursinya dan makan. "Mama besok tidak lupa kan ada panggilan orang tua," Ucap Vina. "Iya mama pasti inget kok," Jawab Keara sambil tersenyum. Lalu keara memperhatikan mereka berdua dengan seksama. "Ke.kenapa ma?" Tanya Vina dengan gugup. "Pertemuannya pasti membahas nilai kan," Ucap Keara. "Ya jelas ma, nilai ujian tengah semester kita udah keluar. Dan mama pasti tahu ni orang sebelah enggak ada naiknya nilai dia." Jawab Vyan dengan melirik Vina. "Ah enggak kok ma, ulangan kali ini aku serius belajar." Jawab Vina sambil tersenyum ke mamanya. Keara hanya diam dan mendengarkan anaknya dulu. "Bohong ma, kerjain tugas aja jarang kok," Sahut Vyan sambil terkekeh. Vina menendang kaki Vyan dengan kesal sambil melototi dirinya. "Sakit tauk!" Geram Vyan dengan kesal. "Ember banget jadi orang," Gumam Vina dengan kesal. "Kemarin ma Vyan juga tidak mengerjakan tugas tapi kenapa ya dia tidak dihukum? kesel aku." Ucap Vina dengan kesal. "Tumben banget, biasanya Vina yang sering enggak ngerjain tugas." Ucap Keara dengan heran. Vyan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan mamanya, "Bwahahahahahah.... yang harusnya kesel itu aku mah, di kelas aku selalu peringat tertinggi masak iya saudara kembarku peringkatnya kedua dari bawah...mana teman-temannya geng peringat bawah semua lagi." Ucap Vyan dengan heran. Vina mengepalkan tangannya dengan kesal, "Kau mau aku pukul ha???" Omel Vina dengan kesal. "Apa? pukul? kau mau aku bilang ke semua anak-anak kalau kau selama ini cuma nyontek tugasku ha?" Sahut Vyan dengan kesal. "Cowok bukan sih? ember banget deh!" Ucap Vina dengan kesal. "Ganteng gini masih ragu masa," Ucap Vyan dengan tersenyum bangga. "Uwekkkkk uwekkkkk...." Vina. "Sudah sudah ayo makan, kalian ini kapan akurnya sih?" Tanya Keara dengan heran. "Enggak akan!!!" Jawab mereka dengan serentak. Keara menghela nafas, lalu dia lanjut makan. Setelah selesai makan, Vyan yang mencuci semua piringnya, Lalu Keara datang untuk menawarkan bantuan. "Mau mama bantu?" Tanya Keara. "Mama tiduran aja, nanti mama capek loh." Jawab Vyan. Keara tersenyum. "Mama, tadi ramai apa enggak kedainya? mama capek apa enggak tadi?" Tanya Vyan. "Lumayan ramai, dan mama tidak capek." Jawab Keara sambil tersenyum. Vyan tersenyum, "Mama hebat pokoknya best...aku pengen peluk mama tapi tanganku kotor." Ucap Vyan dengan kesal. Keara terkekeh lalu dia memeluk putranya. "Sudah terisi energinya sekarang tuan muda?" Goda Keara. Vyan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Mama, masa iya guruku minta nomor mama ya enggak aku kasih lah." Ucap Vyan dengan kesal. Keara melepas pelukan Vyan. "Kok guru kamu kenal mama?" Tanya Keara dengan heran. "Enggak tau, mungkin saat mama datang rapat." Jawab Vyan. Keara menganggukkan kepalanya dengan mengerti. "Mama, apa mama tidak mau menikah lagi?" Tanya Vyan. Keara menoleh ke putranya dengan terkejut, "Tumben kamu tanya begitu, kenapa?" "Yaaa aku kasihan aja sama mama, mama itu masih muda banget, mana kalau kita bertiga jalan kita udah kayak adik kakak lagi." Jawab Vyan sambil mengelap piring-piringnya. Keara tersenyum mendengar ucapan putranya itu, "Nanti ikut mama belanja ya, sekalian kita mampir ke rumah paman Ivan." Vyan menganggukkan kepalanya. Vyan menghela nafas, selalu saja saat Vyan membahas tentang pernikahaan mamanya selalu menghindari dirinya. Dia kesal padahal dia juga ingin tanya tentang papanya tapi Vyan tidak berani langsung bertanya tentang itu. Dan setelah itu dia masuk ke dalam kamarnya. Vyan langsung merebahkan tubuhnya di ranjangnya, dan dia memikirkan tentang papanya itu. "Dimana papa...siapa papa sebenarnya..." Gumamnya dengan sedih."Terimakasih sudah membimbing putraku. Dia tidak menyusahkan kan?" tanya Axel. Felix berdecih tersenyum, "Gila kau ya..kau kemana aja sih??" omelnya dengan kesal. "Banyak hal terjadi, itu nanti saja. Kalian kesini mencari papa kan..dia sudah kabur dengan Sharena dan semua anak buahnya aku sekap di dalam kamar..." jelas Axel. Vyan tidak peduli lagi dengan kakeknya itu, matanya masih terfokus ke pria yang sangat ia rindukan itu, dan air mata Vyan tidak bisa ditahan lagi untuk keluar. "Vyan, nanti akan papa jelaskan untuk saat ini kita fokus ke kakek." jelas Axel. Vyan mengepalkan tangannya dengan kesal, dia mau memukul papanya tapi Axel menahan tangannya itu. "Papa...kenapa papa selalu seperti ini?? papa selalu menghilang saat kita berdua butuh bahkan mama juga ikut menghilang...apa papa tahu Vina sangat terpuruk karena kalian meninggal..dia bahkan jarang keluar kamar dia selalu menangis setiap m
"Kau gila?" tanya Vyan dengan heran."Aku ingin menikah denganmu." jawab Hana.Semua orang sontak melihat mereka dengan terkejut, Vyan juga sangat syok mendengarnya, dia mungkin terbiasa di tembak cewek tapi untuk di lamar ini sangat perdana baginya.Vyan berdecih tersenyum melihat Hana dan dia mengakui keberanian Hana itu."Pergilah ke kelas! jam mu sudah mulai." ucap Vyan."Ditolak kah..." gumam Hana sambil menundukkan kepalanya dengan sedih.Vyan menatap Hana dengan senyuman tipis di bibirnya, lalu Vyan mengusap rambut Hana."Terimakasih..tapi untuk menikah saat ini sangat tidak mungkin...bukankah kita seharusnya berada di tahap pendekatan dulu?" tanya Vyan sambil tersenyum.Hana mendongak ke Vyan dengan terkejut, "A.a.apa maksudnya?" tanya Hana dengan heran."Hana...aku sudah tentangmu dari Aldo beberapa kali...hanya kau saja yang direstui oleh Aldo itu katanya. Sesekali aku sering melihatmu, kau su
"Papa..." lirih Vina dengan terkejut.Pria yang duduk di kursi itu berdiri dan menatap Vina dengan raut wajahnya yang senang."Vina?"Vina meneteskan air matanya mendengar nama dia disebut oleh pria itu.Pria itu berjalan pelan-pelan menuju ke Vina, dan pria itu mengusap wajah Vina dengan sedih."Ini benar Vina?" tanya pria itu.Vina menganggukkan kepalanya dan dia memeluk pria itu dengan erat."Papa...." lirihnya dengan senang.Barack menghela nafas melihat mereka, dia sudah terlambat ingin menghentikan Vina."Paman, maaf..." ucap Barack ke Axel itu.Axel tersenyum lalu dia melepaskan pelukannya dari Vina."Papa bagaimana papa bisa selamat? mama? mama bagaimana?" tanya Vina dengan cemas."Mama mu sedang dalam pemulihan, aku lebih cepat pulih dari obat itu karena ada penangkal racun ditubuhku. Tenang saja Keara sebentar lagi akan bangun." jawab Axel."Ini semua apa ma
Vyan berdiri jauh dari rumah kakeknya sampai malam hari, dia berjanji kepada Felix jika dia tidak akan menghancurkan rencananya, Vyan penasaran saja dengan kehidupan kakeknya di belakang dirinya itu.Jam 11 malam, Andre baru pulang dan dia turun dari mobil dengan Sharena. Vyan berdecak tersenyum, dia tidak terkejut lagi karena Sharena mengkhianatinya. Sharena memberitahu padanya jika kakeknya ada sangkut pautnya dengan semua ini tapi Vyan masih tidak mengerti dengan hal itu tapi ternyata Sharena sekarang dengan kakeknya itu."Wanita apa dia." gumam Vyan dengan kesal.Vyan memasang earphone yang menyambungkan alat sadapnya. Vyan kini mendengarkan semua pembicaraan mereka, tapi yang dia dengar hanyalah desahan Sharena."Cih!" gumam Vyan dengan kesal, lalu dia melepas earphonenya. Setelah beberapa menit dia memasangnya lagi."Aku capek jika terus mejadi pemuas nafsu saja." ucap Sharena."Aku tidak bisa menikahimu." jawab Andre.
"Vyan..." lirih Hana dengan terkejut."Kenapa disini? menyedihkan sekali!" ucap Vyan dengan nada ketusnya itu.Hana mengusap air matanya, dan dia segera berdiri dan berhadapan dengan Vyan."Ka.kamu bagaimana bisa tahu kalau....-""Aku kesini mau basketan!" sahut Vyan karena dia tidak mau Hana geer dengannya.Hana mengangguk dengan mengerti, dan Vyan memperhatikan pipi Hana yang memar itu tanpa dia tanya pun dia sudah yakin jika Hana pasti ditampar oleh Selena."Pergilah!" usir Vyan karena dia juga harus pergi dan memastikan jika Hana pergi dari tempat ini."I.iya." jawab Hana dengan pelan dia segera berjalan keluar karena tidak mau mengganggu Vyan, belum juga selangkah berjalan Vyan mendengar suara Selena dan beberapa anak yang berjalan ke arah ruangan ini, dan tanpa sadar Vyan langsung menggandeng tangan Hana lalu mengajaknya bersembunyi.Hana terkejut saat Vyan mendekapnya di balik troli berisi bola itu, Vyan
Felix berjalan menyusul Vyan dengan raut wajah tenangnya itu."Ini..ini apa maksudnya..." lirih Vyan dengan terkejut, di ruangan itu ada banyak sekali tumpukan uang, dan di rak itu ada beberapa emas batang."Ini milik siapa?" tanya Vyan dengan heran."Menurutmu...kau tidak bisa memikirkan sampai sini?" tanya Felix dengan kesal.Vyan hanya diam, karena dia benar-benar tidak mengerti kaitannya dengan semua ini."Tenangkan dirimu dan berpikirlah!" ucap Felix.Vyan hanya diam karena dia masih kebingungan dengan semua ini..Sedangkan itu, Sharena keluar dari apartemennya untuk pergi ke suatu tempat. Dia pergi sendirian tanpa mengajak asprinya.Dan ada seseorang yang mengikutinya dari tadi, tapi Sharena tidak tahu itu.Sharena sampai di rumah seseorang, dia masuk ke dalam dan orang yang mengikutinya itu hanya berdiri didepan rumah ini."Kenapa disini." gumamnya dengan heran..