Share

Bagian 3

Author: Mita el Rahma
last update Huling Na-update: 2021-12-21 03:02:59

Hari ini, aku berencana menghabiskan  waktuku untuk membersamai Nabhan. Setelah pamit untuk mandi dan berganti pakaian di hotel, aku kembali ke pesantren. Rasanya bahagia bisa menebus hari-hari yang telah dilewati Nabhan tanpa diriku meskipun hanya dalam beberapa hari kedepan, yang itu pasti jauh dari hitungan jumlah hari yang telah ia lewati hanya dengan Papahnya. Setidaknya aku ingin dia tahu, betapa aku sangat mencintai dan menyayanginya.

Selama beberapa hari kedepan aku hanya ingin fokus padanya. Melupakan dulu masalahku dengan Mas Bagas.

Aku tersenyum getir mengingat nama Mas Bagas. Laki-laki yang mati-matian kuperjuangkan selama hampir satu tahun supaya tetap bersamaku. Meskipun sebenarnya aku sudah cukup lelah menghadapi sifatnya yang sangat susah ditebak, moody, dan sangat posesif. Besarnya harapanku untuk segera memiliki imam supaya hatiku menjadi lebih tenang itulah yang menyebabkan aku bertahan sampai hampir satu tahun. Akhirnya bernasib sama dengan hubunganku dengan beberapa lelaki lain sebelum dirinya, diputuskan. Tapi ini adalah tragedi putus yang paling tragis, diputuskan hanya melalui gelombang elektromagnetik yang invisible.

Beberapa waktu setelah bercerai, aku mencoba move on dengan mulai membuka diri dengan laki-laki tentunya yang free. Bahkan aku yang dulunya introvert sedikit demi sedikit mulai menjadi extrovert.

Banyak orang yang bilang jika aku cantik, cerdas dan enak diajak bicara, meskipun aku sendiri tidak yakin dengan semua itu. Mungkin karena itulah banyak laki-laki yang berusaha mendekatiku meskipun aku berstatus janda. Tapi entah sudah berapa kali aku berusaha berkomitmen dengan laki-laki setelah bercerai, semuanya berakhir dengan kata putus.

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Berusaha mengusir pikiran-pikiran aneh yang mulai menggelitik otakku. Apakah menjauhnya semua laki-laki yang menjalin hubungan denganku ada hubungannya dengan Gus Sami yang sampai saat ini belum menikah lagi?

Tiba-tiba aku dikejutkan suara berat Gus Sami yang sudah berada di belakangku. Aku bahkan tidak menyadari kapan dia masuk ke kamar Nabhan.

"Aku tadi beli gudeg di lingkar Utara, makanlah," katanya. Dia mulai menata makanan khas kotanya itu di meja kecil yang berada di pojok kamar.

"Kamu pasti tadi tidak sempat sarapan." Dia benar, aku memang tidak sempat sarapan. Setelah sampai hotel tadi aku segera mandi karena badanku sudah terasa sangat lengket, dan setelah mandi tergesa kembali ke pesantren karena takut Nabhan sudah teebangun sementara aku tidak ada di sampingnya.

"Masih suka gudeg 'kan?" tanyanya. Dia kali ini menatapku lebih lembut. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Rasanya ada banyak kupu-kupu berterbangan di sekitarku melihat bagaimana dia memberikan perhatian padaku. Aku tersenyum sendiri, seakan mencibir diriku sendiri. Bisa-bisanya aku Ge Er hanya karena dia membelikanku Gudeg kesukaanku di tempat yang dulu menjadi langganan kami. Wajar saja dia memberiku sarapan, karena saat ini aku adalah tamunya.

Aku menggeleng sambil mengulum senyum karena merasa begitu naif.

"Ada apa?" Lagi-lagi aku dikejutkan olehnya. Wajahnya serius memandangku.

"Enggak apa-apa. Senang saja melihat Nabhan tidur pulas, padahal semalam kesakitan," jawabku berbohong.

***

Usai shalat Ashar, Nabhan kusibin dengan air hangat supaya tubuhnya lebih segar. Sementara Gus Sami mempersiapkan baju ganti untuk Nabhan. 

"Rupanya masih ada Mamahnya Gus Nabhan. Tumben masih betah di sini." Tiba-tiba sebuah suara memaksaku memalingkan muka ke arah pemilik suara itu. Begitu juga dengan Gus Sami.

"Ning Balqis?" Sapaku dengan nada tanya. Ia menatapku sinis.

"Kamu ngapain, Gus?" kalimat Ning Balqis kini di arahkan pada Gus Sami.

Gus Sami hanya mengedikkan dagunya ke arah tumpukan baju ganti untuk Nabhan.

"Sekali-kali biar Mamahnya yang merawat Gus Nabhan. Selama ini dia udah enak-enakan, enggak mau tahu soal anaknya. Mencari kebahagiaannya sendiri tanpa peduli anaknya bahagia apa enggak, mantan suaminya repot apa enggak."

Rasanya ingin sekali kulemparkan waslap basah ini ke mukanya. Tahu apa dia dengan hidupku, seenaknya saja menghakimi. Statusnya memang Ning, tapi mulutnya tajam dan sikapnya seperti barbar. Aku merasa dia menumpahkan kekesalan hatinya karena selama tujuh tahun usahanya menaklukkan hati Gus Sami masih belum berhasil.

Berkali-kali kutarik nafas dalam untuk menenangkan perasaanku. Sementara Nabhan hanya memandangku dan memandang Papahnya bergantian. Aku berusaha menyunggingkan senyum dan mengedipkan mata padanya sebagai isyarat bahwa aku baik-baik saja dan abaikan ucapan Ning Balqis. Nabhan menahan senyumnya.

Aku yang bergeming dengan ocehannya semakin membuatnya marah.

"Sepertinya dia mau balikan, Gus. Tumben banget dia betah di sini," 

Apa katanya, balikan? Bikin auto ngakak aja.

Aku menahan senyuman, begitu juga dengan Nabhan. Aku mulai memakaikan bajunya, lalu membaringkannya kembali. Menata letak kakinya supaya lebih nyaman.

"Dia pasti susah cari suami baru, apalagi statusnya sudah janda. Makanya mau balikan sama mantan ...."

"Sudah, Ning. Cukup!" bentak Gus Sami.

Ning Balqis benar, aku memang susah cari suami baru. Entah sudah

berapa kali aku menjalin hubungan dengan laki-laki setelah perceraianku dengan Gus Sami, yang semuanya berakhir dengan perpisahan di saat kami sudah bersepakat untuk menikah. Aku tak tahu kenapa bisa seperti itu.

"Aku enggak mau mendengar kamu menjelek-jelekkan ibu dari anakku. Apalagi di depan anakku." Gus Sami melanjutkan kalimatnya.

"Sampai kapanpun, Richa adalah Mamahnya Nabhan. Tak ada yang akan menggantikannya." Kalimat Gus Sami seperti skak mat untuk Ning Balqis. Dia lalu keluar kamar dengan kaki menghentak-hentak dan menggumam tidak jelas.

Aku tersenyum bahagia karena Gus Sami masih membelaku meskipun ia sering bersikap dingin. Tetapi senyumanku tak berlangsung lama, saat kutemukan wajah datar Gus Sami. Aku merutuki diri sendiri.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Shan-shan Santy
yuhu yuhuu yuhu yuhu yuhu yuhu yuhu yuh
goodnovel comment avatar
afaya lana
kata tetangga, janda memang lebih menggoda.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Gus Mantan   Ekstra Part 3

    Aku dan Gus Sami sudah bersiap untuk sarapan dan mengikuti paket trip hari ini. Beberapa kali Gus Sami mendial nomor ponsel Nabhan tapi tetap tidak ada jawaban."Mah, tolong hubungi kamar Gus Nabhan.""Kamar 102 'kan?" Setelah sekian lama tetap tidak ada jawaban. "Nggak diangkat, Gus.""Ya sudah. Nanti kita ketuk aja pintu kamarnya."Kami segera keluar kamar dan menuju ruang makan. Kakiku urung berjalan ke pintu kamar Nabhan karena mataku telah menangkap sosoknya sedang berada di jalan berpaving yang diapit oleh taman. Ia sedikit terengah, sepertinya habis lari pagi. Aku tersenyum melihatnya serajin itu."Pantas nggak bisa dihubungi, lha lagi olahraga dil

  • Gus Mantan   Ekstra Part 2

    Suara deheman seseorang membuat kami menoleh."Dasar pengantin baru, maunya kayak perangko.""Hei, Gus Nadzim." Dua laki-laki itu kemudian saling memeluk."Ini istriku, Icha."Laki-laki yang dipanggil Gus Nadzim itu mengangguk sopan padaku. "Namanya sama dengan mantanku," ucapnya datar."Ayolah, kejar dia.""Gila aja aku merusak rumah tangga orang.""Siapa tahu dia menunggu keajaiban langit, sama seperti dirimu yang memutuskan untuk tidak menikah."Aku mengernyit mendengar dialog dua lelaki didek

  • Gus Mantan   Ekstra Part 1

    Beberapa kali Gus Sami menawarkan agar aku berbuka saja, tetapi aku bersikukuh untuk melanjutkan puasaku."Papah nggak tega lihat Mamah lemah seperti itu. Papah khawatir Mamah kenapa-kenapa.""Nggak apa-apa, Gus. Aku bersyukur banget karena adik bayi bisa ikut belajar puasa. Salah satu bentuk pendidikan prenatal ya seperti ini."Perutku kembali mual, rasanya ingin muntah. Gus Sami memegangi tangan kananku dengan lembut, sementara tangan kanannya tetap memegang setir mobil.Beberapa kali ia memperhatikan deretan toko di sepanjang jalan yang kami lalui. Tiba-tiba ia meminggirkan mobilnya di depan sebuah apotek."Tunggu sebentar, ya."

  • Gus Mantan   Bagian 47

    "Apa kita akan menikah?" ulangnya."Apa Gus e inginkan selain itu?""Jangan main-main Kamu, Cha.""Mamah nggak sedang nge-prank kita 'kan?" Nabhan memandangku waspada.Aku telah memikirkan semuanya dengan matang dan yang terpenting aku telah meminta petunjuk pada Allah."Beberapa kali, setelah sholat istikharah aku bermimpi kita bertiga sedang berada di tempat yang sama, beraktivitas dan bercanda bersama. Aku yakin itu sebuah petunjuk."Keduanya terpekik. Nabhan tiba-tiba sudah menghambur memelukku."Kita menikah besok." Suara Gus Sami mengurai pelukanku pada Nabhan."Gus e apa-apaan? Nggak bisa secepat itu. Harus cari hari baik dulu," protesku. Aku masih belum bisa menerima jika tiba-tiba besok statusku sudah berubah. Meskipun aku sudah mengambil keputusan itu tetapi aku tetap butuh penyesuaian dan menata hati."Semua hari itu baik, Sayang." Nabhan menjerit bahagia mendengar panggilan Papahnya untukku, sementara aku mungkin sudah seperti kepiting rebus."Setidaknya menunggu setelah R

  • Gus Mantan   Bagian 46

    "Tunggu di batas kota aja. Kasihan kalau kesini, terlalu jauh." Aku mengangguk. Segera kuambil dompet dan kunci mobil."Aku keluar sebentar. Kupastikan pekerjaanku hari ini beres." Mbak Reza mengacungkan dua jempol tangannya ke udara.Aku mengetikkan nama resto tempat aku akan menunggu Gus Sami dan Nabhan sambil berjalan menuju parkiran.Belun ada sepuluh menit, aku sudah sampai di resto yang aku maksud. Setelah memarkir mobil aku kembali mengabarkan jika telah sampai di resto sambil berjalan menuju pintu masuk resto."Mbak Richa?" Sebuah suara memaksaku mengalihkan pandangan dari layar ponselku menuju sumber suara."Ibu? Mas Haidar?" Aku segera meraih tangan p

  • Gus Mantan   Bagian 45

    "Hatiku sudah hancur berkeping-keping sejak aku memutuskan untuk meninggalkan suami dan anakku. Dan tahukah Kamu Gus, jika sesuatu yang telah hancur berkeping-keping itu tidak akan mungkin bisa kembali utuh seperti sediakala. Meskipun kepingan-kepingan itu bisa disatukan kembali tetap akan meninggalkan bekas.""Luka ini terlalu dalam, Gus. Luka ini telah membawa pergi semua kebahagiaanku. Meskipun senyuman selalu tersemat dibibirku, sejatinya itu hanya untuk menutup luka menganga yang ada disini." Aku menepuk dadaku yang terasa sangat nyeri.Tiba-tiba Gus Sami meraih pundakku dan menenggelamkan kepalaku didadanya. Munafik jika aku mengatakan tidak merindukan pelukannya. Apalagi Gus Sami yang sekarang jauh lebih peduli dan berperasaan. Aku bahkan diam saja dan menikmatinya. Ada rasa nyaman yang tidak ingin kulepaskan.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status