Share

HANYA KARENA IBU RUMAH TANGGA, AKU DIREMEHKAN SUAMIKU!
HANYA KARENA IBU RUMAH TANGGA, AKU DIREMEHKAN SUAMIKU!
Penulis: nitaerniaw

kedatangan wanita ulat bulu

"Bukankah sudah kukatakan tadi kalau Melli ini adalah istriku," ucap Mas Arka dengan suara lantang.

Deg! 

Mendengar Mas Arka mengatakan itu membuat hatiku terasa sesak. Ku telan ludah yang terasa pahit ini dengan susah payah, sama pahitnya dengan hidupku.

Selama menjadi istrinya, sudah menjadi hal biasa dibentak olehnya. Tapi apa-apaan dia, tiba-tiba pulang membawa wanita yang diakuinya sebagai istri, lalu aku?

"Mas, jelaskan padaku! Apa maksud semua ini?" tanyaku menatapnya tajam.

"Apalagi yang harus aku jelaskan? Bukankah sudah ku katakan tadi. Lebih baik kamu langsung kenalan sendiri sama Melli, biar kalian cepat akrab," ujar Mas Arka tanpa dosa.

Apa katanya tadi? Aku akrab sama pelakor? Huh, tidak akan.

"Hai … Mbak, kenalin aku Melli, madumu," ujar pelakor itu tersenyum mengejek sambil mengulurkan tangannya dan menekan  nada bicaranya saat mengucap kata madumu.

Tak ku tanggapi uluran tangannya, tak sudi aku menyentuh tangan kotor itu. Tangan wanita  perebut suami orang.

Melihatku yang tidak menanggapinya, mulut Meli seketika langsung merengut.

"Tuh, Mas, lihat Mbak Rada tidak mau kenalan sama aku," ucapnya manja dengan tangan yang bergelayut pada lengan Mas Arka.

"Sudahlah Sayang, biarkan saja dia. Yuk kita masuk ke dalam, aku capek!" kata Mas Arka, lalu mengajak Melli untuk masuk ke dalam kamar utama dan kemudian menutupnya.

Tunggu dulu, kenapa Mas Arka membawa masuk wanita itu ke dalam kamar kami? Itu kamarku dan hanya aku yang boleh menempatinya, tidak akan kubiarkan.

Tok! Tok! Tok!

"Mas …  Mas Arka! Buka pintunya!" panggilku sambil terus mengetuk pintu, tanganku sampai sakit karena tak kunjung dibuka.

"Ada apa lagi, sih?" tanyanya setelah pintu terbuka, terlihat Mas Arka hanya mengenakan kaos dalam, ku lirik ke dalam kamar tampak pelakor itu tengah berbaring di atas kasur.

"Kenapa Mas membawa masuk pelakor itu ke dalam kamar kita!" kataku tak terima.

"Jaga mulut kamu, Rada! Melli itu sudah menjadi istriku, hargai dia! Mulai sekarang Meli akan menempati kamar utama!" ujar Mas Arka dengan nada membentak.

"Lalu aku?" lirih aku bertanya.

"Kamu tempati kamar belakang atau kamu bisa tidur dengan Musda," ucapnya santai. Musda adalah anak kami yang masih berusia empat tahun.

"Kenapa, Mas?" tanyaku masih tak percaya.

"Karena kamu itu HANYA IBU RUMAH TANGGA!" ucap Mas Arka menekan kata hanya ibu rumah tangga lalu kembali menutup pintunya dengan keras di depan mataku.

Brakk!

Aku menangis tergugu duduk lemas di atas lantai, teganya mas Arka menduakanku bahkan membawa wanita itu  tinggal di rumah ini dan menempati kamar utama. Seolah-olah menegaskan kalau posisiku di rumah ini memang sudah tergantikan. 

Kudengar suara tertawa cekikikan pelakor itu di dalam kamarku. Entah apa yang mereka berdua lakukan. Sedangkan selama ini Mas Arka selalu kasar padaku, bahkan aku sudah lupa bagaimana caranya tertawa saat bersamanya.

"Bun … bunda kenapa?" tanya Musda sambil berjalan menghampiriku dengan masih mengucek matanya, gadis kecilku itu sudah bangun rupanya.

"Bunda nangis?" lanjutnya menatap mataku yang masih terlihat sembab.

"Bunda nggak nangis kok, tadi cuma kelilipan debu. Sayangnya Bunda udah bangun ya, pintar sekali sudah bisa bangun sendiri?" ujarku mengalihkan pembicaraan. Musda ini sangat kritis anaknya, jika bertanya dan mendapatkan jawaban yang belum memuaskan, dia akan terus-terusan bertanya.

Ku usap kepalanya, Musda anak yang pintar dan penuh cinta. Itulah alasanku masih bertahan hingga sekarang, karena dia kekuatanku.

Aku mengangkat tubuh mungil gadis kecil ini. Ingin aku pergi jauh bersamanya, tapi apakah aku bisa memberikan semua seperti yang mas Arka berikan selama ini. Mirisnya hidupku, satu sisi aku ingin berlari, tapi disisi lainnya langkahku tertahan disini, hanya untuk anakku Musda.

Masih terngiang di benakku saat mas Arka mengatakan, kalau aku hanya ibu rumah tangga. Jangan mengatur apapun yang dilakukannya, karena tugasku hanya membersihkan rumah, mengurus anaknya dan menerima serta patuh pada setiap perintahnya. 

Nyeri sekali hati ini saat mengingat itu. Bukankah ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang mulia. Bahkan madrasah pertama bagi seorang anak adalah ibunya.

Dulu Mas Arka sangat menyayangiku. Bahkan dia memintaku untuk berhenti bekerja saat aku hamil Musda, katanya aku cukup di rumah saja menjadi nyonya. Aku merasa menjadi wanita yang sangat beruntung saat itu. Mas Arka mulai berubah saat kelahiran Musda, dia bilang aku berubah setelah melahirkan. Aku menjadi lusuh, cerewet dan jelek.

Kesalahan terbesarku adalah mengabaikan setiap kata yang diucapkan oleh mas Arka. Mas Arka ingin pergi nonton, ingin berkencan dan berlibur hanya berdua tanpa Musda. Bukannya aku tidak ingin, tapi aku tak tega untuk meninggalkan Musda yang saat itu masih menyusu padaku. 

Sungguh saat itu aku merasa bahwa mas Arka hanya cemburu pada Musda. Karena semua hal yang aku lakukan hanya terfokus pada Musda kecil. Kupikir semua akan berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Tapi ternyata aku salah, mas Arka tetap membenciku sampai sekarang, walaupun Musda sudah berumur empat tahun. Mas Arka terus mengabaikanku dan tidak pernah menyentuhku lagi. Pria normal manapun tidak akan sanggup bertahan begitu lama. Dan semua itu terjawab sudah hari ini.

¤¤¤¤¤¤¤

Setelah memandikan Musda, aku mengajaknya untuk sarapan. Celotehannya membuatku melupakan sejenak kesedihanku pagi ini. Sedang asyiknya sarapan dan bercengkrama, tiba-tiba Mas Arka keluar dari kamar bersama si ulat bulu itu itu.

"Hai … anak manis, lagi sarapan, ya?" sapa pelakor itu pada putriku.

Diusapnya punggung Musda, awas saja kalau sampai anakku jadi gatal karena usapannya. Mereka berdua duduk berdampingan sambil berpegangan tangan di seberang meja tepat di depanku dan Musda. Membuatku seketika kehilangan nafsu makan.

"Tante pirang ini siapa ya? Kok pegang-pegang tangan ayah Musda?" tanya Musda dengan polosnya.

"Tante ini namanya Melli, bunda baru kamu, Nak," jawab Mas Arka, kulihat si ulat bulu itu tersenyum ke arah Musda.

"Bundaku kan ini, Yah … Ayah lupa ya kalau Bundaku namanya Rada. Iya kan, Bun?" kata Musda sambil menatapku bingung, meminta penjelasan.

Aku hanya diam mendengar pertanyaan Musda. Ku telan ludah yang terasa pahit ini, bingung harus menjelaskan bagaimana padanya.

"Udah lanjutin aja sarapannya, nanti abis itu jalan-jalan sama Bunda Melli, kamu mau kan?" ujar ulat bulu itu mengalihkan perhatian anakku, rupanya dia berusaha mendapatkan hati Musda. Tidak akan kubiarkan dia mendapatkan  semua yang aku punya. Cukup Mas Arka saja yang tergoda, Musda jangan sampai.

"Ayo sayang kita ke taman, tadi katanya pengen main ayunan," ajakku pada Musda.

Belum sempat aku berdiri, Mas Arka sudah menendang kakiku dari bawah meja makan, membuatku seketika langsung meringis menahan sakit.

"Melli mau lebih dekat dengan anakku, jangan kau halang-halangi. Kalau kau mau ke taman, pergilah sendiri! Anakku jangan kau ajak, dia akan malu nanti jalan bersama wanita lusuh dan jelek sepertimu," ujar Mas Arka sambil menatapku jijik.

Aku menatap Mas Arka nanar, segitu hinakah aku di matanya sampai dia begitu terlihat jijik padaku.  Sedangkan si pelakor itu tertawa mengejekku dengan penuh kemenangan.

¤¤¤¤¤¤¤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status