Sudah dua minggu lamanya Denny tidak juga menghubungi Diana. Meski masih penasaran, akhirnya Diana pun membiarkan saja. Ia pikir Denny pasti sudah menerima keputusannya agar mereka tidak melanjutkan hubungan lagi. Namun, ketenangan Diana akhirnya terusik, ketika Denny tiba-tiba mengirim pesan padanya. Saat itu Diana sedang asyik menonton serial Mak Beti yang sebulan terakhir ini selalu ditontonnya di chanel youtube yang tersambung di televisi dalam kamarnya. Acara humor yang dibuat oleh youtuber terkenal Arief Muhammad itu cukup mampu membuat Diana terhibur di tengah kesepian yang menderanya. Malam Minggu ini pun hanya dihabiskannya untuk menonton acara itu.
Teman LamaNa, apa kabar? Semoga kamu selalu sehat, yaaNa, aku mengajukan pindah kerja ke Balikpapan. Sekarang aku sedang cuti. Ibuku sakit dan sempat dirawat di rumah sakit selama seminggu.Na, sebenarnya aku ingin pamit dan bertemu kamu untukterakhir kalinya, tapWaduh ... gawat nih🙄
Diana menatap wajah tampan dengan berewok tipis yang tercukur rapi itu dengan pandangan lembut. Hatinya benar-benar ajaib, bisa dengan begitu cepatnya berpindah ke sosok yang terus saja memberi kemesraan padanya saat ini. “Kamu serius, Mas? Bagaimana dengan keluargamu? Apakah nanti mereka juga akan setuju kamu menikahi seorang janda beranak empat?” “Kamu lupa, Diana. Aku juga seorang duda dengan satu orang anak. Malah orang tuaku di Jawa sana akan senang melihat aku menikah kembali, daripada aku hidup sendiri di sini. Sudah setahun lho, aku tidur hanya memeluk guling,” jawab Ivan sambil tersenyum menawan. Tangan kekarnya kembali memeluk tubuh Diana erat, seakan ia ingir lebur bersama tubuh langsing milik bos nya di kantor itu. “Aku bahagia bersamamu, Mas. Dalam sekejab, kamu bisa mengobati luka hatiku.” Diana kembali merebahkan kepalanya di bahu kekar itu. “Aku juga sangat bahagia malam ini, terima kasih sudah menerimaku di hatim
Diana dan Ivan mengajak anak-anak mereka ke arena bermain yang terdapat di Bigmall Samarinda. Pasangan yang sedang dimabuk asmara itu kemudian menitipkan pengawasan anak-anak mereka kepada dua orang babysitter yang ikut diajak Diana. Keduanya kemudian menunggu di restoran Amerika yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.Mereka duduk berdampingan di kursi sofa yang tersedia di restoran itu. Usai memesan minuman, tangan Ivan langsung meraih tangan wanita yang duduk di sampingnya. Diana menatap wajah tampan yang sejak semalam sudah mulai menyita pikirannya. Menyingkirkan bayangan almarhum suaminya dan mantan pacarnya sekaligus. Ia pun masih heran bercampur takjub akan hatinya yang bisa beralih secepat itu kepada pria yang ada di sisinya kini. “Nanti setelah kita resmi menikah, kamu mau bulan madu ke mana, Sayang?” tanya Ivan sembari mencium jemari tangan Diana. Matanya tiada lepas memandang wajah cantik nan mempesona sang kekasih. Bagai mimpi
“Ayo, Mas. Kita ke hotel Horison sebelah aja. Biar aku suruh Leo yang jemput anak-anak kesini,” balas Diana tak kalah semangatnya. Darahnya juga sudah menumpuk di kepala, kembali menutupi akal sehatnya, sesuatu yang minta pelepasan. Ia juga ingin menghilangkan semua resah yang melanda saat ini. Diana kembali ke tempat duduknya semula, sembari merapikan blusnya yang sudah tak karuan oleh tangan liarnya Ivan barusan, sedangkan Ivan menyandarkan kepalanya di jok mobil sambil memejamkan matanyanya. Ia berusaha keras menurunkan hasratnya yang membara. Diana baru saja akan menghubungi Leo, sepupunya yang sudah biasa menjemput anak-anaknya sekolah tiap hari, ketika malah ada nada panggil masuk ke ponselnya. Dari Sinta, babysitter anaknya. “Iya, Hallo, Sinta. Ada apa?" tanya Diana sedikit terburu. “A-anu, Bu. Kevin jatuh pas main trampolin, Bu.” “Kevin jatuh?! Bagaimana keadaannya sekarang?” Diana bertanya kaget.
Ivan dan Diana baru saja selesai makan malam bersama anak-anak mereka ketika tamu yang tidak mereka duga datang tiba-tiba. Kedua orang tua Diana. “Bagaimana keadaan Kevin?” tanya ibunya Diana begitu sang putri datang menghampiri orang tuanya yang baru datang. “Enggak apa-apa katanya dokter, Bu. Kok Ibu tahu?” Diana balik bertanya heran. “Tadi sore ibu telpon kamu, tapi gak diangkat, terus ibu telpon ke Sinta. Katanya kamu lagi bawa Kevin ke dokter,” balas Ratih sembari melangkah ke ruang tengah yang menjadi satu dengan ruangan makan. Orang tua Diana cukup kaget begitu melihat ada Ivan yang masih duduk bersama anak-anak di kursi makan. Ivan segera bangkit dan menyalami orang tua Diana. “Eh, ada Ivan di sini?” tanya Ratih heran. “Iya, Bu. Tadi saya bertemu Diana dan anak-anak di arena bermain Bigmall, terus sekalian ke sini, habis antar Kevin ke dokter. “Oh gitu? Untung ada kamu juga di
Diana baru saja selesai mengunci pintu rumahnya begitu kedua orang tuanya pulang dari rumahnya, ketika terdengar suara ponselnya berbunyi dari arah meja ruang tengah. Ia bergegas berjalan menghampiri benda yang terus bernyanyi dengan ringtone yang masih suaranya Rimar Idol.“Hallo, Masku, Sayang?” Diana langsung menjawab dengan mesra panggilan dari sang kekasih hati.“Hallo … calon istriku? Sudah tidur?”“Belum, Mas. Ayah dan ibu baru saja pulang.” Diana mengempaskan tubuhnya di sofa dan menyelonjorkan kedua kakinya ke atas sofa panjang itu. Lalu meletakkan kepalanya berbantalkan tangan sofa.“Hm … terus bagaimana? Kamu sudah kasih tahu orang tuamu belum tentang hubungan kita?”“Sudah, Mas. Kebetulan ayah dan ibu datang gara-gara papa juga telepon mereka sore tadi setelah telepon aku. Ayah dan ibu mau tahu jawabanku atas lamaran Willy.&rd
Diana baru saja selesai menata meja makan, ketika Ivan kembali muncul di rumahnya ketika jam istirahat tiba.“Kok, gak telpon dulu tadi, Mas? Untung aku udah selesai siapin makan siangnya,” sambut Diana begitu kekasih hatinya itu berdiri di hadapannya. Ia sedikit mendongak memandang pria tinggi tegap itu.“Iya, soalnya aku udah rindu lagi ingin lihat kamu,” jawab Ivan sembari mencubit hidung mancung Diana.“Bisa aja ngerayunya. Yuk, Mas. Kita langsung ke ruang makan aja,” ajak Diana sembari menggandeng tangan pemilik hatinya yang baru itu.“Anak-anak udah pada makan?” tanya Ivan begitu hanya mereka berdua yang makan bersama.“Sudah pada makan barusan, sekarang mereka lagi di lantai atas sama pengasuhnya,” jawab Diana sembari mengambilkan makanan untuk calon suaminya.“Ada kabar lagi nggak dari Pak Hartono dan Willy?” tany
“Bagaimana hasilnya?” tanya Ivan begitu ia baru saja tiba di rumah Diana sepulang dari bekerja sekitar pukul setengah enam sore. “Dih, gak sabaran amir?” Diana tertawa geli begitu mendengar ucapan dari kekasihnya itu. “Iya, dong? Penasaran tahu,” balas Ivan sembari mencium jidat mulus calon istrinya yang sudah segar karena satu jam sebelum sang kekasih pulang kerja, wanita cantik itu sudah mandi dan berdandan. “Bentar ya, Mas. Aku ambilin orange juice ya, tadi udah aku siapin,” ucap Diana sembari melepaskan tubuhnya dari pelukan Ivan. “Mantep tuh, pasti seger kayak kamu,” balas Ivan tersenyum senang. “Iya, dong? Biar calon suamiku tetap sehat.” Diana meninggalkan Ivan yang sudah duduk di kursi tamu. Tidak berapa lama kemudian ia sudah membawa nampan berisi segelas minuman dan sepiring kue yang sudah ia siapkan. Lalu Diana pun duduk di sebelah sang kekasih di kursi pan
Hari Selasa, Diana kembali tidak masuk bekerja, nyeri perut yang selalu dirasakannya saat tamu bulanannya datang, membuatnya malas melakukan aktivitas apapun. Pagi itu Ivan masih mampir sebentar untuk sarapan bersamanya. Bertemu dengan calon suaminya itu, membuat Diana melupakan rasa nyerinya.Setelah Ivan berangkat ke kantor, Diana kembali malas-malasan. Ia merebahkan diri di sofa yang terdapat di kamarnya sendiri. Ia melewatkan waktu bermainnya bersama Kellan dan Jane yang sudah belajar berjalan kini di usia yang hampir satu tahun. Suara dering ponselnya sedikit mengagetkan Diana yang kini berbaring dengan mata terpejam sembari menikmati alunan musik yang disukainya. Ternyata yang menghubungi adalah ibunya. “Hallo, Bu ….” “Diana, kamu di kantor?” “Aku di rumah, Bu. Gak ke kantor hari ini, lagi datang bulan,” balas Diana sembari mematikan televisi. “Oh, gitu. Terus Pak Hartono jadi datan