Share

Bab 6

Penulis: Prettyies
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-20 11:48:25

Renita tersentak. Napasnya tercekat.

Ia baru sadar… warna itu—warna kesukaan Deva.

Jantungnya kembali memukul dadanya keras.

Reza sempat mengernyit ketika melihat Deva sedikit mencondongkan badan ke arah Renita.

“Mas ngapain?” tanya Reza dengan kecurigaan.

Deva langsung mengalihkan pandangannya ke Reza sambil tersenyum tipis.

“Oh, nggak kok. Aku cuma mau perkenalan secara formal. Soalnya aku belum pernah kenalan sama istrimu. Aku kan nggak hadir di pernikahan kalian waktu itu masih di Inggris.”

Reza menatap istrinya.

“Ren, kamu gimana sih? Harusnya kemarin kamu kenalan sama Mas Deva. Dia nggak bisa datang karena lagi Kuliah di Inggris.”

Tangan Reza mencubit pinggang Renita pelan.

“Aduh… mas, sakit,” keluh Renita sambil meringis.

“Maaf ya Mas Deva,” Renita buru-buru merapikan rambutnya yang jatuh. “Aku lupa banget memperkenalkan diri. Aku Renita.” Ia mengulurkan tangan dengan sopan.

Deva menyambut uluran itu dengan genggaman yang lembut dan hangat.

“Deva,” jawabnya sambil menatap Renita sesaat—cukup lama untuk membuat jantung Renita berdetak tidak karuan.

Reza menepuk bahu Deva.

“Ayo mas, masuk. Jangan di luar terus, acaranya sebentar lagi mulai.”

Deva mengangguk sambil tersenyum.

“Iya, ayo. Kalau nggak kita ketinggalan semuanya.”

Mereka bertiga pun melangkah masuk, namun Renita bisa merasakan sisa tatapan Deva yang seolah masih menempel di kulitnya.

Deva menoleh ketika seseorang menghampiri. Senyumnya lembut.

“Sayang, kenalan dulu. Ini Reza, adik aku. Dan ini istrinya, Renita.” Deva memperkenalkan dengan nada hangat.

Perempuan cantik di sampingnya mengulurkan tangan dengan percaya diri.

“Halo, aku Nathalia. Senang sekali akhirnya ketemu kalian, Renita, Reza.”

Reza mengangguk ramah.

“Calon istri Mas Deva dokter juga, ya?”

Nathalia tersenyum bangga.

“Iya, aku dokter. Sekalian pemilik klinik tempat Mas Deva praktek. Mas Deva kan dulu kuliahnya dapat beasiswa dari papa aku.”

Renita hanya tersenyum tipis, tapi dadanya mendadak mengencang.

Jadi… kamu ninggalin aku dulu demi beasiswa dari keluarganya?

Ia hanya bisa mengumpat dalam hati, tanpa menunjukkan apa pun di wajahnya.

Nathalia masih berbicara, tidak menyadari ketegangan halus yang muncul.

“Kalian sudah menikah dua tahun ya? Mas Deva cerita kemarin tapi belum hamil juga… karena kamu PCOS? Semoga cepat sembuh, semua penyakit pasti ada obatnya.”

Reza melirik istrinya lalu mengangkat bahu.

“Renita memang nggak mau hamil. Apalagi sekarang kena penyakit. Padahal dari dulu saya sudah larang dia bekerja, tapi tetap aja ngeyel.”

Ucapan itu membuat Renita menoleh cepat, tatapannya tajam.

Kenapa kamu playing victim seperti itu, Reza? Padahal kamu yang gak mau punya anak.

Ia menahan diri agar tidak membalas di depan orang lain.

Deva yang sejak tadi memperhatikan perubahan wajah Renita.“Lebih baik kalian duduk,jangan berdiri di sini.” Deva berkata sambil menunjuk deretan kursi tamu.

“Ya, ayo.” Reza menarik tangan Renita, membawanya ke barisan tengah yang menghadap panggung utama. Ballroom hotel bintang lima itu berkilau oleh lampu gantung kristal, musik lembut mengalun, dan para tamu duduk rapi dengan pakaian formal elegan.

Renita duduk, tapi pandangannya tanpa sadar tertuju ke ujung ruangan.

Deva terlihat begitu serasi duduk disebelah Nathalia yang menggunakan gaun mewah. Namun matanya… sesekali mencari Renita, seperti ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka.

Renita buru-buru mengalihkan tatapan.

Tiba-tiba suara MC bergema lembut dari panggung.

“Selamat malam para tamu undangan. Kita akan memasuki prosesi inti acara malam ini… pertukaran cincin antara Bapak Deva Mahendra dan Ibu Nathalia Pradipta. Kami persilakan kedua calon mempelai untuk berdiri dan naik ke panggung.”

Para tamu mulai berbisik kagum, ponsel dan kamera terangkat.

Nathalia berdiri sambil menggenggam lengan Deva.

“Mas, ayo.” katanya manis.

Deva berdiri… tapi sebelum melangkah, matanya sempat berhenti pada Renita. Hanya satu detik, tapi cukup membuat jantung Renita berdegup tak karuan.

Reza melihatnya.

“Ren, acara pertunangan dihotel kaya gini bagus ya? Pasti mahal.” Reza sibuk sendiri, tidak menyadari arah pandang istrinya.

Renita mengangguk samar, “Iya, bagus.”

Deva dan Nathalia naik ke panggung. Musik berubah menjadi romantis.

MC kembali berbicara, “Kini, calon mempelai pria akan memasangkan cincin kepada calon mempelai wanita.”

Nathalia mengulurkan tangan dengan senyum bahagia.

Deva meraih tangan itu… tapi wajahnya tetap tenang, nyaris tanpa ekspresi.

Renita memperhatikan setiap gerakan, merasa dadanya hangat tapi perih.

“Sekarang giliran calon mempelai wanita memasangkan cincin kepada calon mempelai pria.”

Nathalia memasangkan cincin dengan penuh senyum.

Tamu-tamu bertepuk tangan.

Reza ikut tepuk tangan, santai sekali.

“Wah, akhirnya sah juga tunangannya. Keluarga Nathalia kayaknya beneran orang kaya ya, Ren. Pantes Mas Deva bisa sukses.”

Renita menghembuskan napas pelan.

“Hmm… iya.”

Deva kembali menoleh sekilas - sekali lagi—ke arah Renita dari panggung sebelum senyumnya kembali terpasang untuk para tamu.

Renita meremas ujung dress-nya.

Kenapa kamu menatap ku seperti itu di hari pertunanganmu?

Acara lanjut ke sesi foto. Lampu flash berkedip-kedip, para keluarga maju satu per satu.

MC memanggil,

“Selanjutnya, keluarga dan kerabat dekat dipersilakan untuk berfoto.”

Reza bangkit.

“Ayo Ren, kita juga diajak.”

Renita berdiri perlahan, jantungnya semakin cepat.

Ia tahu… ia akan berdiri sangat dekat dengan Deva lagi.

Sesi foto keluarga dimulai. Para tamu diarahkan ke panggung.

Renita berdiri di barisan depan, dan tanpa diduga… Deva berdiri tepat di sebelahnya.

Begitu dekat hingga Renita bisa merasakan aroma parfumnya—aroma yang dulu begitu ia hafal.

Deva menunduk sedikit.

“Maaf ya, harus di sini. MC yang mengatur posisinya.” bisiknya pelan.

Renita hanya mengangguk. Ia tak berani menatap.

Flash kamera berkali-kali menyala.

Setelah foto keluarga selesai, Reza langsung melangkah maju sambil tersenyum lebar.

“Saya Reza, perwakilan keluarga mas Deva. Karena…, kedua orang tua mas Deva kan sudah meninggal.” Reza berkata bangga, seolah mendapat kehormatan besar.

Ayah Nathalia tersenyum ramah.

“Tidak apa-apa. Mulai hari ini Deva sudah jadi bagian dari keluarga Pradipta. Kami senang punya calon menantu seperti dia.”

Nathalia meraih lengan Deva.

“Nanti kalian datang ya ke acara pernikahan kami. Jangan sampai nggak datang.”

Reza mengangguk cepat.

“Pasti dong. Kami hadir.”

Renita ikut tersenyum sopan.

“Iya, kami datang.”

Tak lama kemudian, mereka pamit.

Deva menatap Renita sekilas saat mereka berjalan pergi, tapi Renita buru-buru menunduk.

Di luar hotel, angin malam menyambut. Mereka berjalan menuju parkiran basement.

Begitu masuk ke mobil, Reza menghela napas panjang sambil menyalakan mesin.

“Andai aku punya mertua sekaya keluarga Nathalia,” katanya tiba-tiba, nada kesal bercampur iri. “Hidup kita pasti jauh lebih enak. Aku nggak mungkin susah begini.”

Renita menoleh cepat, kaget.

“Maksud mas… apa?” suaranya pelan tapi jelas.

“Hah?” Reza menjawab tanpa rasa bersalah. “Ya jelas aku iri liat Deva. Dapat calon istri kaya, hidupnya langsung mapan. Kalau orang tuamu kaya, kalau keluargamu bisa bantuin, kita nggak perlu mikirin cicilan apartemen, cicilan mobil, uang kuliah adekku…”

Renita menggigit bibir.

“Jadi mas nyalahin aku? Gara-gara aku bukan dari keluarga kaya?”

Reza mendengus.

“Aku cuma bilang… hidup bakal lebih gampang.”

Renita menatap kaca depan, matanya mulai panas.

“Aku kerja banting tulang buat kita, mas. Tapi kamu malah bilang begitu…”

Reza mengangkat bahu.

“Ya kenyataannya begitu, Ren.”

Renita menatap luar jendela, hatinya terasa sangat sesak.

Kenapa dia selalu menyalahkanku…? kenapa dia gak ngomong seandainya aku kaya,istri ku tidak perlu kerja keras!

Mobil pun melaju keluar dari basement hotel.Begitu mobil berhenti di basement apartemen, Renita langsung membuka pintu dan keluar tanpa menunggu Reza. Tumit sepatunya berdetak cepat menuju lift. Reza menyusul di belakang, wajahnya masam.

Lift terbuka. Mereka masuk tanpa saling bicara, hanya suara musik lift yang samar terdengar.

Setibanya di lantai unit mereka, Renita membuka pintu apartemen dan masuk duluan. Ia melepas heels dengan gerakan pelan, tubuhnya benar-benar lelah.

Baru beberapa langkah masuk kamar, Reza tiba-tiba menarik pintu dan menutupnya agak keras.

“Ren…” suaranya berat. “Layani aku. Aku lagi pengen.”

Renita menoleh pelan, menahan napas. “Mas… bisa besok aja? Aku capek banget. Dari pagi kerja, abis itu ke acara—”

Reza memotong, mendekat satu langkah.

“Kamu menolak permintaan suami?”

Renita menelan ludah. “Bukan nolak… aku cuma minta waktu. Aku lelah, mas.”

Reza mendengus, wajahnya berubah kesal.

“Kamu itu istri orang, Ren. Suami minta, ya kamu layani. Jangan bikin aku sebel.”

Renita menatap lantai, kedua tangannya mengepal pelan.

“Aku cuma minta dimengerti sedikit saja…”

Reza menghela napas keras lalu membanting pintu masuk kamar mandi.

“Ya sudah! Terserah kamu!”

Renita memejamkan mata.

Kenapa harus begini lagi…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 7

    Alarm ponsel Renita berbunyi pelan. Ia membuka mata dengan kepala berat dan perut yang nyeri. Cahaya matahari menembus tirai, menerangi kamar yang masih remang.Ranjang di sampingnya sudah kosong. Hanya tersisa cekungan bantal bekas kepala Reza.Dengan nafas panjang, Renita bangkit dan keluar kamar.Reza sudah duduk di meja makan, kemeja kerjanya rapi, ekspresinya masam. Secangkir kopi di depannya tinggal setengah.“Kamu bangunnya telat,” ucap Reza tanpa menoleh.Renita membuka kulkas, mengambil air. “Aku kecapekan, Mas… semalam kita bertengkar. Perutku sakit dari tadi pagi.”Reza mendengus. “Yang mulai siapa? Aku cuma minta hak aku sebagai suami. Kamu aja yang drama.”Renita menahan sesak. “Aku cuma minta dipahami, Mas. Badanku sakit.”Reza menurunkan cangkirnya dengan suara keras.“Kamu itu penuh alasan. Nggak heran PCOS kamu makin parah. Kamu sendiri yang bikin hidup kamu ribet.”Renita menatap meja, menahan air mata.“Mas, aku lagi berusaha sembuh…”“Ya bagus.” Reza berdiri, menga

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 6

    Renita tersentak. Napasnya tercekat.Ia baru sadar… warna itu—warna kesukaan Deva.Jantungnya kembali memukul dadanya keras.Reza sempat mengernyit ketika melihat Deva sedikit mencondongkan badan ke arah Renita.“Mas ngapain?” tanya Reza dengan kecurigaan.Deva langsung mengalihkan pandangannya ke Reza sambil tersenyum tipis.“Oh, nggak kok. Aku cuma mau perkenalan secara formal. Soalnya aku belum pernah kenalan sama istrimu. Aku kan nggak hadir di pernikahan kalian waktu itu masih di Inggris.”Reza menatap istrinya.“Ren, kamu gimana sih? Harusnya kemarin kamu kenalan sama Mas Deva. Dia nggak bisa datang karena lagi Kuliah di Inggris.”Tangan Reza mencubit pinggang Renita pelan.“Aduh… mas, sakit,” keluh Renita sambil meringis.“Maaf ya Mas Deva,” Renita buru-buru merapikan rambutnya yang jatuh. “Aku lupa banget memperkenalkan diri. Aku Renita.” Ia mengulurkan tangan dengan sopan.Deva menyambut uluran itu dengan genggaman yang lembut dan hangat.“Deva,” jawabnya sambil menatap Renit

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 5

    Setelah pekerjaan selesai, Renita keluar dari lobby perusahaan. Mobil Reza sudah berhenti tepat di depan, klakson pendek menyambutnya. Reza menurunkan kaca jendela. “Lama banget kamu ngapain aja? Lelet amat.” Renita menahan napas, tidak ingin berdebat di depan umum. “Maaf, Mas… tadi ada urusan sedikit di divisi.” Reza mendengus. “Alesan.” Renita masuk dan menutup pintu perlahan. Mobil melaju menuju apartemen mereka, atmosfer di dalam mobil terasa sesak. Sesampainya di basement, mereka turun. Renita berjalan cepat mengikuti Reza ke lift. “Jangan lama-lama dandannya,” Reza mengingatkan. “Bisa telat ke acara tunangan Mas Deva.” “Iya, Mas,” Renita menjawab pelan. Dalam hati ia berkata getir, Kenapa dia nggak bisa lebih lembut sedikit? Reza sekarang benar-benar berbeda… atau memang dari dulu aku yang buta? Jangan bandingkan dia dengan Mas Deva, Renita. Jangan… Lift terbuka. Mereka masuk unit apartemen. Reza langsung menuju kamar mandi tanpa bicara. Renita membuka lema

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 4

    Setelah obat ditebus, Reza dan Renita masuk ke dalam mobil. Reza langsung menutup pintu dengan kasar. “Pokoknya mulai sekarang kamu nurut aja sama Mas Deva,” ucap Reza tanpa menatapnya. “Biar kamu cepat sembuh.” Renita mengangguk pelan. “Iya, Mas. Aku bakal banyak makan buah, minum vitamin, dan ikuti semua saran Mas Deva.” Reza mendengus. “Ya bagus. Kalau kamu sakit terus gini, biaya hidup kita makin tinggi. Yang seharusnya bisa dipakai buat hal lain malah buat bayar rumah sakit.” Renita hanya menatap kaca mobil, hatinya mengerut. Padahal semua aku bayar pakai uangku… kenapa dia yang paling perhitungan? Tapi ia memilih diam. Tiba-tiba Reza menyalakan ponselnya, menekan loudspeaker. Renita menoleh. “Mas mau telepon siapa?” “Mama lah,” jawab Reza malas. Astaga… apa-apa ngadu. Aku kayak menikah sama anak kecil, bukan pria dewasa, Renita mengumpat dalam hati. Suara Ayu langsung terdengar dari loudspeaker. “Halo, Za. Gimana tadi hasilnya? Istrimu hamil?” Reza menja

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 3

    Renita menelan ludah, telapak tangannya dingin. Jantungnya berdebar keras saat mata dokter itu menatapnya. “Iya… Jadi Mas Deva itu kakaknya Mas Reza?” ia tersenyum kikuk. “Sekarang Mas sudah jadi dokter, ya. Seperti cita-cita kamu dulu. Aku ikut seneng lihatnya.” Ada getir samar dalam suaranya. Deva tersenyum tipis, tatapannya sulit dibaca. “Dunia sempit ya. Ternyata kamu istri Reza…” Renita mengangguk. “Iya, Mas. Aku juga nggak nyangka ketemu Mas di sini.” Ia menarik napas kecil. “Jadi… aku manggilnya Mas atau dokter, nih?” Deva menatapnya lama sebelum menjawab. “Mas aja. Kamu kan istri Reza.” Suaranya menurun, hampir seperti gumaman. “Dulu aku pergi ke luar negeri kuliah kedokteran tanpa pamit sama kamu. Aku tahu aku nyakitin hati kamu,Ren.” Renita memaksa tersenyum, padahal dadanya terasa sesak. “Sudahlah, Mas. Itu sudah lama banget. Kita sudah punya hidup masing-masing sekarang. Kita sudah jadi… ipar.” Kata ipar itu terasa aneh di lidahnya. Deva masih menatapnya, kali i

  • HASRAT MEMBARA DOKTER TAMPAN   Bab 2

    Pagi hari. Renita sudah berdandan rapi, menenteng tas kerja sambil merapikan rambutnya di depan cermin. Dia sudah siap berangkat ke dokter saat Reza keluar dari kamar mandi sambil merapikan rambutnya. "Mas…" Renita menatapnya dari cermin. Reza menyela cepat, "Mama tadi pagi bilang sama aku pas nganterin dia pulang. Katanya kita mending ke klinik Mas Deva aja. Kakak tiriku dia baru saja buka klinik di Jakarta." Renita menoleh penuh tanda tanya. "Kenapa gak ke rumah sakit aja sih? Kan sekalian dekat kantorku. " "Kalau di rumah sakit mahal, Ren." Reza merapikan ujung dasinya. "Kalau sama Mas Deva, gak bayar. Uangnya bisa aku pakai buat hal-hal yang lebih penting." Dalam hati Renita bergumam, “Dasar pelit. Periksa kandungan kok dihitung-hitungan.” "Terus..." Renita melipat tangan di dada, "Katanya semalam kamu gak mau nganterin aku. Sekarang kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" Reza mendesah berat, seperti bosan mendengar rengekan. "Mama tadi bilang kamu bisa aja bohong demi memper

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status