Chapter: Bab 48Deva menarik kembali tangannya, ekspresinya berubah lebih profesional.“Sudah,” katanya tenang.“Nggak usah dijawab. Kamu tunggu di luar saja. Nanti hasilnya Mas kirim ke HR lewat email.”Renita menghela napas lega. Ia segera turun dari ranjang pemeriksaan, merapikan pakaiannya.“Terima kasih, Mas,” ucapnya singkat.Deva mengangguk. “Sama-sama.”Renita melangkah menuju pintu, namun sebelum benar-benar keluar, Deva memanggilnya lagi.“Ren.”Renita menoleh. “Iya?”“Setelah ini kamu masih ada kerjaan?” tanya Deva, nadanya dibuat santai.Renita berpikir sejenak. “Nggak. Paling tinggal laporan singkat ke HR.”Deva tersenyum kecil. “Kalau begitu… nanti setelah Mas selesai, kita makan di mall sebentar. Sekalian ada yang mau Mas beli. Kamu temenin, ya.”Renita terdiam beberapa detik. “Kenapa harus aku? Kenapa bukan Nathalia?”Deva menyandarkan tubuhnya ke meja, menatap Renita tanpa senyum berlebihan.“Dia lagi sibuk di klinik. Banyak pasien,” jawabnya singkat.“Sama kamu aja. Sekalian makan.”
Last Updated: 2025-12-23
Chapter: Bab 47Mobil Deva berhenti mulus di area parkir kantor. Ia turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Renita.“Terima kasih, Mas,” ucap Renita sambil melangkah turun.Deva mengangguk singkat, lalu membuka bagasi untuk mengambil tas dan beberapa peralatan medis.“Mau aku bantu bawain?” tawar Renita refleks.Deva tersenyum. “Nggak usah. Ringan kok. Ayo.”Ia spontan meraih tangan Renita, namun Renita cepat-cepat menariknya kembali.“Mas… jangan gitu,” bisik Renita panik. “Nanti orang-orang salah paham.”Deva terdiam sesaat, lalu mengangguk kecil. “Iya. Maaf.”Mereka berjalan masuk ke lobby dengan jarak yang dijaga. Renita menarik napas, lalu kembali memasang ekspresi profesional.Begitu semua karyawan berkumpul, Renita melangkah ke depan.“Selamat pagi semuanya,” ucapnya lantang. “Perkenalkan, ini Dokter Deva, dokter dari Klinik Medika Raya yang akan menangani pemeriksaan kesehatan karyawan wanita.”Deva ikut maju setengah langkah. “Selamat pagi,” sapanya ramah. “Untuk pemeriksaan karyawa
Last Updated: 2025-12-22
Chapter: Bab 46Renita sudah bangun sejak subuh. Rambutnya rapi, wajahnya bersih dengan riasan tipis. Ia menata dua piring di meja makan, lalu meletakkan secangkir kopi panas di hadapan Reza.“Ini sarapan kamu. Kopinya juga sudah jadi,” ucapnya pelan.Reza duduk, menyeruput kopi tanpa banyak ekspresi.“Kenapa kamu harus bohong sih, Mas?” Renita membuka suara, berusaha tenang.Reza mendesah. “Aku ini sudah lama nggak naik jabatan, Ren. Kalau aku bilang mau keluar kota buat meeting, Mas Deva nggak akan mandang pekerjaanku remeh.”Renita menatapnya. “Terus kenapa kemarin kamu nggak mau jemput aku pulang?”“Kamu sekalian aja bareng Mas Deva,” jawab Reza ringan.“Ibu mau ke mal. Katanya Tania pengin beli sepatu baru katanya.”Renita tertawa hambar. “Kamu bisa ngajak keluarga kamu shopping, tapi buat makan aja pakai uang aku.”“Jangan itung-itungan dong,” Reza mulai kesal.“Uang kamu itu uang aku juga. Lagian mama itu mama kita.”Renita menggeleng. “Kenapa cuma mama kamu yang selalu dipikirkan? Orang tua a
Last Updated: 2025-12-21
Chapter: Bab 45“Ren, habiskan es krimnya,” ujar Deva sambil fokus ke jalan. “Kamu jangan pikirkan yang tadi bair Mas yang urus sendiri.”“I-iya, Mas,” jawab Renita gugup, jemarinya sedikit gemetar memegang stik es krim.Mobil melaju pelan menuju apartemen. Keheningan menyelimuti mereka.Apa Mas Deva mau main solo? … Renita menelan ludah. Tapi dia punya tunangan bisa jadi mereka….. Kenapa aku malah mikirin yang aneh-aneh sih?Deva melirik sekilas ke arah Renita. “Kenapa bengong?”“Nggak, Mas,” Renita cepat menggeleng.Deva tersenyum tipis, nada suaranya setengah bercanda.“Atau kamu mau… sedang berfikir mau bantuin nidurin pusaka milik Mas,Ren?”Renita tersedak kecil. “Astaag Mas…”Deva terkekeh pelan. “Bercanda. Fokus habisin es krim kamu.”Tak lama, mobil berhenti di lobi apartemen.“Ren,” Deva memecah keheningan, “besok berangkat ke kantor bareng mas aja.”Renita menoleh. “Aku… sama Mas Reza aja.”“Nggak,” Deva menggeleng. “Nanti mas telepon Reza. Kamu bareng mas.”Tangan Deva meraih tangan Renita
Last Updated: 2025-12-20
Chapter: Bab 44Deva membukakan pintu mobil lebih dulu, memberi isyarat agar Renita masuk. Setelah Renita duduk, Deva ikut membungkuk ke dalam, meraih sabuk pengaman.“Mas mau ngapain?” Renita terkejut, suaranya tertahan. Jantungnya berdegup tak karuan saat jarak mereka tinggal beberapa inci aroma parfume maskulin Deva memenuhi setiap sudut mobil. Deva tersenyum tipis. Ia mengecup bibir Renita singkat, nyaris tak terasa.“Cup.”Renita membeku.Deva lalu memasangkan sabuk pengaman dengan tenang. Klik.“Sudah,” katanya ringan, seolah tak terjadi apa-apa.Ia menutup pintu, berjalan memutar, lalu masuk ke kursi pengemudi. Mesin mobil menyala pelan. Tangannya meraih tangan Renita, menggenggamnya hangat.“Kenapa tegang begitu?” Deva melirik sekilas.“Mas nggak akan gigit kamu kalau kamu nggak minta duluan.”Renita menarik tangannya perlahan, lalu menoleh ke arah jendela dengan pikirannya sendiri. “Mas jangan ngomong sembarangan…” ucap Renita.“Kenapa?” Deva tetap menatap jalan.“Gimana menstruasi kamu? L
Last Updated: 2025-12-20
Chapter: Bab 43Renita mengangkat wajahnya perlahan. Suaranya pelan, tapi tegas.“Mas bikin aku nggak nyaman,” kataku jujur.Deva terdiam. Tangannya yang tadi hampir menyentuhku segera ditarik kembali. Ia menghela napas panjang. “Maaf… aku kebablasan.”Aku mengangguk kecil, berusaha menormalkan napas. “Kita fokus bahas kerjaan aja. Itu tujuan kita ketemu.”Deva menatapku beberapa detik, seolah menimbang sikapku, lalu akhirnya mengangguk. “Iya. Kita profesional.”Aku membuka map di depanku, kembali ke mode manajer.“Jadi begini,” kataku mulai tenang, “pemeriksaan kesehatan karyawan besok dibagi jadi tiga sesi.”“Tiga sesi?” tanya Deva, nadanya sudah formal.“Iya,” jelasku sambil menunjuk jadwal. “Sesi pertama jam delapan sampai sepuluh pagi. Itu untuk staf operasional, sekitar dua puluh orang.”Deva mengangguk sambil mencatat. “Oke.”“Sesi kedua jam sepuluh sampai dua belas,” lanjutku, “untuk staf administrasi dan HR. Biar nggak ganggu jam kerja inti.”“Masuk akal,” jawabnya singkat.Aku melanjutkan,
Last Updated: 2025-12-19
Chapter: Makan siang bersamaArumi melangkah mundur dari meja, menatap Bastian dengan campuran marah dan takut. "Apa semua ini karena tadi malam?" tanyanya pelan, nyaris berbisik. Bastian tidak langsung menjawab. Tatapannya tak berubah, tetap tajam dan menghanyutkan. Ia berdiri, perlahan mendekat. "Aku tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan," katanya akhirnya. "Kau pintar, Arumi. Kau tahu kenapa aku tak ingin kau pergi." Arumi menahan napas saat Bastian kini hanya berjarak satu langkah darinya. "Ini bukan tentang pekerjaan lagi, kan?" suaranya bergetar. Bastian menatapnya dalam-dalam, lalu mengangkat tangan dan menyelipkan helaian rambut dari wajah Arumi. Sentuhan itu membuat tubuh Arumi menegang, tapi ia tidak bergerak. "Aku tidak suka main-main," ujar Bastian. "Kalau aku menginginkan sesuatu, aku pastikan aku memilikinya." Arumi menatapnya tak percaya. "Saya bukan barang, Pak." Bastian tersenyum kecil, tapi tak ada tawa di matanya. "Aku tahu. Justru karena itu." Ia melangkah menjauh, kem
Last Updated: 2025-05-02
Chapter: first kiss Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Arumi berdiri di depan lobi perusahaan, memeluk tasnya erat. Jalanan sudah mulai sepi, dan udara dingin menusuk kulitnya.Tiba-tiba, sebuah suara berat terdengar di belakangnya."Ayo masuk, saya antar kamu pulang," suara Bastian terdengar datar, tanpa emosi.Arumi menoleh, sedikit terkejut. "Terima kasih, Pak, tapi saya bisa naik taksi—""Jangan membantah. Sudah malam," potong Bastian tajam.Arumi akhirnya mengangguk dan mengikuti Bastian menuju mobilnya—sebuah Lamborghini hitam mengilap. Saat Bastian membuka pintu, Arumi secara refleks masuk ke kursi belakang.Namun, baru saja ia duduk, suara dingin Bastian menyela, "Memangnya saya supir kamu?"Arumi terdiam, merasa salah tingkah. "Eh… terus saya duduk di mana, Pak?"Bastian menatapnya datar. "Di depan."Malu, Arumi buru-buru pindah ke kursi depan. Begitu duduk, ia berusaha memasang seat belt, tetapi gespernya tersangkut."Kenapa lama sekali?" Bastian melirik sekilas."Seat belt-nya macet, Pak…" g
Last Updated: 2025-03-18
Chapter: Jantung berdetak kencangSetelah William Chen pergi, suasana ruangan tetap dipenuhi ketegangan yang menggantung. Arumi duduk di kursinya, masih mencerna percakapan tadi. Bastian, di sisi lain, tampak tenang seperti biasa. Ia mengambil gelas airnya, menyesapnya perlahan, lalu menatap timnya. “Kalian dengar sendiri, kan? Kita punya waktu satu bulan untuk membuktikan bahwa Mengantara Luxury layak mendapatkan investasi.” Para eksekutif saling bertukar pandang, lalu mengangguk. Mereka tahu apa yang dipertaruhkan. Seorang manajer pemasaran, Andre, angkat bicara. “Kita bisa dorong kampanye digital lebih agresif. Gunakan influencer kelas atas untuk meningkatkan hype.” Arumi mengerutkan kening. “Tapi kalau kita hanya mengandalkan influencer, bukankah terlalu mainstream? Kita butuh strategi yang benar-benar bisa bikin orang merasa kalau produk ini eksklusif.” Bastian menoleh ke arahnya dengan ketertarikan. “Lanjutkan.” Arumi berpikir sejenak sebelum berkata, “Kita buat event private launch untuk sosialita dan bea
Last Updated: 2025-03-18
Chapter: Balas dendamArumi melangkah keluar dari mobil dengan kepala tegak. Jika sebelumnya ia hanya bekerja demi uang untuk operasi ibunya, sekarang ada satu alasan tambahan: membalas pengkhianatan Bara. Bastian berjalan di depannya, memasuki lobi Mengantara Luxury dengan aura dingin dan penuh kuasa. Para karyawan langsung memberi salam dan menunduk hormat. Begitu mereka masuk ke dalam lift, Arumi tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Jadi, bagaimana caranya saya bisa menjadi kartu truf Anda?" Bastian meliriknya sekilas. “Aku ingin kau tetap menjadi dirimu sendiri. Tapi di saat yang sama, aku ingin Bara melihat bahwa kau sekarang adalah bagian dari kekuasaanku.” Arumi mendengus. Kekuasaannya? “Dan itu artinya?” Bastian menyeringai tipis. “Mulai sekarang, kau bukan hanya sekretarisku. Kau adalah wanita di sisiku.” Arumi tersentak. “Tunggu—maksud Anda?” Lift berbunyi, pintu terbuka di lantai 40. Bastian melangkah keluar lebih dulu, meninggalkan Arumi yang masih tercengang. Seorang pria dengan ja
Last Updated: 2025-03-18
Chapter: kerja samaArumi menatap tanda tangannya di atas kertas. Gue beneran udah masuk perangkap ini. Bastian mengambil kontrak itu, menyimpannya dalam laci. “Mulai sekarang, kau milikku.” Arumi mendongak dengan tatapan tajam. “Milik perusahaan, maksud Anda.” Bastian menyeringai. “Terserah bagaimana kau mengartikannya.” Arumi menghela napas panjang. “Baik. Jadi, apa tugas pertama saya?” Bastian berdiri, meraih jasnya. “Kita ada meeting di luar. Ikut.” Arumi buru-buru mengikuti langkah cepat pria itu. Saat mereka keluar dari ruangan, semua mata pegawai tertuju padanya. Bisik-bisik mulai terdengar. "Dia yang diterima? Cantik juga, tapi berapa lama dia bisa bertahan?" "Sebelumnya juga ada yang cantik, tapi cuma bertahan sebulan." "Lihat saja, sebentar lagi dia pasti menyerah." Arumi menggigit bibirnya. Gue nggak peduli omongan orang. Yang penting, gue butuh uang. Saat mereka sampai di basement, seorang sopir sudah menunggu dengan mobil hitam mewah. “Masuk,” perintah Bastian. Arumi duduk di sa
Last Updated: 2025-03-18
Chapter: kontrakArumi tertegun. “Apa?”Bastian menyandarkan punggungnya ke kursi, tatapannya tajam menembus mata Arumi. “Aku bilang, kau diterima sebagai sekretarisku.”Arumi masih berdiri kaku di tempatnya. “Tapi… tadi Anda bilang saya harus—”“—melepas pakaianmu?” potong Bastian dengan nada datar. “Itu hanya ujian.”Kedua tangan Arumi mengepal. “Ujian?! Anda main-main dengan harga diri saya?”Bastian mengangkat bahu. “Aku tidak main-main. Aku hanya ingin tahu seberapa jauh seseorang rela merendahkan dirinya demi uang.”Arumi menggigit bibir. Jadi semua wanita sebelum dirinya…?“Mereka semua gagal?” tanyanya pelan.Bastian mengangguk. “Hanya sedikit yang menolak. Dan kau satu-satunya yang menolaknya dengan tetap percaya diri.”Arumi masih berusaha mencerna kata-kata pria itu. “Jadi, selama ini Anda tidak benar-benar…?”“Tidak.” Bastian bersandar di kursinya, menatapnya lekat. “Aku tidak butuh sekretaris yang hanya mengejar uang. Aku butuh seseorang yang punya harga diri, punya prinsip, dan bisa meno
Last Updated: 2025-03-18