MasukAku adalah seorang CEO dari perusahaan raksasa M&P yang di wariskan oleh keluargaku. Bisa di bilang aku adalah konglomerat generasi ketiga.
Orang sering menyebutku tampan, memiliki body yang keren dan selalu memakai pakaian mewah, banyak orang ingin memiliki hidup sepertiku. Tapi tidak banyak orang tahu kekuranganku, yaitu Aku memiliki kekurangan dalam hal cinta.
Aku terlahir dari keluarga besar Pratama, kakekku Yulius Pratama mendirikan perusahaan di bidang pangan yang saat ini telah bertumbuh pesat menjadi salah satu perusahaan raksasa.
Sebagai cucu laki-laki pertama Aku sudah di takdirkan untuk meneruskan bisnis keluarga ini, walau sebenarnya Aku memiliki perusahaan sendiri yang bergerak di bidang jasa pengamanan atau bodyguard, Bisnisku, Aku serahkan pengurusannya kepada sahabatku Charles, ku percayakan padanya untuk mengelola perusahaanku.
Aku memiliki seorang saudari yang berbeda sepuluh tahun denganku, bernama Nathalia Pratama. Gadis yang cukup cerewet tapi ceria. Walau kadang membuatku pusing dengan tingkah absurdnya, tapi Nathalia mampu membuatku tertawa.
Akupun telah menikah dengan seorang wanita yang mampu membuatku bergairah dan jatuh cinta. Pernikahan kami sebenarnya pernikahan bisnis yang direncanakan oleh kedua orangtua kami, Laura istriku sudah menikah denganku namun belum bisa mencintaiku walau kami telah memiliki sedang putra.
Malam ini Aku dan Charles bertemu untuk menghabiskan waktu di kelab malam, di dalam keramaian itu Aku tetap merasakan kesepian. Hatiku begitu merasakan kesepian, semua sikap lembut dan penuh cinta yang ku berikan kepada Laura nyatanya tidak bisa membuka hatinya untuk bisa mencintaiku.
Laura selalu pergi setiap hari, beralasan untuk bekerja, Aku sebagai seorang suami yang mencintainya mendukung apapun yang istriku lakukan. Tapi suatu hari saat Aku ingin mengunjunginya di perusahaannya, pegawainya bilang jika Laura sangat jarang datang ke kantor, bahkan bisa dibilang tidak pernah datang ke kantor.
"Jadi selama ini kamu pergi kemana Laura?" Pikirku cemas.
Akhirnya hari ini Aku menyewa seorang detektif untuk mencaritahu kemana saja Laura pergi. Untuk menghilangkan rasa curigaku kepadanya, ku harap apa yang ku cemaskan tidak terjadi.
Aku dan Charles bertemu di kelab malam tempat dimana kami biasa bertemu untuk menyegarkan pikiran. Charles bahkan memberikan ide gila kepadaku untuk memiliki seorang sugar baby.
"Bukan untuk menikah lagi, Marco. Tapi memiliki wanita simpanan , zaman sekarang lebih di kenal dengan sugar baby." Kata Charles.
Ocehannya hanya ku dengarkan saja, masuk kuping kanan keluar kuping kira, hingga tiba-tiba segelas minuman tumpah di bajuku dan membuatku terkejut.
"What the fuck!" Teriakku saat bajuku sempurna basah oleh minuman.
Aku langsung berdiri untuk melihat siapa yang berani menumpahkan minuman itu di bajuku, seorang waitres wanita dengan pakaian yang minim dan memiliki tubuh yang indah berisi. Wajahnya begitu ketakutan, namun Aku tetap bisa melihat wajahnya yang cantik.
Bibir sensualnya yang seperti Angelina Jolie sedikit membuat hatiku berdesir. "Marco, kendalikan dirimu." Aku merutuki diriku sendiri dalam hati.
"Ma.. maafkan saya Tuan, saya tidak sengaja." Waitres itu begitu ketakutan sampai bibir sensualnya bergetar. Bahkan sampai kakinya terluka wanita itu tidak memperdulikannya dan malah fokus meminta maaf kepadaku.
Aku yang tidak tega melihatnya ketakutan seperti itu tidak sampai hati untuk memerahinya, toh wanita itu dengan tulus meminta maaf. Bahkan dirinya sendiri yang terluka, sedangkan Aku hanya basah saja.
Manajer kelab yang sudah tahu kami anggota VVIP segera datang dan meminta maaf juga. Masalah selesei bagiku, tidak ada yang perlu di perpanjang, masalah baju Aku dengan mudah bisa membelinya lagi.
Charles temanku yang sangat jail mulai meledekku, tapi semua yang Charles ucapkan memang benar adanya, Aku sedikit tertarik dengan wanita tadi. Mungkin wajahku sudah bersemu merah, beruntung Charles tidak melihat itu karena cahaya di kelab yang remang.
Ponselku berdering, sus Jenah meneleponku, tidak seperti biasanya, pasti ini ada hal yang penting, waktu menunjukkan pukul satu dini hari.
Suster Jenah mengabarkan jika Raffa putraku sedang demam tinggi bahkan sampai mengigau. Aku menyuruh Suster Jenah untuk meminta istriku mengantarnya, bukannya aku merasa tenang tapi malah menjadi lebih khawatir saat Suster Jenah memberitahuku bahwa Laura tidak ada dirumah.
Aku segera bergegas ke rumah sakit, sengaja Aku meminta sus Jenah membawa Raffa langsung ke rumah sakit agar tidak menungguku terlalu lama dan kami bertemu di Rumah Sakit Cahaya Anak. Benar apa yang sus Jenah katakan, badan Raffa begitu panas.
"Laura,, jika kamu begitu acuh padaku tapi curahkanlah kasih sayangmu kepada Raffa, dia putra kandungmu." Batinku.
Raffa segera di tangani oleh dokter, masuk ke ruang UGD untuk mendapatkan penanganan intensif. Aku, sus Jenah dan pak Wahid menunggu di kursi panjang depan UGD.
Kami hanya saling diam dengan rasa khawatir dengan keadaan Raffa yang terlihat parah.
Pikiranku teringat ke masa saat Raffa hadir di rahim Laura , tujuh tahun yang lalu, saat itu Laura memberitahuku bahwa dirinya ingin childfree , childfree yang sedang viral belakangan ini, oleh seorang selebgram yang memilih untuk childfree, Laura pun terinspirasi dari selebgram tersebut. Alasan Laura tidak ingin merusak tubuhnya, tapi Aku yang sangat menginginkan keturunan dengan sengaja menghamili Laura.
Reaksi Laura begitu murka kepadaku, bahkan sampai memukuli perutnya, Aku yang kewalahan akhirnya mengurungnya di kamar, berusaha agar hal ini tidak sampai ke media, karena bisa mempengaruhi saham perusahaan. Pasti akan sangat ramai menjadi perbincangan media sosial jika tahu Laura memilih childfree.
"Aku benci kamu Marco, dan anak ini. Arrghh." Teriak Laura saat meronta ingin dilepaskan dari ikatannya.
"Tolong Laura, maafkan Aku. Untuk kali ini saja Aku mohon jaga dan rawat kandunganmu itu. Janin itu darah dagingmu, keturunanku. Aku akan memberikan semua yang kamu inginkan, berlian, Permata atau tas mahal, katakan saja. Asal jangan kau sakiti calon anakku yang ada di rahimmu." Pintaku memohon di hadapannya.
"Tidaakkk.. Aku tidak ingin semua itu, Aku akan membunuh bayi ini!" Laura terus meronta.
Tak ku pedulikan teriakannya, yang aku pikirkan saat ini adalah keselamatan calon bayi kami.
Aku tetap merawat Laura dengan baik, semua ku lakukan dengan tanganku sendiri. Memasuki empat bulan kehamilan, Laura sudah mulai tenang dan bisa menerima kehamilannya, terlebih ketika merasakan gerakan bayi di dalam perutnya. Laura merasakan hal berbeda hingga mau melunak dengan kehamilannya, kadang mengelus perutnya lembut.
"Apakah badanku akan kembali seperti semula jika aku melahirkan bayi ini?" Tanyanya dengan wajah datar sembari mengelus perutnya.
"Tentu, Aku akan mengupayakan semuanya demi kamu, sayang. Perawatan tubuhmu akan Aku support semaksimal mungkin agar bisa kembali sedia kala."
Mulai saat itu Laura mulai menerima kehamilannya, Aku pun membebaskan Laura seperti biasa, agar Laura bisa bergerak bebas tapi tetep memperhatikan kehamilannya, sampai sembilan bulan saat melahirkan, ketika melahirkan pun Laura tidak menampakkan wajah bahagia seperti ibu lainnya yang baru pertama melahirkan anak pertamanya.
Laura sangat acuh kepada Raffa, menengoknya saja tidak mau. Laura hanya fokus untuk memperbaiki tubuhnya, sesuai janjiku, Aku mensupport penuh dirinya. Seringkali Aku yang bergadang untuk merawat Raffa bersama sus Jenah.
Ponselku berdering hingga membuatku tersadar dari lamunanku. Chat masuk dari mata-mata yang Aku sewa. Sebuah foto yang dia kirimkan. Aku gegas membukanya, butuh waktu beberapa detik untuk mendownload foto itu.
Bagai di sambar petir yang begitu dahsyat, mata-mata itu mengirimkan foto Laura yang tengah bercinta dengan panasnya dengan seorang laki-laki yang tidak Aku kenal. Bahkan mata-mata ku mengirimkan alamat apartemen laki-laki itu.
Darahku seperti mendidih, hatiku begitu sakit. Rasanya ingin melampiaskan kemarahanku jika tidak sadar ini sedang di rumah sakit. Kepercayaanku dan cintaku seperti tidak ada harganya bagi Laura, dengan mudahnya dia berselingkuh di belakangku.
"Dasar wanita penghianat!" Batinku.
Sebuah ide muncul begitu saja, saran dari Charles sepertinya bagus juga. Saran tentang sugar baby. Segera ku hubungi Charles.
"Charles, Aku ingin kau Carikan Aku seorang sugar baby. Besok Aku tunggu kabarmu."
"Ya, Aku akan membalas Laura juga dengan cara yang sama. Ku pastikan Laura akan merasakan hal yang lebih menyakitkan." Ucapku dalam hati.
Keesokan harinya, Charles datang ke kantorku,, untuk menanyakan keseriusanku dengan apa yang Aku ucapkan semalam.
"Kami yakin ingin memiliki sugar baby?"
"Kapan Aku pernah bermain-main dengan ucapanku, hah?"
"Baiklah, Aku akan mencarikan wanita muda yang akan menjadi sugar baby mu." Cicit Charles dengan semangat.
Aku terdiam sejenak, tiba-tiba Aku teringat gadis waitres semalam, gadis muda dengan tubuh sintal dan bibir sensual. Terlihat masih sangat muda sekitar umur dua puluhan.
"Bagaiman jika waitress wanita semalam itu? Kamu bisa mendapatkannya untukku, Char?"
"Wah ternyata memang kamu terpesona dengannya." Ucap Charles menggodaku lagi.
"Ya, Aku sedikit tertarik dengannya. Cari tahu tentang dirinya kepada kepala manajer kelab."
"Siap bos Marco."
Charles segera keluar dari kantor Marco dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Semoga saja.
"Gadis itu, Aku tertarik dan penasaran dengannya." Gumam Marco.
Sikap dingin dan penolakan dari Axel seolah membuat hati Anjani begitu sesak. Tatapan cinta yang dulu ada di kedua mata suaminya itu kini tidak terlihat lagi, hanya tatapan kosong memikirkan istrinya yang lain. "Makanlah sup ikan ini Mas, bukankah kamu sangat menyukai sup ini?" bujuk Anjani bahkan sampai berusaha menyuapi Axel. Sudah seharian Axel sama sekali tidak makan, Anjani melihat suaminya hanyalah raga saja yang bersamanya tetapi jiwanya bersama dengan Sandra. Axel menatap Anjani dengan tatapan sayu, wajah Anjani tersenyum, di saat itu Axel melihat Sandralah yang berada di hadapannya kini. "Sandra sayang," Axel tersenyum merasa senang Sandra ada di hadapanya. Sakit sekali Anjani melihat suaminya seolah depresi, bahkan tidak mengenali lagi Anjani yang berada di hadapannya. Namun Anjani berusaha tersenyum walau hatinya merasa begitu getir. "Iya, Ini aku Sandra, Ayo buka mulutmu dan makanlah dulu." Axel terus menatap Anjani dan membayangkan Sandra yang ada
"Aku cacat!" saat itu juga Claire seperti melayang tidak tentu arah. Pandangan mata Claire kosong memikirkan nasibnya nanti. Tristan mencoba untuk menggoyangkan pundak Claire agar gadis itu tersadar dari lamunan panjangnya. "Claire... Claire..." seru Tristan nampak khawatir. Claire manatap Tristan, takdirnya kini begitu berat. "Tidak mungkin! Aku tidak mungkin cacat!" Kembali Claire berusaha keras untuk menggerakkan kedua kakinya, tapi tetap saja kakinya tidak mau menuruti instruksi Claire, kakinya hanya diam tanpa ada gerakan sedikitpun. "Ayo bergeraklah.. ayo...." Claire memaksakan diri sampai wajahnya memerah karena terlalu keras berusaha menggerakkan kakinya. Nihil, sekuat apapun Claire mencoba, kakinya tetap tidak mau bergerak. "Kenapa kalian tidak mau bergerak ketika aku memerintahkannya!" Claire histeris sampai memukuli kedua kakinya dengan keras. Melihat Claire begitu terpuruk dan histeris, ada sedikit rasa kasihan di hati Tristan tetapi tetap saja Trista
Tristan menatap gadis yang hanya terbaring lemah dan tidak sadarkan diri di hadapannya, sebelum Marco dan Bella pergi beberapa jam yang lalu. mereka meminta calon menantunya itu menjaga Claire selama mereka pergi. "Kamu tidak salah, tetapi kedua orangtuamu yang telah melakukan kesalahan fatal dengan merenggut orangtuaku!" tatapan Tristan berubah menjadi dingin. "Kamu harus menanggung akibat dari kesalahan orangtuamu, gadis yang malang!" Setiap ucapan Tristan tersimpan kebencian, dia akan mencampakkan Claire begitu dia telah membuat Claire tergila-gila kepadanya. Hal itu pasti akan sangat menyakiti Marco dan Bella, sakit yang perlahan akan jauh lebih menyakitkan, bukan? Tristan berencana akan meninggalkan Claire di hari pernikahan mereka, dengan beralasan tidak bisa menerima keadaan Claire yang telah lumpuh. Rasa malu dan kecewa akan mereka rasakan menjadi satu, sampai Claire tidak bisa memilih jalan lain selain bvnvh diri! Seulas senyum licik mengukir wajah tampan Tristan
Candra terkekeh melihat Axel yang berusaha melindungi ibunya, seolah menampakkan lelaki sejati yang mampu melindungi. Tetapi kenapa dia tidak bisa menjadi suami yang bisa melindungi istrinya! "Sepertinya kedua orangtuamu sangat rapat menyimpang rahasia kelam meraka?" Candra berhenti tertawa lalu menatap dingin kepada Axel. "Atau mungkin kedua orangtuamu sangat malu akan masalalu mereka hingga tidak membiarkan kamu untuk tahu!" "Cukup Candra!" Kini Marco mulai bersuara. "Kami tahu kamu sedang sangat marah karena keadaan Sandra saat ini, kedatangan kami karena kami juga sangat mengkhawatirkan keadaan menantu perempuan kami, jadi Saya mohon tahanlah dulu emosimu, kita bisa seleseikan permasalahan ini dengan kepala dingin." Bella lantas memegang tangan Marco karena sangat setuju dengan pendapat suaminya, walau Bella tahu dalam hati suaminya itu sangat kecewa karena besannya sendiri telah merendahkan martabat istrinya dengan membahas masa lalu. Candra kembali tersenyum getir
Malam ini Anjani dan Axelo tidur terpisah, begitu mereka berdua sampai di apartemen, Axel langsung memilih untuk masuk ke kamar tamu tanpa mengatakan sepatah kata apapun pada Anjani. Berulangkali bahkan Anjani mencoba untuk membujuk Axel dengan membuatkan makanan kesukaan Axel agar mau keluar dari kamar, tetapi suaminya tidak meresponnya sama sekali. "Mas, Baby Boy ingin sekali makan bersama Ayahnya," kembali Anjani berusaha menggunakan bayi yang di kandungnya lagi agar Axel mau keluar. Tetapi tetap saja, Axel tidak menjawab ataupun keluar, biasanya calon anak mereka mampu membuat Axel luluh namun kini tidak berhasil. Anjani sebenarnya sangat kesal atas sikap dingin dan diam suaminya, tetapi perutnya sudah begitu lapar, mengingat saat di restoran tadi dia bahkan tidak berselera mencicipi makanan apapun karena ada Sandra. Kehamilannya yang sudah cukup besar memang sering membuatnya lapar, terpaksa malam itu Anjani menghabiskan masakan yang telah di buatnya hanya seorang d
Hening! Di dalam mobil mewah yang dikendarai oleh Axel dengan Anjani tidak ada percakapan apapun. Biasanya mereka berdua akan saling bertukar cerita ataupun meminta pendapat satu sama lain. Kini Anjani pun enggan untuk menegur suaminya yang hanya fokus menatap ke arah jalanan dengan raut wajah yang... sulit di jelaskan. Perlahan Anjani memalingkan wajahnya ke arah jendela, nampak butiran air hujan mulai turun, membuat Anjani kembali teringat kejadian di restoran beberapa waktu yang lalu. Bagaimana kekesalan Sandra dan juga suaminya yang terlihat begitu hancur karena keputusan yang akan Sandra ambil. Bukankah seharusnya Anjani merasa senang ketika tahu bahwa Sandra akan menuntut cerai? Namun saat ini, hati Anjani justru merasa semakin merana karena melihat suaminya yang seolah kehilangan semangat hidup tentang keputusan cerai itu. Bukankah, jika Sandra benar-benar mengajukan perceraian itu, dia akan kembali memiliki Axel seutuhnya, hanya untuknya seorang. "Axel ak







