3 jam sebelum kecelakaan....Para anggota sudah mulai mendaki ke atas bukit, awalnya mereka sangat bersemangat tetapi ketika sudah berad di tengah perjalanan banyak yang kehabisan tenaga dan juga energi untuk melanjutkan ke atas.Sebagian besar wanita telah berhenti untuk tidak melanjutkan perjalanan tetapi Claire dan Tristan serta sebagian dari yang lain terus melakukan perjalanan termasuk Alvin.Walau hatinya terus merasakan sakit karena melihat keromantisan Claire dan Tristan, tidak jauh berbeda dengan Noura yang merasa sakit dan membenci kebersamaan Claire dan Tristan.Bahkan ketika Claire berhenti karena kelelahan, Tristan dengan senang hati menawarkan diri untuk menggendong Claire.Tentu hal itu membuat anggota lain yang berada di belakang mereka bersorak. "Ciee.. serasa dunia milik berdua dan yang lain cuma numpang tinggal."Noura yang kebetulan berada di depan Alvin melihat candaan dan kemesraan Tristan pada Claire semakin terbakar cemburu dan api kebencian begitu berkobar di
"Ambil ini, roti isi dengan selai coklat kesukaanmu," ucap Alvin sambil memberikan sepotong roti coklat untuk Claire. "Terima kasih," Claire terlihat senang karena Alvin masih mengingat makanan kecil kesukaannya. "Kamu masih ingat makanan kesukaanku?" Alvin tiba-tiba tersenyum getir. "Aku hanya ingat saja, bukan hal yang penting." Sikap Alvin menjadi berubah dingin lagi, biasanya Alvin akan dengan bersemangat bercerita apapun kepada Claire. Bahkan terlihat seolah Alvin menyesali telah memberikan roti coklat kesukaannya. "Apakah Aku telah berbuat salah kepadamu, Vin?" akhirnya Claire bisa bertanya juga hal yang mengganjal hatinya. "Bagaimana kamu bisa berpikir begitu?" Alvin malah bertanya balik. Claire mencoba menarik nafas agar bicaranya tidak terkesan memojokkan ataupun menyinggung. "Kamu terasa semakin menjauh dariku, Vin." Alvin tertawa kecil. "Tidak salah? Bukankah kamu yang sudah menjauh dariku setelah memiliki hubungan dengan CEO di perusahaan tempat k
"Claire, kamu mau pergi kemana?" Bella bertanya kepada putrinya yang tengah sibuk berkemas. Claire menjadi bersikap canggung tapi berusaha untuk mengontrol kegugupannya. "Ehh... ini ada acara kantor, bagian staff pemasaran yang telah memenuhi target akan melakukan tour ke puncak." "Sepertinya pekerjaanmu di perusahaan baik-baik saja." Bella tersenyum sambil mengelus rambut Claire. Sebenarnya Claire ingin memberitahukan kepada ibunya, jika dia sudah di lamar oleh Tristan, tetapi kekasihnya itu meminta Claire untuk menyembunyikan dulu kabar bahagia itu sampai pulang dari tour karyawan. "Benar Ma, pekerjaanku lancar dan nyaman," Claire memeluk ibunya. "Maaf jika setelah Claire bekerja jadi tidak banyak waktu untuk Mama, apalagi Kak Tristan juga sudah menikah dan sibuk dengan keluarga barunya." Bella menatap wajah putrinya dengan haru, tidak menyangka rasanya baru kemarin dia menimang Claire tapi kini putrinya itu telah tumbuh dewasa. "Lalu kapan putri Mama ini akan menyusul
"Sandra?" Axel menatap istri pertamanya itu terlihat sangat terkejut. "Tenanglah Anjani, Sandra juga sedang sakit, Aku membuat kalian satu ruangan agar Aku lebih mudah menemani kalian berdua." Axel segera menjelaskan seolah tahu apa yang sedang Anjani pikirkan saat ini. "Dia sakit apa?" Axel mulai gelagapan, tidak mungkin dia mengatakan hal yang sebenarnya kepasa Anjani. Istri pertamanya itu bisa menjadi syok dan pasti akan membahayakan nyawanya dan juga nyawa putranya. "Sandra pingsan karena kelelahan, dia menemanimu untuk menunggu dirimu." Anjani seolah tidak percaya ucapan suaminya. "Kenapa dia menungguku? Aku tidak membutuhkan perhatian wanita yang sudah merebut suamiku!" Kembali Anjani bersikap di luar kendali, Anjani memaksakan untuk bangun untuk mengusir Sandra padahal kondisinya sendiri masih sangat lemah. "Anjani, jangan bangun dulu, kondisimu belum stabil!" "Jangan halangi aku, Mas!" Anjani berusaha memberontak saat Axel memeganginya. "Aku tidak
Plak.. Sandra menampar Nina karena merasa kecewa atas perbuatan lancang dari sahabatnya tu. "Kenapa kamu malah menamparku, San?" Nina juga terliat kesal dengan sikap kasar Sandra padanya. Padahal dialah yang membantu Sandra saat terluka dulu. "Kamu tidak punya hak untuk ikut campur urusanku, Nin! Aku sungguh kecewa sama kamu!" Nina berdecak kesal. "Aku hanya tidak ingin kamu di lukai lagi oleh pria itu, San!" "Apapun yang terjadi antara aku dan suamiku itu bukan ranahmu lagi, Nina!" Sandra kesal karena Nina terus mengelak dan bersikap seolah tidak melakukan kesalahan. "Kamu hanya bertugas untuk merawatku sampai sembuh, bukan malah ikut campur urusan pribadiku!" "Sandra!" Nina berusaha meyakinkan sahabatnya agar mau berpihak dan membelinya. Sayang Sandra tidak mau mendengarkan dan memilih pergi dari ruangan kerjanya. Melihat sorot kemarahan Sandra yang tidak pernah dia lihat, membuat Nina ngeri dan akhirnya memilih diam. Memang saat mengirimkan foto pribadi Sandra dan Axel ke
"Ya Tuhan, bagaimana keadaan Anjani? Apakah saat kamu ke apartemennya dia sedang sakit?" Sandra terlihat ikut khawatir dengan kondisi Anjani. Axel menggelengkan kepala, rasa bersalah bercampur rasa takut kehilangan Anjani dan juga putranya membuat Axel mematung. "Oh Astaga!" Sandra segera memeluk Axel. "Percayalah padaku, Anjani dan calon anakku akan baik-baik saja." Di peluk dan di tenangkan oleh Sandra, membuat perasaan Axel sedikit tenang, seolah ada yang memberikannya energi untuk bangkit kembali. Jika bisa memilih, Axel juga tidak ingin berada di situasi yang serba salah seperti sekarang. Tetapi takdir seolah menertawakan Axel dan mempermainkannya, menaruhnya di dua wanita yang sama-sama mengharapkan cintanya. Hatinya juga kini sudah terbagi kepada dua wanita yang memang sudah menjadi istrinya dan berhak mendapatkan cintanya dengan adil. "Terima kasih untuk doamu yang tulus, San," Axel berusaha mengendalikan perasaannya di depan istri mudanya itu. "Tapi bagaim