Share

2

Author: Sarangheo
last update Last Updated: 2025-06-27 16:51:25

Setelah beberapa menit mobil berjalan melambat. Ava bisa mendengar suara irama musik di klub yang mantap. Ava pun menjadi bersemangat, jika ada orang di sekitar, mungkin dia bisa selamat.

Ava terus berpikir, tanpa sadar mobil itu masuk ke sebuah jalan yang nampak seperti gang. Dave berbalik dan menatapnya dengan tajam. Ava lebih suka tidak memikirkan apa yang ada dalam tatapan itu.

“Jika kau berteriak dan membuat perhatian orang lain tertuju padamu. Maka aku tidak akan segan menembak mereka. kau pahamkan?” tanyanya.

Ava memucat. Rencananya hancur begitu saja. Dia tidak mungkin membahayakan orang lain seperti itu. Ava harus menurut.

Ava menegang saat pintu belakang mulai terbuka. Satu orang pria turun dan menghampirinya lalu memotong tali yang mengikat kedua belah pergelangan kakinya. Kaki Ava terasa kaku setelah dilipat ke posisi yang tidak nyaman begitu lama.

Tidak ada yang peduli saat Tobias mendorongnya ke depan sementara kedua tangannya masih terikat. Ava perlahan memperhatikan daerah sekitar. Jalanan itu cukup lebar untuk mobil. Ada beberapa tempat sampah dan tiga lampu yang berkedip di salah satu bangunan. Mereka berjalan menuju ke sebuah pintu baja berwarna hijau, yaitu satu-satunya pintu yang terlihat.

Dave segera mengetuk pintu dan beberapa saat kemudian pintu dibuka oleh seorang pria berambut pirang, berjas biru tua. Dia tampak seperti baru saja keluar dari rapat dewan. Meski di tengah ketakutan dan kepanikan, Ava masih bisa melihat bahwa pria itu adalah seorang pria yang sangat menarik. Lebih tepatnya tipe pria yang membuat kebanyakan wanita tergila-gila.

Ava ingin memohon bantuan padanya, mencegah kedua pria itu agar tidak membawanya. Namun, sepertinya pria itu mengenal mereka lebih dekat.

“Apa kelihatannya kami kembali dengan tangan kosong?” kata Dave kepada si pria pirang.

"Segera bawa dia ke ruang hitung," perintah pria pirang itu, dan Ava merasa semua harapannya pun sirna.

Dave dan Tobias menyeringai, mereka mendorong Ava masuk kelorong koridor berwarna putih panjang.

"Lepaskan tali yang mengikat tangannya dan tunggu aku," kata pria pirang itu lagi.

Ava segera digiring dengan kasar ke dalam sebuah ruangan. Setelah itu terdengar suara bantingan pintu yang nyaring, bagi Ava, suara itu adalah pantulan terakhir keyakinannya. Dia tidak punya kesempatan lagi untuk melarikan diri.

Dave mengeluarkan pisau sehingga membuat Ava panik. Dia langsung terkekeh sambil memotong tali ikatan di pergelangan tangan Ava. Ava sedikit lega bisa menggerakkan lengannya ke depan, menggosok pergelangan tangannya dan mulai merasakan aliran darah kembali ke lengannya.

Ava tak menyangka lengannya akan terluka parah seperti sekarang, mungkin itu karena ada robekan kecil di jaringan otot atau ligamen yang terkilir. Ava mengusap-usap pergelangan tangannya dan dia mulai mundur, mengawasi kedua pria itu.

"Ayolah, sayang. Tak perlu takut," Dave menyeringai.

"Menjauhlah," perintah Ava kepadanya dengan suara yang bergetar jelas.

"Jalang kecil ini rupanya sudah menemukan suaranya lagi," ejek pria pendek itu.

“Jangan mendekat,” ulang Ava dengan putus asa.

“Tapi kami perlu menguji barang dagangannya,” kata Dave sambil tersenyum lebar.

“Barang dagangan apa?” tanya Ava dan melihat sekeliling untuk mencari barang apa saja yang bisa ia gunakan untuk bertahan hidup.

Ruangan itu kosong, kecuali meja di tengah. Di atas meja, ada beberapa pensil, penghitung uang, dan stapler. Ava membenci hidupnya saat itu.

“Kau, kau adalah barang dagangannya, yaitu boneka,” Dave memberitahunya.

"Apa kalian sudah gila? Aku ini manusia, bukan benda," teriak Ava kepada mereka.

“Wanita jalang, kau adalah barang yang akan kami jual. Kau harus membuat mereka bersenang-senang,” kata Tobias padanya.

“Tapi pertama-tama aku perlu mencicipi dirimu, aku perlu tahu berapa harga yang harus ditetapkan,” dia menyeringai dan mulai bergerak ke arah Ava.

Mereka pasti ingin menjual tubuhnya kepada pria si hidung belang agar mau berhubungan seks? Pikiran itu berhasil membuat Ava mual dan kedinginan karena takut. Tidak, dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.

Ava harus melakukan sesuatu, apa saja. Ava tidak bisa membiarkan manusia keji yang bergerak mendekatinya memperkosanya. Dia sungguh menjijikkan dan kejam.

Namun Ava menyadari bahwa tidak banyak yang bisa dia lakukan sekarang. Meski begitu, Ava harus mencoba dulu. Kini jiwa gila Ava tersentak, dia mulai mengambil penghitung tagihan dari meja dan melemparkannya.

Zane mendesah sambil berjalan menuju lorong koridor yang berwarna putih panjang, dia kelihatan lebih rileks saat suara musik dan orang-orang perlahan teredam di belakangnya. Kelab malam miliknya adalah investasi yang bagus. Tetapi sayangnya kebisingan itu dapat membuat orang yang paling waras menjadi gila.

Saat Zane berjalan di sepanjang koridor, dia melihat Jax tepat berada di depannya. Zane baru saja akan bertanya kepada tangan kanannya mengapa Jax memanggilnya untuk turun.

Kedua tangan pria itu segera meraih senjata karena kebiasaan, tetapi tak satu pun dari mereka berhasil menarik pelatuknya. Hal itu reflek mereka lakukan karena mereka mendengar suara teriakan dari seorang wanita. Zane tidak bisa mendengar kata-katanya dengan jelas.

“Zane, kita punya masalah,” kata Jax padanya.

"Apa yang terjadi?" tanya Zane.

Zane sempat berpikir bahwa salah satu dari mantan pacarnya mengamuk. Padahal masalah ini bukanlah hal pertama kalinya. Zane lupa atau benar-benar tidak ingat bahwa dia pernah membuat wanita marah akhir-akhir ini.

“Dave dan Tobias baru saja kembali,” kata Jax kepadanya.

"Apakah mereka berhasil menagih pria itu?" tanya Zane, kesal karena dipanggil hanya untuk memeriksa kedua anak buahnya.

"Bisa dibilang begitu," kata Jax, dia tampak serius.

Jeritan lain kini terdengar lagi dari dalam ruang penghitung tersebut dan Zane sudah muak. Dia berjalan mendekat, membuka kunci pintu, dan mendorongnya hingga terbuka. Untung saja stapler yang spontan berterbangan tidak mengenai kepalanya.

Mata Zane mengikuti stapler itu hingga jatuh ke lantai. Dia mendongak dan melihat sesosok malaikat. Butuh beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa itu kenyataannya bukanlah malaikat, melainkan wanita yang ketakutan dan menangis.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   16.

    "Tentu saja, Nona A. Maaf aku terlambat datang. Tempat itu cepat sekali penuh," kata Ryder kepada Ava."Jangan khawatir. Aku baik-baik saja," kata Ava ketika Ryder mengambil posisi di sebelahnya. Veronica datang ketika melihat gelas Ava kosong."Apa kau mau yang lain?" tanyanya."Tidak, terima kasih. Luar biasa, tapi aku sudah mencapai batasku hari ini."Zane berdiri di bar, berbicara dengan manajer klub dan Jax. Pengungkapan Ava bahwa telah terjadi peningkatan jumlah overdosis dari obat-obatan yang tidak murni membuat Zane memberi tahu manajernya untuk mengawasi. Saat mereka berbicara. Zane memiliki pandangan yang jelas ke tempat Ava duduk. Ava duduk membelakanginya, sambil melihat ke arah kerumunan orang-orang.Ava menunjukkan punggungnya yang hampir telanjang dan Zane menemukan bahwa pemandangan itu menggoda. Tampaknya Ava tak menyadari betapa banyak perhatian yang dia tarik; betapa alami dan mudahnya sensualitasnya. Zane jadi kehilangan jejak percakapan yang sedang dia lakukan

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   15

    Pikiran pertama yang terlintas di benak Ava adalah di mana Zane menyembunyikan pistolnya, karena Ava tak melihat ada garis di jas abu-abu gelap Zane. Pikiran berikutnya adalah, apakah akan ada seseorang yang menelepon polisi. Ava membiarkan pandangannya menyapu restoran. Tak seorang pun tampak memperhatikan delapan pria yang saling menodongkan senjata. Ava tetap terpaku di sana, menggenggam gelas dengan erat.Ava berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlihat. Ini bukan pertama kalinya Ava berada dalam situasi di mana pistol diarahkan padanya. Hal itu pernah terjadi saat ia sedang bertugas malam di UGD.Seorang pecandu narkoba menyerbu masuk dan mengacungkan pistol ke sana kemari, mencoba mendapatkan narkoba.Ava sangat takut. Kali ini, dia mencoba mengecilkan dirinya. Namun, rasa takutnya tidak sekuat sebelumnya.Apakah itu akhirnya Ava mati rasa terhadap kekerasan? Atau ia masih syok?"Turunkan senjata kalian." Zane menggeram pada Victor dan anak buahnya. Mereka kemudian menyingkirk

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   14.

    Cengkeraman di pangkal leher Ava tidak menyakitkan. Di satu sisi, itu menenangkan, dan yang membuatnya ngeri, Ava mendapati dirinya menyukainya. Dia tahu Zane mengklaimnya sebagai miliknya. Ava lebih suka menjadi miliknya daripada dibiarkan terekspos ke dua pria di seberang meja yang sama-sama meneteskan air liur padanya. Ava masih belum sepenuhnya nyaman dengan gaunnya; itu menarik terlalu banyak perhatian padanya. Tapi setidaknya Zane puas. Dan memberi efek yang diinginkan pada kedua pria itu.Mereka baru teralihkan saat mereka mulai berbicara tentang bisnis. Ava mendengarkan percakapan itu sambil menyeruput koktailnya. Rasanya lumayan. lebih enak daripada kebanyakan yang pernah dia coba sebelumnya. Ava agak kesulitan mengikuti diskusi di sekitar meja. Mereka tampaknya menggunakan kata sandi. Dia menduga itu akan bijaksana karena mereka berada di depan umum mendiskusikan apa yang dianggap Ava sebagai hal-hal ilegal.Setelah mendengarkan sebentar, Ava mengerti maksud dari apa yang

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   13.

    Zane berdiri di anak tangga paling bawah dan melihat jam tangannya, masih ada waktu lima menit sebelum pukul enam tapi tak ada tanda-tanda Ava muncul. Zane merasa kesal. Jika Ava mengira ia bisa lolos dengan menentang dirinya, maka Ava akan menghadapi hal lain. Zane tidak akan ragu untuk naik ke sana dan menyeretnya turun. Suara irama dari sepatu hak tinggi terdengar menghantam tangga, membuat Zane mendongak. Ava sedang berjalan menuruni tangga. Makhluk itu tampak seperti bidadari. Melihat Ava sekarang, Zane menyadari bahwa ia telah meremehkan sensualitas alamiahnya. Ava mengenakan gaun berwarna merah muda, di hiasi payet perak yang bertaburan di seluruh gaunnya, membuat cahaya memantul darinya. Hal itu menciptakan ilusi, bahwa Ava berkilauan. Di sisi lengan kirinya tampak penuh, dan lengan satunya telanjang. Tidak ada belahan dada yang terlihat. Pinggangnya tampak kencang, membuat payudara serta pinggulnya menggiurkan. Lalu di bawahnya ada rok pendek yang terbungkus seksi, sehin

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   12.

    Setelah makan siang, Ava dan Gabriel pergi ke salon. Mereka disambut oleh seorang wanita, wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Tammy teman Jill."Aku suka warna rambutmu. Pirang madu sangat cocok untukmu. Aku akan membuatnya menjadi gaya khasmu. Kapan terakhir kau pergi ke penata rambut?" tanya Tammy kepada Ava saat Ava duduk di kursinya."Oh, seingatku. Lima tahun yang lalu?" kata Ava ragu-ragu."Tidak, aku menyeret mu ke salon saat Joan menikah. Sekitar tiga tahun yang lalu." Gabriel mengoreksinya."Ya ampun. Itu sudah cukup lama," kata Tammy."Apakah seburuk itu?" tanya Ava."Tidak terlalu buruk, bentuknya tidak ada. Aku ingin menambahkan beberapa lapisan dan sedikit menyegarkan nya. Apakah tidak apa-apa?""Kau profesional. Aku percaya padamu," kata Ava. Ava menghabiskan beberapa jam untuk dimanjakan, menata rambut dan kukunya sementara Tammy, dan Gabriel mengobrol. Tom dan Ryder selalu ada di dekat mereka. Ava merasa kasihan kepada mereka yang harus duduk bersamanya selama

  • HASRAT PANAS SANG MAFIA   11.

    Ava sudah mengira saat dia menandatangani kontrak seks secara sukarela, maka dia akan menjadi pekerja seks yang dimuliakan. Ava tidak yakin akan ada orang yang mau menerimanya sebagai teman. Jadi Ava menghindari memberi tahu Gabriel tentang isi sebenarnya dari kontrak tersebut."Jadi untuk melunasi hutang pamanmu, apakah kau harus bekerja sebagai perawat pribadi dari seorang bos mafia ya?" Gabriel bertanya dengan ekspresi ngeri saat Ava berganti gaun merah, yang menurut Gabriel harus dicobanya."Ya." Ava membenarkan."Sayang, kenapa kau yang harus melunasi hutang pamanmu?" tanya Gabriel."Dia keluargaku. Aku tidak bisa hanya berdiam diri dan melihatnya terluka. Lagipula, karena kami keluarga, mereka bisa saja mengejarku untuk mendapatkan uang. Aku bisa kehilangan rumah. Dan sepertinya ini solusi terbaik," kata Ava. "Gabriel, aku tidak bisa memakai ini.""Kenapa?" tanya Gabriel sambil berdiri berjinjit untuk melihat ke balik tirai yang memisahkan sepatu ganti dari toko."Karena ini du

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status