Mungkin aku terlalu lelah menjalin hubungan dengan yang seumuran atau mungkin sedikit di atasku.
Beberapa hari ini fikiran anehku tiba-tiba memberontak, aku trus membayangkan bagaimana rasanya juga menantangnya dicintai, diposesifi oleh seorang lelaki yang lebih matang, dewasa juga ah yang pasti lelaki yang bukan pria remaja atau anak muda labil lagi.
You knowlah apa yang ada dibayanganku, Hot man...gentle man...oh Dinda apa-apaan kau ini.
Aku bayangakan dia memelukku, menahan tangan dan tubuhku, tidak membiarkan aku pergi dan ah...."
"Woy...Dindaaaa! Bangun jam berapa mau ke kampus!!" Suara cempreng Melana memecah lamunan dalam tiduran menghayalku."
đź–¤
🌻🌻🌻
Adinda finara Sokha
Aku adalah mahasiswa disebuah universitas swasta, usiaku baru 21 tahun, ini adalah hari kedua dikos-kosan baru, asli seharian kemarin full bekerja keras mengangkat barang dan langsung mengemasinya supaya hari esok bisa bersantai.
Ya seperti hari ini sudah bisa bersantai, alarm sudah berdering dan berkali-kali, bahkan aku sudah mensnooze hingga ke 4 kalinya hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk bangun.
Ini adalalah kosan baruku yang ku tempati bersama Melana teman satu kotaku tinggal di Bandung kami bertemu tanpa sengaja di Jakarta hingga memutuskan tinggal bersama.
Sebelumnya kami ngontrak tepat di belakang kampus karena harganya naik sejak di renovasi, aku dan Melana pun memutuskan pindah, sedikit berat untuk aku yang kuliah hanya bermodalkan 60 persen beasiswa dan 40 persennya harus mencari sendiri lewat bekerja di mini market.
Sebelumnya sih aku bekerja di babycare hanya saja waktunya tidak fleksibel aku harus meluangkan waktu yang sedikit panjang, sementara terkadang tugas kuliahku menumpuk dan akhirnya aku memilih sebuah mini market yang memang pemiliknya aku kenal adalah salah satu dosen dikampusku dan ada beberapa karyawan disana.
Mereka mengerti aku yang kuliah dan tidak masalah untuk aku terkadang minta bergantian shift mendadak namun tetap dong ya sebisa mungkin aku tidak menyusahkan hidup orang selalu sebab mereka juga yang juga punya kehidupan lain.
Jujur saja sebenarnya mamaku masih cukup mampu membayar biaya kuliah hanya saja aku tidak tahu aku tidak suka menyusahkan mama.
Ya…tetap saja mama kirim uang bulanan, ibuku adalah seorang guru di kota Bandung dan aku punya seorang kakak, bahkan kakakku tinggak di kota ini, dia sudah menikah dan mempunya anak dan juga hidup sangat berkecukupan namun aku tidak mau tinggal bersama kakak.
Kakak sedikit bawel ya bawelnya seorang kakak bagaimana sih, kakak juga selalu transfer aku uang dan uangnya aku transfer lagi ke Mama ada juga sih sebagian aku simpan sebagai simpanan kala mendesak.
Intinya sebenarnya hidupku cukup sudah nyaman aku saja yang meribetkan sendiri, latihan sih aku juga niat ke Jakarta kan untuk kulaih dan mandiri bukan buat seneng-seneng doang.
Ini adalah kawasan kos-kosan, sekelilingnya adalah merupakan deretan kos-kosan berlantai 3, eh...tidak didepan situ ada perumahan dan tepan didepan kos-kosanku ada beberapa rumah.
Tempat ini tidak jauh dari kampus hanya perlu jalan kaki 15 menit sampai lewat jalan potong.
“Good Morning, tempat baru…”
Aku pun membuka jendela, kosan ini lumayan nyaman dengan fasilitas 1 kamar dan semua kebutuhan ada didalam seperti 1 kamar mandi dan mini dapur, lumayan sih buat aku dan Melana, ku edarkan mataku meliat sekeliling halaman teras kos-kosan tepat dari lantai 2 balkon kecil kamar kosan kami cukup tenang juga rapi hunian disekeliling sini.
Tepat sekali kamar kosan kami menghadap ke jalanan dan perumahan, pemandangan setiap hari adalah rumah-rumah besar didepan.
Ku perhatikan didepan sana aktivitas orang-orang yang berlalu lalang, ibu yang akan menghantarkan anaknya dengan sebuah mobil mewah, sepasang wanita muda dan laki-laki membawa anjing bergandengan tangan dan ada juga mas-mas yang sedang mencuci mobil dengan seorang anak kecil yang membantunya.
“Hemm….cakep…eh Astaga!”
Aku pun mengetuk dahiku, bisa-bisanya aku memuji bapak dari seorang anak dihadapanku, ya memang cakep kalau disamain dengan artis Indonesia dia mirip siapa ya…
Eh lupa....
Pokoknya tubuhnya atletis, wajahnya itu miripi pria blasteran dengan hidung mancung seperti seluncuran anak TK, OMG lihat tuh badan doi ngecap dari balik kaus hitam yang dia pakai dan tinggi banget.
Oh my God, Dinda bisa-bisanya pagi-pagi cuci mata lihat suami orang, kau ingin di kutuk jadi apa?
Kelamaan ngejomblo jadi harap di maklumi lihat yang bening-bening rada jelalatan mata ini.
“Dinda, tapi jangan suami orang juga kali ya…ampun, hanya cuci mata saja kali... Ah baiklah aku akan masuk kedalam rumah, beberapa barang menanti untuk dipasang diatas dinding biar kosan sedikit lebih estetik."
"PAPAAA!!!!!!"
Seketika aku berhenti diambang pintu saat ku dengar anak kecil menangis, aku pun berbalik lagi kebelakang, ku lihat anak dari lelaki yang mencuci mobil itu terjatuh dibawah sana dan sang ayahnya itu segera menggendongnya dan memeluk anaknya yang mungkin berusia sekitar 4 tahunan itu.
“OMG, udah cakep, keren, penyayang lagi sama anak, duh bahagia banget dah istrinya.” Mereka pun terlihat masuk disana dan aku pun akhirnya masuk juga.
Bolehkah memberikan dukungannya🍉
Malam merangkak naik kira-kira mungkin pukul 9 malam saat ini, Dinda baru saja kembali dari mini Market milik Bu Retno yang dia jaga tepat didekat kampusnya.Kini dia akan pulang ke kos-kosan yang jaraknya tidak jauh dari kampus paling juga 15 menit bisa cepat juga jika dia melewati jalan potong, hanya saja pasti jalanan sangat gelap ia pun memutuskan memesan sebuah ojek online.Tidak terlalu lama ojek pun datang dan segera menghantarkan Dinda ke kos-kosannya, malam ini dia akan tidur sendirian Melana siang tadi diminta pulang oleh sang ibu sebab ayahnya sakit, sungguh Dinda pun ingin pulang hanya saja nanggung jika hanya sehari dua hari.Kurang dari 10 menit Dinda pun tiba di hunian berbentuk rumah berlantai tiga itu yang memang seluruhnya adalah hunian kos-kosan, tepat didepan pagar masuk kos-kosan itu.“Ciaaaa....Cia..
Sejak kejadian malam seminggu yang lalu itu Dinda tidak lagi bertemu dengan Kairo dan Edgar, rumah besar itu tampak tidak berpenghuni namun mobilnya tampak terparkir disana. Padahal Dinda keesokan harinya setelah malam itu dan kaca jendelanya sudah dibenarkan pihak kos-kosan, Dinda berinisiatif membawa banyak sekali snack untuk Edgar dari tempat ia bekerja ingin memberi ucapan terimakasih karena Kairo ayahnya sudah membantu Dinda. Sebenarnya sih merasa tidak enak hati mau memberi seperti itu takut Mamanya Edgar salah paham, tapi mungkin dia akan memberikannya dengan mengajak Edgar nongkrong di teras kos-kosan bersama Melana namun sampai hari ini belum juga dilakukan bahkan snacknya sudah hampir habis dimakani Melana. Melana pun mentertawakan dia, bisa-bisa menunggu anak dari bapak-bapak yang menjadi hero, bisa-bisa di tuding pelakor kamu Din.
Aktivitas kembali dimulai yang mana pagi hari dalah waktu tersibuk untuk seorang Adinda, beberapa barang tampak berantakan di ranjang mulai dari tas hingga beberapa buku, sama halnya dengan Melana rekan satu kamar Dinda yang tidak kalah sibuknya."Ehemmm..Mel, coba deh kamu fikirkan...” Dinda berbicara sembari merapikan rambutnya dikaca ia baru selesai mandi dan akan pergi ke Bank dan beberapa tempat untuk mengurusi segala kartu dan identitasnya yang hilang bersama dompetnya itu.Melana yang sedang memakai pakaian pun menoleh, “Coba yang lain kali ya Din, mumet dah disuruh coba mikir mulu, nggak di kampus dikos-kosan juga.”Dinda pun tertawa, “Melan serius, aku mau cerita ini....”“Kaya ngelamar aja serius, cerita ya cerita aja kali!” gerutu Melana terus mengancing susah payah kem
Dinda masih melihat pada Cairo berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, “Hem, iya istri—Mas...eh...mamanya Edgar dimana?” ulangi Dinda, dan Dinda juga bingung harus memanggil tetangganya ini apa. Lelaki itu mengulas senyuman seakan paham Dinda yang bingung, “Panggil Khai saja, dirumah atau dilingkungan keluarga saya biasa mereka memanggil saya Khai, kecuali dirumah sakit.” Adinda berfikir positive tidak ingin terlalu kepedean yang mana lelaki yang baru ia kenal tidak lain adalah tetangganya ini mau menghantarkannya lalu mereka berada dalam jarak yang dekat dan di meminta memanggilnya dengan nama seperti yang keluarganya panggil, ini tidak lain sebab dia kemarin tahu Dinda kecopetan, ini hal biasa hanya sebuah bentuk peduli sesama. “Mas Khai?” Kairo pun mengulas senyuman, “Ya terserah, apapun itu sama saja.”
Setelah lama menunggu akhirnya sepupu dari Kairo akhirnya menghampiri, lelaki bernama Ervan itu begitu terkesiap melihat Kairo bersama seorang wanita.“Calon, kakak ipar?” Lelaki itu lantas langsung menembakin Kairo padahal belum bertegur sapa.Sebuah lengkungan tipis terbit di bibir Kairo,“ Kenanalin, Dinda teman saya.”ucap Kairo membuat Dinda memberikan anggukan untuk membenarkan ucapan Kairo.Lelaki itu masih saja tersenyum penuh artia seakan tidak mempercayai itu, “Baiklah, terserah apapun itu,” Ervan mengulurkan tangannya, “Saya Ervan sepupu Khai, ayah saya dan ayah Khai adik kakak.”Dinda pun menymbut uluran tangan Ervan, “Saya Dinda.”Segera Kairo melepaskan tangan Ervan dari Dinda.“Dinda masih sangat muda, tidak cocok deng
Akhirnya Dinda pun menuruti ajakan Edgar, Dinda duduk dibelakang kemudian Edgar pun meminta berpindah pula ketempat Dinda.Sebenarnya atas ajakan Edgar atau aku saja yang ganjen pakai ikut segala, Dinda menggeleng samar atas sikapnya.Edgar tampak sangat akrab sekali dengan Dinda, dia mengutarakan banyak hal dengan Dinda padahal mereka baru beberapa kali bertemu namun entah bagaimana dia begitu cepat akrbabnya.“Apakah hanya karena aku tawari jajan kemarin?” Dinda mengendikkan bahunya bingung, ia terus mendengarkan Edgar bercerita panjang lebar.“Kakak sekolahnya jauh? Sekolah Edgar dekat rumah Oma, disana dijauh...”“Sekolah kakak deket, Cuma jalan kaki sudah sampai.” Dinda mengusap pipi chubby Edgar.“Kak
Edgar menyudahi bermainnya ia pun kembali ke meja yang mereka pesan bersamaan dengan makanan yang dipesan juga sudah datang, Edgar memilih duduk disebelah Dinda dan Kairo diseberang mereka. “Wah, Kakak Dinda sama papa sama ya suka makan nasi goreng salted egg?” Dinda terperangah,beneran dipesan sama-samaan sama dia? Telur asin? Astaga mana nggak bisa makan yang asin-asin lagi,Dinda mencoba untuk suka, ia pun melengkungkan senyuman. “Hemmm...kenapa? Edgar nggak suka?” Edgar menggeleng seraya menjulurkan lidahnya, “Nggak enak, Edgar sukanya chesse, ayo kita makan.” Iya emang, nggak enak! Seleranya bapak-bapak apakah seperti ini? Mengacuhkan Kairo didepan mereka, Edgar dan Dinda tampak terus saling bercanda sembari menyantap makan
“Mel, Melanaa!” Teriak Dinda didepan kelasnya saat melihat Melana yang berlalu bersama teman-temannya, mereka beda jam kuliah juga beda jurusan membuat keduanya memang jarang bisa sama ke kampus.Melana pun berhenti saat Dinda berlari mendekat, “Masuk pagi Din? kata kamu cuma ngikutin mata kuliah Pak Ronal nanti siang?”“Aku ambil yang pagi nanti siang kakak mau jemput ke kampus, aku nginap ditempat kak Nancy ya dua hari ini dia mau pergi, bawa baby sama anak balitanya susah kalau nggak adababy sitterlagian juga besok libur kan.”“Jadi nginap ni ceritanya, Mas Khai dan anak sambung nanti cariin!”Dinda bersemu malu, “Apaan sih, sudah sana pergi! Aku cuma mau laporan itu aja, mau kemana kalian?”“Mau kerumah sa