Share

PROBLEMA JENDELA

Malam merangkak naik kira-kira mungkin pukul 9 malam saat ini, Dinda baru saja kembali dari mini Market milik Bu Retno yang dia jaga tepat didekat kampusnya.

Kini dia akan pulang ke kos-kosan yang jaraknya tidak jauh dari kampus paling juga 15 menit bisa cepat juga jika dia melewati jalan potong, hanya saja pasti jalanan sangat gelap ia pun memutuskan memesan sebuah ojek online.

Tidak terlalu lama ojek pun datang dan segera menghantarkan Dinda ke kos-kosannya, malam ini dia akan tidur sendirian Melana siang tadi diminta pulang oleh sang ibu sebab ayahnya sakit, sungguh Dinda pun ingin pulang hanya saja nanggung jika hanya sehari dua hari.

Kurang dari 10 menit Dinda pun tiba di hunian berbentuk rumah berlantai tiga itu yang memang seluruhnya adalah hunian kos-kosan, tepat didepan pagar masuk kos-kosan itu.

“Ciaaaa....Cia....jangan lari....Cia!” 

Dinda yang tengah membayar ongkos menoleh suara teriakan anak kecil itu dan dia tampak mengejar seekor kelinci malam-malam seperti ini.

“Terimakasih, Mba...” Ojek pun pergi, 

Sementara Dinda tidak masuk ia terus melihat anak kecil yang sendirian itu. “Pussss pusss....” Dinda menyampingkan tas selempangnya ia pun segera merendahkan tubuhnya. 

Beruntungnya kelinci yang berlari kencang itu segera berlari kepada Dinda, membuat bocah kecil itu berhenti dan memajukan bibirnya.

“Dia Cia bukan puss pus....”

Dinda pun tertawa, ia menggendong kelinci itu, “Hi Cia kenalin aku kak Dinda, lalu yang punya ini namanya siapa.”

Bocah kecil itu seperti tengah mengkhawatirkan sesuatu ia menoleh kebelakang, “Nama aku Egar...” Jawabnya sedikit celat, “Ayo kita pulang Cia nanti papa marah.” Bocah kecil itu pun mengulurkan dua tangannya meminta kelinci miliknya.

Dinda ingat ini anak dari penghuni rumah besar didepan yang mencuci mobil bersama ayahnya kemarin. “Oke, ini Cia kamu pulang ya...nanti papa marah.” Dinda pun memberikannya.

“Edgar! Edgarrrrrrrr!”

Suara panggilan dari seorang pria terdengar disana, membuat anak lelaki itu pun melambai.

“Daa....kakak Dinda!” Ia pun segera pergi dari sana, Dinda mengulas senyuman saat anak itu pergi dan menyambut lambaian tangan Edgar.

Dari sebuah carpot lelaki dewasa yang tidak lain adalah ayah anak lelaki itu melihat ke arah Dinda lalu memberi anggukan seulas senyuman seperti menyapa dan segera merangkul anaknya masuk kedalam rumah.

Dinda masih berdiri disana membalas senyuman orang yang sudah berlalu pergi itu, seketika Dinda tertawa, "Woy Dinda what are you doing!" menepuk dahinya sendiri dan pergi.

Sungguh pesona yang membuat jantung berdebar padahal hanya sebuah senyuman klise dari wajah tampan, Dinda segera naik ke lantai atas kamar kosannya lewat tangga disamping rumah lantai 3 itu.

***

Semangkuk mie rebus panas yang masih mengepul sudah Dinda buat dimeja sembari mengerjakan tugasnya didepan laptop, melantai didepan sebuah meja kecil, tidak lama Dinda merasakan tiupan angin-angin mengusiknya saat ia lihat kearah jendela ternyata dia lupa menutup jendela.

Gadis dengan piyama tedy bear yang baru selesai mandi itu pun segera bangkit dan naik ke atas ranjangnya untuk menutup jendela itu, namun nyatanya Jendela ini bukan lupa di kunci namun sebuah engselnya lepas membuatnya miring dan tidak mau menutup.

Dinda pun terus berusaha menarik-nariknya kuat namun tetap tidak bisa, hingga ia pun keluar berusaha menutup dari balkon kecil kamarnya.

Angin terasa begitu kuat tampaknya akan turun hujan, jelas saja Dinda pun menjadi resah jika ini tidak di tutup mungkin saat hujan deras airnya akan merembes kedalam kamar dan angin kencang akan mengganggu tidurnya.

Dinda terus memukul-mukul dengan tangannya, sungguh ia tidak paham harus bagaimana, bahkan tangannya terasa sudah sakit, Dinda masuk kedalam lagi mencari sebuah benda yang mungkin bisa membuat pintu yang sedikit turun itu naik dan tertutup.

Sialnya tidak ada apapun yang ia rasa bisa menggantikan sebuah palu atau batu Dinda pun kembali membawa tangan kosong berusaha mengangkat tapi sia-sia.

Tanpa Dinda sadari seorang lelaki tampak memperhatikan Dinda dari balkon lainnya sudah dari saat Dinda membuka pintu balkon hingga setengah jam disana.

"Ehemmm!!"

Lelaki itu pun berdehem suaranya sangat jelas di heningnya malam itu, Dinda pun menoleh kebelakang dan ia lihat yang berdeham itu adalah Ayah dari anak bernama Edgar itu tampak jelas walau pencahayaan lantai dua ditempat lelaki itu tamaram

“Coba angkat dari sebelah kanan bawah!” Dia bersuara jelas sembari memperagakam tangannya.

Dinda pun mengangguki lalu mencoba melakulan yang lelaki itu katakan, dengan tenaga yang sedikit kuat Dinda pun mengangkat ke atas.

GDBRUAAAAAKkkkkkkkkkk.....

Jendela terlepas seketika beruntung Dinda segera menepi reflek menutup kedua telinganya sebab suara jatuh itu begitu menggelegar.

Seketika penghuni kos-kosan lain pun pada keluar kamar dan melihat yang terjadi tampak Dinda yang mematung ditempat memegangi telinganya.

“Kenapa...”

“Ada apa?”

Disana adalah kos-kosan perempuan para penghuni disana kelas perempuan dan tidak paham tentang memperbaiki, jangan kan untuk membantu memperbaiki mereka berbasa-basi saja enggan, ada yang langsung masuk lagi setelah melihat Dinda dan ada yang membicarakannya didepan.

Namun ada seorang wanita yang terlihat dewasa mendekat pada Dinda. “Rusak Ya jendelanya?”

Dinda pun mengangguk, “Iya, tadi sih hanya miring lalu saya coba naikin malah lepas.”

Wanita itu mengangguk, “Hubungi saja ibu kos besok juga dateng, aduh...yang sabar ya, coba tutup pakai kardus dulu deh, mau numpangi tidur dikamar saya ada ibu saya datang.”

“Ah, iya...iyaa nggak apa-apa kok,” Dinda menggerakkan tangannya menolak.

“Oh ya kenalin, aku Bunga itu kamar ku disebelah kamu.” Wanita itu mengulurkan tangannya.

“Dinda.” Sambut Dinda kemudian.

“Hem, kalau gitu aku duluan Ya Din, besok masuk kerja pagi.”

Wajah Dinda menampilkan rasa bersalah,”Maaf ya, sudah mengganggu istirahan Kak Bunga dan yang lain.”

“Its oke, di kos-kosan itu biasa!” Wanita itu pun segera berlali dari sana dan masuk kedalam kamarnya.

Dan kesialan itu akhirnya di ratapi sendiri, tidak lagi ia ingat mie rebusnya yang mengepul tadi, kini yang terpenting bagaimana keadaannya saat ini.

“Tuhan...” Dinda pun mengeluh, Dimana mendapatkan kardus-kardus.

Dinda pun melihat dari pembatas balkon mungkin saja dibawa sana ada kotak-kotak, Dinda menutup pintu kamarnya, segera memutuskan turun ke lantai bawah yang mana barang kali ada kardus disana.

Sial.

Saat akan turun gerimis pun turun, terpaan angin membawa air pun mengenai Dinda, dia tidak pedulikan itu, sungguh akan bagaimana dia saat ini, netranya mencari-cari bawah sana di antara barang-barang yang menumpuk namun tidak ada, hingga ia pun keluar gerbang mencari di tumpukan sampah kertas namun sama selali tidak ada apapun.

Tidak lama Dinda menoleh suara dari gesekan pagar yang terbuka, seorang lelaki keluar dari sana bercelana pendek dan kaus hitam pas-pas ditubuh, Ia membawa sebuah lipatan benda dan sebuah palu menutupi wajahnya oleh gerimis yang deras.

“Eh—“ Dinda sontak saja terkesiap.

“Naiklah kita pasang sebuah terpal untuk menutupi jendelamu, pagi besok segeralah hubungi pemilik kos-kosan.” Lelaki itu naik meninggalkan Dinda yang terperangah disana kemudian Dinda pun mengikuti naik.

Dinda diam tidak bersuara, takut juga menyelimuti dirinya seorang lelaki dewasa tetangga rumahnya mungkin suami dari seseorang membantu Dinda disana, lelaki itu pun tidak berbicara apapun hanya sibuk menempeli dengan paku sebuah terpal berbahan plastik itu kejendela Dinda.

Lelaki itu juga basah sebab gerimis itu menempiasi hingga ke balkon kecil teras kamar kosan Dinda itu.

 “Maaf— jadi basah...”

Tangan kekar itu terus memaku tanpa merespon sesekali ia mengusap wajahnya yang basah sengan lengannya Dinda pun bingung dia harus apa.

“Menepilah disitu basah!” Lelaki itu berucap tanpa melihat paham Dinda yang tidak enakkan sehingga ia ragu untuk masuk.

“Ah tidak apa-apa nanggung, maaf mas saya merepotkan.” Mas? Dinda juga bingung harus memanggil apa, aneh sekali rasanya ini.

“Sudah selesai! Jika malam ini hujan lebat saya rasa tidak ada masalah, baiklah! Selamat malam...” Lelaki itu hendak berlalu.

“E-eh Mas, tunggu! Bayar berapa?” Dinda menggaruk pelipisnya.

Lelaki itu menaikan senyum simpulnya melihat Dinda, "2 lembar daun mangga berlapis emas ada?”

Dinda terperangah, “Ha, Apa?” Dinda menggaruk dahinya, Dia sedang bercanda Dinda Oon kenapa jadi enggak nyambung sih.

“Saya Kairo, Papanya Edgar...terimakasih sudah membantu Edgar menangkap Cia...” Senyuman tulus terbit diwajah tampan lelaki itu kepada Dinda yang masih mematung dan dia segera dia hilang dari sana sudah turun cepat ketangga.

Dinda menggeleng bodoh, bisa-bisanya dia terdiam di terpaan hujan hingga akhirnya Dinda pun kepembatas balkon melihat lelaki itu yang sudah menyebrangi jalanan memasuki rumahnya dan menutup pagar segera.

“Papanya Edgar!” Panggil Dinda membuat lelaki itu menoleh keatas sana. “Terimakasih...”

Kairo melengkungkan senyuman tipisnya tidak menjawab dia pun menghilang diterasnya masuk kedalam rumah.

Next »

Komen (4)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
jendela dunia nyata
goodnovel comment avatar
Uswatun
Kairo papanya edgar
goodnovel comment avatar
Ismawati Romadon
terpesona ya dinda
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status