Share

Jangan Khawatir

Dinda masih melihat pada Cairo berharap mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, “Hem, iya istri—Mas...eh...mamanya Edgar dimana?” ulangi Dinda, dan Dinda juga bingung harus memanggil tetangganya ini apa.

Lelaki itu mengulas senyuman seakan paham Dinda yang bingung, “Panggil Khai saja, dirumah atau dilingkungan keluarga saya biasa mereka memanggil saya Khai, kecuali dirumah sakit.”

Adinda berfikir positive tidak ingin terlalu kepedean yang mana lelaki yang baru ia kenal tidak lain adalah tetangganya ini mau menghantarkannya lalu mereka berada dalam jarak yang dekat dan di meminta memanggilnya dengan nama seperti yang keluarganya panggil, ini tidak lain sebab dia kemarin tahu Dinda kecopetan, ini hal biasa hanya sebuah bentuk peduli sesama.

“Mas Khai?”

Kairo pun mengulas senyuman, “Ya terserah, apapun itu sama saja.”

Dinda pun menjadu sedikit mengalihkan wajahnya pembahasan tentang istri tadi menjadi hilang sebab membahas panggilan nama. “Hemmm, seorang dokter, Ya?”

Lelaki itu melihat wajah Dinda lalu menaikan satu alisnya menjawab ya, “Hanya seorang dokter...”

Bibir Dinda pun menyimpul senyuman, “Itu bukan hanya tapi merupakan profesi yang cukup baik, terimkasih sudah mau membantu saya.” Dinda berucap tulus, enggan lagi berbasa-basi dia mencurigai seseorang yang tidak mau menjelaskan tentang istrinya bisa saja dia sedang menyimpan sesuatu permasalahan, harusnya Dinda tidak seperti ini, Dinda belum tahu pasti kemana ibunya Edgar bagaimana jika ibunya itu ada namun mereka sedang tidak baik-baik saja atau marahan.

No, tapi kata Edgar jangan membicarakan tentang ibunya bisa-bisa sang oma marah, bagaimana menyimpulkan hal ini, artinya ibunya Edgar ada dong ya, mungkin tidak direstui atau mereka bercerai karena istrinya berselingkuh dan lalu bermusuhan ah masak sih lelaki seperti ini disia-siain.

Sekilas Dinda mencuri-curi pandang melihat dengan ekor matanya, “Bagian mana yang tidak sempurnya, Kaya Raya, kerjaan bagus, good looking, baik penyayang sama anak, Oh Good, kebodohan apa yang ada pada wanita itu hingga membuat mereka tidak bersama bahkan Mama dari Kairo tampak membenci wanita itu, Dinda kau jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu, kau belun tahu apapun."

Seketika suasana kembali hening, Kairo kembali fokus mengemudi dan Dinda juga enggan berbasa-basi, sedangkan tadi saja lelaki itu tidak mau menjawabnya untuk apa bertanya lagi 

“Jangan khawatir, saya bukan pasangan dari seseorang, saya menghantarkan kamu sebab saya tahu kamu dalam sebuah kemalangan kemarin, santai saja...” Kairo seakan bisa membaca fikiran Dinda, Dinda pun menyimpul senyuman atas ucapan lelaki itu.

Ya dia tahu ini, lelaki itu menolong sebab tahu dia sedang dalam kemalangan, Tapi tolong jangan di perjelas juga kali....namun ada sesuatu yang membuatnya terkesiap atas perkataan Kairo barusan.

'Saya bukan pasangan dari seseorang' Haha Dinda tertawa dalam hati, Melana sungguh kau harus dengar kebenaran ini.

Bibir Dinda seakan terkunci rapat hanya bisa menerbitkan sebuah senyuman namun sungguh dia begitu

masih penasaran ingin bertanya lebih, kenapa bisa seperti itu? Apa yang terjadi, apakah mereka bercerai atau apakah mereka berkahir karena sesuatu hal.

Oh Dindaaa, Stop!

“Masih jauh?” Dinda mencoba mengalihkan pembahasan dan barisan pertanyaan yang menggebu-gebu ada padanya itu.

“Tidak, 1 kilo meter lagi, namanya Ervan dia sepupu saya dia biasa mengurusi identitas dan beberapa dokumen kamu yang hilang, tentang pengurusan Bank kamu bisa hubungi call centernya setelah dari Ervan kita bisa langsung ke Bank.”

“I-iya malam tadi saya sudah menghubungi pihak bank, kamu menghantarkan saya, ah sepertinya tidak perlu saya sendiri saja, kamu harus kerumah sakit bukan? Saya sudah biasa naik angkutan umum.”

Lelaki itu pun mengangkat arloji miliknya meliri pada waktu, “Saya ada jadwal siang nanti, jika saya datang sekarang mungkin saya akan mampir ke klinik tapi sepertinya tidak ada urusan di klinik saat ini, tidak masalah.”

Dinda menggeleng, “Tidak masalah saya sendiri saja.” Dinda pun terus meyakinkan.

Hingga tidak lama mereka pun sampai di deretangedung pemerintahan, Kairo sudah menghubungi sepupunya itu untuk menyambutnya disana, netra Kairo mencari dimana sepupunya berada hingga tidak lama Kairo pun memutuskan untuk memarkirkan mobilnya.

Dinda sudah keluar dari sana dan disusul Kairo setelahnya. Dinda memilih berdiam diluar sana memperhatikan sekeliling dan Kairo pun berjalan mendekat pada Dinda masih terus menghubungi Ervan yang tidak lagi menjawab panggilan, mereka berjalan pelan-pelan di jalan menuju masuk ke arean dalam beriringan, sungguh Dinda begitu canggungnya saat ini.

“Awas Dindaaa!” Tarik Kairo lengan Dinda yang tidak melihat disampingnya ada lubang kecil yang tergenang air sisa hujan namun terlambat Dinda sudah terlanjur menginjaknya membuat wedges berbahan bludru miliknya basah dan kakinya sedikit kotor.

Dinda menutup mulutnya, “Ya ampun nggak lihat.” Alhasih sebelah kaki Dinda kotor hingga ujung jeansnya pun basah.

Kairo melepaskan lengan Dinda kemudian mengajak Dinda duduk dideretan bangku-bangku diarea itu, bersamaan dengan orang-orang ramai yang tampak akan mengurusi dokumen juga, dengan berjinjit geli Dinda pun duduk semetara Kairo memintanya menunggu sebentar disana meninggalkan Dinda sendiri di tempat itu.

Dinda melihat lelaki itu berjalan keluar gerbang tidak tahu dia hendak kemana mungkin saudarinya meminta menemui di suatu tempat.

Dinda pun mengutuki dirinya sendiri, sangat memalukan lubang yang sudah ada bacaannya jangan lewati bahkan tidak tampak dimatanya saking ia sangat groginya ditemani tetangganya itu.

Lagi-lagi Dinda mengulas senyuman mengingat perkataan Kairo, Jangan khawatir saya bukan pasangan dari siapapun.

OMG Melana......ini apa-apaan....

Tidak lama lelaki itu datang lagi, Dinda bahkan tidak melihat dia yang sudah masuk lagi kedalam gerbang, Kairo membawa sebuah sandal sport model unisex dan sebungkus mini bag tisssu basah.

“Pakai punya saya, lepas sepatu kamu nanti kaki kamu lecet dan kutu airan, Ervan sedang ada pertemuan didalam kita harus menunggu setengah jam lagi.”

Dinda terperangah, hingga ia mengambil uluran sandal dan tissu yang Kairo bawa, “Ah seharusnya tidak perlu meminjami saya, saya bisa melepaskannya kok, nanti juga kering.”

Lelaki itu mengulas senyuman, ia membungkukkan tubuhnya lalu menarik lembut sepasang sepatu Dinda yang basah itu dari kakinya. “Pakai punya saya, tidak baik memakai sepatu basah.” Kairo pun meletakkan sepatu basah Dinda yang ia tarik itu dibawah bangku sana, Membuat Dinda lagi dan lagi terperangah melihat yang dilakukan Kairo.

Jangan tersenyum Dinda...jangan...

Oh Tuhan, jantungku ingin lepas Tuhan....sungguh hal macam apa ini.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Vafajia
ya ampun,,, awal yg so sweet....
goodnovel comment avatar
Uswatun
jantungan dinda
goodnovel comment avatar
Ismawati Romadon
aku juga jantungan din
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status